Sepanjang hari Vanya benar-benar menahan tangis. Ketika bel air matanya pun akhirnya jatuh dan ia lekas menyembunyikan ini dari teman sekelas.
"Vanya, yuk!" Anggun dan Johan sudah menjemput.
"Kau kenapa?"
Vanya menggeleng.
"Aku tahu, lagi-lagi Ruben. Biarkan saja dia sama urusannya, kami bersamamu Va." Anggun menggandeng lengan Vanya. "Aku semakin tidak suka melihat mereka yang semakin beredar. Kau harus kuat Va."
Hari ini karena Mutia sakit, Ruben pun ikut tanpa Diaz. Percis seperti diskusi tadi pagi, mereka berangkat naik mobil Vanya dan kecanggungan sangat terasa, tidak seseru waktu kelas satu.
"Mutia." Sapa enam sahabat ketika sampai di kamar Mutia. Wajahnya pucat sekali, bibirnya kering, ia hanya berbaring ketika sahabat-sahabatnya datang. Alfa menghibur Mutia, untung saja ada dia sehingga kecanggungan bisa mencair. Dan hari ini Anggun benar-benar tidak melepas Vanya.
Aku dan Vanya dingin sekali, bahkan sampai sekarang kami tidak saling menatap, boro-boro ngobrol!
"Vanya."
Bayu, Johan, Anggun dan Alfa langsung jalan lebih cepat ketika Ruben menyebut nama Vanya. Mereka berharap perbincangan mereka berdua menghasilkan sesuatu yang baik untuk persahabatan mereka yang sedang kemarau.
Vanya menahan nafas. "Ya."
"Apa kita sama sekali tidak bisa berteman?"
Vanya menarik nafas panjang. "Kita tetap berteman."
"Maaf kalau aku merusak.."
"Tidak. Kau jangan merasa bersalah, lakukan apa yang harus kau lakukan." Setelah memotong kalimat Ruben, Vanya kemudian menyusul yang lainnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
RomanceVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.