"Kau lebih baik jalan samaku daripada terus menguntit Diaz dan liburan ini rusak." Vanya menggandeng Anggun. "Kita jalan bertiga sama Alfa.""Aku tidak habis pikir dari tadi dia melompat seperti katak!"
"Aku pikir waktu kecil dia diberi makan katak makanya dia selalu melompat." Sambar Mutia. "Lihat, ia sekarang mendekati Bayu karena Alfa jalan sama kalian."
"Kalau aku jadi kau, aku langsung gandeng Bayu dan melotot ke anak kelas satu itu. Sana Mut pelototi dia dan jadilah tegas. Dia sudah diluar batas!"
"Sudah. Kita baru main tiga wahana dengan antrian lumayan, mending kita makan es krim dulu." Alfa menenangkan.
"Aku keliling sebentar. Ada yang mau ikut aku?"
"Tidak Johan kami mau makan es krim. Kau mau?"
"Tidak. Aku mau keliling saja."
"Bayu!" Teriak Mutia menghampirinya. "Bayu! Kau mau es krim?"
"Kalian di sini rupanya?" Ruben berpapasan sama Mutia.
Mutia mulai kewalahan, dari tadi Bayu tidak menanggapinya. "Ruben apakah kau bisa menyuruh kekasihmu jaga sikap?" Protes Mutia. Bayu sudah berkali-kali menghindar tetapi kelakuan Diaz sangat berlebihan sehingga selalu saja membuat kesalahpahaman untuk hubungan mereka.
Vanya, Anggun dan Alfa yang tadi sedang duduk menikmati es krim tiba-tiba menoleh mendengar suara Mutia yang terdengar begitu emosi seperti suara tukang minyak yang berteriak "Minyaaaak!". Johan yang sibuk dengan kamera SLRnya pun tidak jadi menjepret padahal bidikannya sudah tepat sekali memotret ABG-ABG manis bercelana pendek diatas paha. Bayu sendiri hanya diam karena daritadi Mutia sudah melotot karena Bayu tetap saja menjaga perasaan Ruben, sementara pacarnya tidak.
"Maaf Ruben. Aku akan bicarakan ini berdua dengan Mutia." Bayu lalu menarik lengan Mutia. "Ikut aku Mut."
Di sinilah semua dimulai.
"Diaz apakah kau bisa jaga sikapmu?!" Ruben membentak Diaz di depan sahabat-sahabatnya. Mereka kaget karena Ruben kali ini benar-benar marah. Dia tidak pernah bersikap seperti itu.
Langkah Mutia dan Bayu terhenti.
Anggun, Vanya dan Johan mendekat. Alfa membuang stik es krimnya.
"Ruben." Bayu berusaha bicara, namun suara manja dengan muka merah mendahuluinya. Ia hanya bisa menoleh bersama lima pasang mata lainnya.
"Ka Ruben?" Sedetik Diaz langsung menangis.
Wajah Ruben geram, ia tidak menghentikan amarahnya untuk menatap tajam pada Diaz. "Belakangan aku memperhatikanmu kelewat batas Diaz. Kau benar-benar membuatku malu."
"Malu? Kau malu?"
"Kau pacarku, seharusnya kau disampingku. Bukan bertingkah kecentilan seperti haus kasih sayang laki-laki. Mereka ini sahabat-sahabatku dan kakak kelasmu, seharusnya kau bersikap hormat sama mereka bukan tebar pesona. Bayu punya pacar, apa kau menghargai dia dan Mutia? Apa kau pernah membalikkan cermin kemukamu sendiri Diaz? Aku sudah berusaha menerima semua kemanjaanmu dan membawamu kelingkunganku tetapi kau merusaknya!" Kemarahan Ruben memuncak. Sahabatnya tidak ada yang berani menahan. Mereka justru ingin tahu respon Diaz.
"Kau akhirnya cemburu kan? Akhirnya kau tahu kan bagaimana di posisi aku?" Diaz menangis. Tetapi tangisannya membuat semua muak. "Kau sudah mempermalukan aku di depan sahabat-sahabatmu. Kau bahkan menyakiti aku."
"Kalian selesaikan urusan kalian berdua. Kami mau main." Alfa memberi kode untuk meninggalkan mereka. "Drama!"
Ruben menarik tangan Vanya. Vanya kaget. Johan, Alfa dan Anggun juga kaget. Johan menahan Bayu dan Mutia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
Roman d'amourVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.