"Hai Vanya!"
"Hai Linda."
"Apa kalian benar pacaran?"Linda menunjuk ke arah Ruben.
"Gosip. Hanya sahabat."
"Jujur, aku tidak percaya ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan."
"Oh yah?"
"Menurut beberapa novel yang pernah kubaca."
Vanya pun tertawa.
"Ada apa?" Ruben menanyakan topik obrolan mereka.
"Tidak." Jawab keduanya.
"Aku duluan."
"Lain kali kita ngobrol lagi, Linda."
Linda mengangkat jempolnya.
"Apa kau percaya ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan, Ruben?"
"Hmm... tergantung."
"Maksudmu?"
"Tergantung mereka menanggapi hubungan mereka."
Vanya senyum curiga.
Lagi-lagi Ruben mengacak rambut sahabatnya itu. Mereka jadi kejar-kejaran sampai ke kelas. Dan itu membuat yang lain semakin curiga hubungan mereka. Apalagi dilanjutkan dengan candaan di koridor sekolah. Vanya bisa tertawa lagi. Yah bisa! Ruben selalu membuatku tertawa.
Bel!
Akuntansi.Guru ini tidak terlalu menyukai Vanya sejak pertemuan pertama, sekarang ia malah tidak menyukai Tujuh Sahabat sejak semester dua, tepatnya setelah pertarungan itu. Apalagi sejak Vanya duduk bersama Ruben, Alfa bersama Anggun dan Mutia bersama Bayu!
"Dia selalu begitu!"
"It's just a personnal problem." Ujar Bayu menenangkan Vanya, Anggun dan Mutia yang tersinggung dengan sindiran Ibu Ningrum.
Tadi Guru Akuntansi itu menegur soal posisi strategis kelas. "Rupanya para pengagum cinta banyak sekali di kelas ini! Dan emansipasi begitu menggaungnya di era modern, termasuk mengejar cowok!" Matanya menatap penuh sindiran ke arah Vanya karena ia yang pindah duduk ke belakang.
"She just envy."Tambah Bayu lagi.
Tujuh Sahabat tertawa.
"Sudah jangan dipikirkan dia akan berubah kalau menikah nanti." Tambah Ruben sambil merangkul Vanya. Vanya pun melingkarkan lengannya ke pinggang Ruben.
"Memangnya siapa yang betah dengan perangainya yang judes dan dingin?" Sahut Vanya. Rangkulan Ruben pindah ke kepala Vanya untuk mengacak rambutnya.
"Ruben!! Rambutku berantakan lagi!" Mereka pun kelitik-kelitikan.
"Aauu. Ah kan Ruben, baju aku kecoret pulpen."
"Kenapa kau terus menaruh pulpen di sakumu?"
"Ini soal kebiasaan. Aku meniru Alvaro."Jawab Vanya sambil menghapus jejak pulpen yang ternyata ikut mencoret tangannya.
"Sini aku bantu bersihkan. Pakai minyak kayu putih." Ruben menggamit lengan Vanya kemudian membantu membersihkan.
"Kita kayak bukan anak SMA kalau begini. Jorok. Ini ulahmu!"
"Kau diam dulu nanti susah bersihnya."
"Baiklah. Kau atur saja." Vanya mengalah.
"Nanti kalau tanganmu jorok bisa dihinggapi lalar."
"Dihinggapi kumbang."
Tawa mereka mengembang lagi.
"Ssstt.. anak perempuan ketawanya kalem." Ruben menutup mulut Vanya. Mereka bertatapan tersipu malu sambil senyum.
![](https://img.wattpad.com/cover/23821092-288-k516206.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
RomansaVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.