Harinya pun tiba. Siswa-siswi kelas I menyambut hari ini dengan wajah berseri-seri. Well, sejak hari ini mereka semua sama, termasuk Vanya. Seragam putih abu-abu. Ia tidak lagi asing, tidak lagi mencolok dan yang paling penting tidak lagi terlihat mewah di mata semua warga SMA. Ia akhirnya sama dengan yang lain. Sederhana.
Aku menapak di gerbang sekolah. Menyapu pemandangan dihadapanku dengan semangat baru. Aku yakin hari ini akan datang, masa dimana aku menjadi anak SMA sesungguhnya. Aku menatap siswa-siswi yang kini berseragam putih abu-abu mewarnai penjuru sekolah, tidak lagi ada warna-warni.
Vanya meletakkan tas di bangku dan lekas turun lagi untuk baris upacara. Dasi panjang abu-abu dan topi berlogo SMA Negeri. Ia tadinya mau berdiri paling depan tetapi sayang kalah cepat. Padahal ingin sekali melihat formasi Paskibra.
"Hai! Aku Mutia." Mutia tiba-tiba berdiri di sebelah kiri Vanya dan tersenyum. Vanya menyambutnya dengan senyum terbuka. Dan sejak itu mereka berteman.
"Aku Anggun." Anggun menyenggol Vanya akrab dari sebelah kanan, ia juga datang tiba-tiba. Vanya menyambutnya anggun. Dan mereka mulai berteman.
Chemistry sudah mulai nyaladi sekolah ini!
Apalagi setelah upacara selesai, ini rasanya hal yang ditunggu Anggun, Mutia dan Vanya supaya mereka bisa mengobrol dengan leluasa. Mengakrabkan diri.
"Aku pikir hari ini akan menjadi hari menyenangkan untukmu. Akhirnya seragam ini." Anggun merangkul Vanya.
Aku terharu. Akhirnya setelah sebulan aku mendapat teman. Mereka sepertinya memperhatikanku kemarin ."Apa kemarin aku terlihat bodoh?"
"Tidak. Kau terlihat begitu kuat. Apalagi ketika kau melawan si Dinda yang ternyata menyebalkan. Aku memperhatikanmu dengan seragam kotak-kotak biru itu. Kau begitu pantas memakainya. Dan kau merasa nyaman dengan dirimu sendiri." Jelas Anggun. "Bahkan MOS kemarin kau sudah menyita perhatian satu sekolah."
"Sebaliknya, aku merasa asing. Agghh kalian, ke mana saja kemarin?" Aku memeluk dua teman baruku. Tanpa kusadari mataku berbinar.
"Aku sebenarnya ingin sekali mendekatimu tetapi ragu karena aku pikir kau sama seperti kata mereka. Angkuh dan akan menolakku, tetapi ternyata tidak." Mutia si kecil imut dengan rambut hitam panjang tersenyum.
"Sejujurnya aku sangat membutuhkan teman kemarin. Aku bukannya tidak memperhatikan sekitar tetapi aku sibuk dengan ketakutanku."
"Dan sekarang kita teman." Mutia dan Anggun bicara bersamaan.
Mereka pun tertawa.
"Sepertinya kita harus berjemur lagi. Cepat. Teman-temen yang lain sudah ganti kaos olah raga." Kilah Vanya ketika melihat beberapa teman sekelas sudah mengenakan kaos olah raga.
Hari ini Pak Slamet membuat pertandingan voli. Kelas sudah berlatih sebulan kemarin dan pertandingan ini untuk nilai pertama di jurnalnya. Semacam ulangan.
Kulitku mulai terbakar, gerah, ahh rasanya ingin mandi saja! Menyerah! Aku mengikat rambut. Giliranku.
"Kita setim Vanya." Suara itu kedengarannya ramah. "Namaku Bayu." Vanya membalas Bayu dengan senyuman. "Lawan kita si Ketua Kelas. Hati-hati kepalamu." Kemudian Bayu mengambil posisinya, Vanya juga.
Aku menatap bola yang akan dipukul Yudit. Dan aku pun melompat ketika bola itu ke arahku. Buk!! Ternyata aku bisa mengembalikan bola itu ke lawan dengan passing yang lumayan membuat tanganku merah. Mereka membalasnya, lagi-lagi aku melompat. Dan kami melakukan itu berbalas-balasan. Permainan semakin seru apalagi ketika sorak sorai mulai menggema. Aku mulai menyukai ini. Semangatku membara. Aku mulai berkeringat. Entah kenapa aku suka ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
RomanceVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.