Vanya Fernandez
Ini ujian semester di semester dua. Artinya aku sudah setahun di sekolah sejuta rasa ini. Aku mendapat sahabat dan pacar. Aku miskin cinta, banjir cinta dan kehilangan cinta. Aku dianggap asing, tetapi aku berhasil meyakinkan mereka dengan nilai-nilaiku termasuk keberanianku yang katanya mencolok!
Aku harus juara lagi kalau tidak Papi akan memindahkan aku ke Jakarta Catholic-Senior High School, satu Yayasan dengan SMPku dulu.Apalagi dia tahu problematika cintaku yang jelas-jelas dia tidak setuju aku sudah pacaran. Huh!!
Well, aku sudah menyelesaikan ujianku dan menulis nama Igo di kertas coret-coretan. Servagio Adam. Aku kehilangan jejak Igo. Tetapi yang masih kusimpan erat, kami belum putus.
Theodorus Alfa Aliandre
Aku mendapat sebuah persahabatan yang kental, punya teman perempuan dan berhasil mengalahkan egoku. Satu hal yang belum berubah selama satu tahun ini aku belum bisa move on dari Vally, cinta pertamaku.
Aku harus meningkatkan jumlah nilai, karena aku tahu aku tidak mungkin bisa mengalahkan dua sahabatku itu karena jumlah nilai Ruben lima poin diatasku. Aku harus terus membuktikan pada orang tuaku kalau aku bisa mengatur diriku sendiri. Tahun depan aku tujuh belas tahun, aku ingin jadi pengacara!
Ruben
Aku jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Aku tahu aku salah. Aku tahu aku tidak seharusnya melewati rasa persahabatan yang sudah sangat nyaman kami bangun dari nol sampai sedekat ini. Aku tidak akan merusak persahabatan ini, apalagi kalau Vanya berpikir aku jatuh cinta padanya karena pelampiasan masa laluku.
Johan
Semester ini kelas satu wisata ke Bali. Aku suka! Karena akhirnya aku bisa jalan jauh dengan sahabat-sahabatku. Anggun tidak begitu tertarik karena ia seperti pulang kampung saja! Hahaa..
Aku selalu merekam setiap kejadian bersama keenam sahabatku. Itu karena ini pertama kalinya aku memiliki teman, sahabat dan sudah kuanggap keluargaku. Mereka menjadi prioritasku, segalanya untukku dan aku bersyukur bisa menjadi bagian Tujuh Sahabat. Vanya, Ruben, Mutia, Bayu, Anggun dan Alfa. Mereka yang terbaik!!
Bali
"Apa kau akan mengalahkanku, Ruben?" Tanya Vanya.
Ruben tertawa kecil.
"Hmmm..semoga saja!" Ruben mengerlingkan matanya.
"Kira-kira kita kelas dua masih sekelas enggak yah?"
"Apa kau takut sendirian Johan?" Alfa menggoda.
"Aku sudah memiliki banyak teman tetapi aku berharap kita sekelas lagi karena kalian sahabat terbaikku. Ini berkesan sekali di tahun pertama SMA." Jelas Johan.
"Aku berharap kita semua sekelas lagi, kalaupun tidak kita masih harus sama-sama. Sesibuk apapun dengan kegiatan di kelas, kita harus bisa kumpul, toh kita masih di sekolah yang sama kan? Kalian masih ingat ucapan supir angkot awal tahun ajaran? Kita buktikan dia salah!" Ujar Mutia.
"Yeyyyy!!!!!"
Ruben melingkarkan lengan kanannya kepinggang Vanya. Vanya menatapnya dengan senyuman, Ruben membalas. "Kalau kita tidak sekelas nanti, kau harus tetap senyum seperti ini, rangking satu dan jadi lebih kuat."
Vanya menggantungkan lengan kirinya ke bahu Ruben. "Kalau kau berubah dari hari ini, aku akan menjauhimu."
"Itu tidak akan terjadi."
Pembagian Rapot Semester
Semester ini Vanya rangking satu lagi. Ruben rangking dua lagi. Alfa rangking tiga lagi dan ia berhasil mengejar jumlah nilainya hanya beda satu point dari Ruben.
"Cheers untuk kita karena naik kelas!" Seru Johan.
"Cheers untuk persahabatan kita!!" Seru Anggun.
"Cheerss untuk momen perdana SMA yang fantastikkk!!!" Seru Mutia.
"Cheers untuk harapan kita sekelas lagi di kelas dua!!" Seru kami semua.
"Cheersss!!"
"Terima kasih Ruben."
Vanya dan Ruben lagi-lagi duduk di tepi kolam renang.
"Aku juga terima kasih."
"Kamu sudah jadi yang terbaik selama ini."
"Kamu juga."
Mereka tersenyum saling bertatapan.
"Aku harap tidak akan ada yang berubah. Apalagi kamu dipilih jadi panitia MOS."
"Enggak akan ada yang berubah."
"Yakin?"
"Yakin."
"Kalau berubah aku bakal jauhin kamu."
"Enggak akan."
"Laki-laki itu yang dipegang omongannya. Aku pegang kata-kata kamu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
RomanceVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.