"Kalian kenapa mukanya ditekuk? Belum sarapan?" Tanya Mutia melihat Bayu dan Johan dengan tampang kusut pagi-pagi.
"Apa Vanya sudah datang?"
"Belum ke kelasnya Jo. Anggun?"
"Anggun enggak masuk, dia izin acara keluarga."
"Ada apa? Kita enggak punya markas lagi sekarang jadi bingung mau nongkrong di mana. Mau ke kelas Ruben?"
"Kita ke kelas Alfa saja."
"Boleh."
Pagi ini cuaca begitu cerah namun wajah Bayu, Johan dan Alfa tidak secerah langit. Mereka muram dan tidak bersemangat, Mutia sampai lelah bertanya namun tidak ada jawaban yang serius. Sejak kelas dua Mutia merasa tidak ada semangat hebat yang berkibar-kibar dalam diri Tujuh Sahabat, perpisahan kelas ini merubah semuanya.
"Ayo dong semangat, katanya enggak mau kalah sama ucapan si supir."
"Anggun enggak masuk sekolah saja aku kesepian, apalagi kalian yang hanya sendiri di kelas. Paradox banget. Dan kelasku tidak nyaman, apalagi masih sekelas sama Yudit. Sepertinya ini konspirasi!"
"Kalau Yudit macam-macam beritahu aku Jo."
"Johan kan Kempo Bay, dia sudah bisa membela diri. Ya kan Jo?"
Johan mengangguk. "Untungnya ketua kelasnya bukan Yudit, kalau dia ketua kelas pasti makin semena-mena. Dan untungnya dia bukan kandidat OSIS, makin besar kepala anak itu!" Johan melihat ke arah lapangan, dia melihat Ruben dan Vanya yang baru saja datang. Spontan ia menggeleng, tenggorokannya tercekat.
"Vanya!! Ruben!!" Teriak Mutia.
Bayu dan Alfa menoleh ke lapangan. Johan yang dari tadi sudah tahu diam saja.
"Selamat Pagi! Aku tadi pas mau ke sini lihat Ruben di koridor aku samperin deh. Oh yah, aku bawa kue." Wajah ceria Vanya disambut ceria oleh Mutia. Johan, Bayu dan Alfa menerima kue sarapan Vanya tanpa suara. Mereka menahan nafas.
"Masih sepuluh menit bel, kita di sini dulu aja. Enggak apa-apa kan Al?"
"Iya Va." Wajah gelisah Alfa semakin gelisah. Ia menggigit bibirnya.
"Sedih yah kita enggak sekelas lagi. Aku kangen deh sama masa-masa kelas satu. Nanti pulang sekolah kalian ke rumah aku yah, sudah lama kita enggak kumpul bareng. Seandainya kita masih sekelas pasti kita sama-sama terus kerjain tugas kelompok. Sekarang aku kerja kelompok keseringan kerjain di kelas pulang sekolah."
Tak satu pun dari mereka yang menanggapi tawaran Vanya. Mereka seperti orang yang baru pertama kali bertemu, bahkan di awal perkenalan mereka tak sekaku ini. Ruben sadar, dialah yang memulai. Ia menarik nafas panjang sambil menyembunyikan jemarinya kekantung celana.
"Iya. Kita nanti ke rumah kamu Va. Mba Rum masak cumi goreng tepung kan?" Tanggap Ruben. "Masa SMA masa yang paling menyenangkan, tahun ini kita harus tetep sama-sama, jangan mau kalah sama ucapan supir waktu itu."
Bayu dan Alfa terkesiap lalu membuang muka.
"Setelah Roland and the bastards lulus, kejutan apalagi yah tahun ini?"
Kelimanya langsung menatap Mutia. Mutia sampai kaget dihadiahi tatapan itu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
RomanceVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.