"Tujuh Sahabat plus satu kekasih sahabat. Please welcome, Diaz Nandavisha. Awalnya Anggun dan Mutia tidak mau menganggap Diaz tetapi mereka sudah sepakat demi persahabatan. Waktu yang akan menjawab semuanya. Alfa hanya menggeleng atas keputusan yang dibuat Vanya. Bayu berharap ini bukan keputusan salah. Johan menikmati fluktuasi persahabatan mereka.Beberapa kali Tujuh Sahabat plus satu kekasih sahabat jalan bareng. Para wanita semakin yakin kalau Diaz tidak punya teman di kelas karena setiap waktu dia pasti bersama mereka. Setiap hari. Setiap istirahat dan bahkan Jumat pun dia ikut.
Sampai akhirnya mereka semua lelah. Diaz bertingkah manja yang memuakkan juga pada Bayu dan Alfa. Dia sama sekali tidak berlaku manis pada Johan, Anggun, Mutia dan Vanya. Mutia sampai kesal!
"Kalian sedang membicarakan apa? Seru banget." Ruben yang kebetulan lewat kelas Alfa langsung menghampiri sahabat-sahabatnya.
"Kita mau ke Dufan besok. Kau harus ikut!" Bayu memberitahu.
Ruben mengangguk. "Pasti. Sama Diaz juga yah."
"Apa kita tidak bisa bertujuh saja, Ruben?" Anggun dengan ketus menatap Ruben. "Setahuku, seleramu semua yang serba original. Sejak kapan kau tambahkan toping untuk menu originalmu?"
"Kita sudah membicarakannya bukan?"
"Kau masih ingat kalimatku kan?"
Ruben dan Anggun bersitegang. Ada ketegangan dalam pertemuan mereka.
"Terserah! Kali ini aku enggak mau pura-pura, kalau Diaz ikut aku enggak ikut. Dan jangan intimidasi Vanya soal sikap aku kepacarmu itu. Lagi-lagi aku kecewa." Anggun meninggalkan keenam sahabatnya.
"Anggun." Panggil semuanya.
"Biar aku sendiri yang bereskan." Ruben mengejar Anggun.
"Bisa kita bicara secara dewasa?"
"Kita sudah pernah bicarakan ini."
Mereka bicara sambil jalan. Kelima sahabatnya memperhatikan dari belakang.
"Aku tahu kau marah samaku Gun."
"Dan kau mengulangi kesalahanmu."
"Bisa kau berhenti sebentar?"
"Sepenting apa? Nanti juga kau akan mengecewakan lagi kan?"
"Gun." Ruben meraih lengan Anggun. "Hubungan aku dan Diaz sudah kacau semenjak pertemuan kita berdua kemarin. Dia menuduh kita berdua punya hubungan. Dan dia juga tahu tentang Vanya. Jujur aku sudah tidak merasa nyaman sama Diaz."
"Aku hanya perlu bukti Ben. Bukan penjelasan yang nanti akan kau beri alasan untuk toleransi. Tidak. Aku sudah kecewa. Dan semua kecewa. Apa kau mengerti perasaan kami semua? Belakangan semenjak Diaz ikut sama kita, kita semua enggak nyaman. Apa kau buta, Ben? Apa kau enggak perhatikan sikap pacarmu ke Bayu dan Alfa? Apa kamu sadar kalau pacarmu itu justru tidak menganggap aku, Mutia, Vanya dan Johan? Mutia dan Bayu, apa dia sadar kelakuannya? Dan kamu diam aja?"
"Aku tahu."
"Terus?"
"Aku sudah putusin Diaz sepihak tapi dia enggak terima."
"Kapan?
"Pas perbincangan kita."
"Terus kenapa setelah itu kamu intimidasi Vanya?" Anggun menunggu respon Ruben. "Kamu tahu setelah itu Vanya yang mengkampanyekan supaya kita selalu berdelapan? Kamu gila Ruben! Jujur saja kalau kamu berat melepas Diaz. Aku enggak keberatan sekarang. Semua akan berlalu dengan waktu."
"Anggun. Tolong aku Gun. Aku sudah bilang kan aku akan menebus salahku."
"Memaku hati kami dan kau gantung seperti ini?"
"Kau butuh bukti kan?"
"Buktikan. Aku butuh bukti."
"Akan aku buktikan." Ruben meninggalkan Anggun. Ia tidak menoleh lagi ketika sahabat-sahabatnya sedang menghampiri Anggun.
"Apa kau tidak bisa merubah pikiranmu untuk menerima adik kelas kecentilan itu, Vanya? Jujur saja kita semua risih kan dengan keberadaan dia yang sok kelincahan seperti ulat?" Anggun dengan emosi protes pada Vanya.
"Dan hubunganku dengan Bayu hampir kandas."
"Aku sama sekali tidak meladeninya Mut. Aku selalu menghindar." Bayu membela diri. "Aku hanya menghargai Ruben."
"Seandainya kau bisa menepis sekalipun ada Ruben. Supaya dia lihat sekalian!"
"Tidak seemosi itu Mut."
"Va, Bayu dan Mutia sampai bertengkar. Pokoknya aku enggak mau ikutan sama ide konyolmu itu. Aku tahu kau tersiksa kan? Berhenti berpura-pura, kita semua lelah."
"Anggun, Vanya hanya bisa melakukan yang terbaik untuk kita bertujuh."
"Tetapi bukan dibodoh-bodohi seperti ini, Jo!"
Keheningan menyeruak. Mereka datang secepat bayangan. Bahkan perdebatan ini belum sampai diujungnya, emosi mereka terlalu membuncah sampai tak satu pun mengatakan satu huruf saja diujung lidah. Menahan amarah.
"Lagu bagaimana dengan acara besok? Apa kita tetap akan pergi dengan Ruben dan Diaz?" Dengan sangat menyesal Bayu mengingatkan. Sebesar rasa kesal mereka semua ketika Ruben memberikan kabar buruk kalau dia juga mengajak Diaz. Saat itu juga adrenalin mereka teruji.
"Aku akan tetap ikut. Apapun yang terjadi besok. Aku punya kalian kan?"
Enam pasang mata menatap Vanya. Semua memiliki arti asing-masing ditatapannya, yang Vanya bisa simpulkan mereka hanya menyebut Vanya gila.
"Aku akan melabrak anak itu kalau gaya manjanya yang memuakkan itu menguji kesabaranku sampai ke puncak kepala. Besok kita main yang memacu adrenalin bukan?" Jelas Anggun tanpa pertimbangan apapun. Alfa hanya mengusap kepala Anggun menenangkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
RomanceVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.