"Alfa!!"
Suara bantingan pintu membuyarkan konsenterasi Alfa yang sedang merumuskan soal-soal Fisika. Pinsil yang ia jepit sontak melompat dari jarinya seiring dengan tatapan kaget yang menyorot tubuh gempal yang tiba-tiba menyeruak dengan suara kencangnya seperti suara orasi anak punk di bis mayasari.
Belum terkatup pupil mata yang tadi melotot marah, sebuah gerakan sekilat cahaya menembus hebat diudara mendarat disebuah headset yang terpasang dikepala korban. Terampas kasar. Menyentak dua gadis dibelakangnya yang berteriak jangan. Si korban hanya diam tanpa suara. Shock! Headset itu hadiah juara dari sepasang Bapak dan Ibu yang lebih mencintainya dari orangtuanya sendiri.
"Jadi kamu enggak hormati saya gara-gara barang ini?!" Kaki kokoh itu pun sempurna menghancurkan barang penuh kenangan yang tidak mungkin dia berikan untuk putra semata wayangnya. Alfa hanya bisa meratap tanpa satu kata pun terucap.
"Sudah hancurkan? Ini kan yang kau mau? Itulah! Apa perlu saya tunjukkin siapa saya supaya kamu hormat sama saya? Orang lain di luar sana hormat sama saya, tapi kamu enggak. Enggak akan sukses kamu!! Enggak akan sukses!" Sumpah itu pun memecahkan langit. Juga hati seorang anak yang selama ini menyimpan setitik kasih yang mungkin akan bersinar disuatu hari yang tak terduga. Kini titik itu padam.
Lengan kokoh berurat terulur tegang menarik wajah yang dari tadi menggigit rahang menahan sabar. "Kamu diam? Tapi matamu melawan sama saya." Tinju hebat tepat menghujam bibir. Alfa sempat mengelak.
Tidak kena, Bapak semakin naik pitam. "Enggak berguna kamu! Enggak kamu hargai saya!" Siku pun membentuk sudut tepat dipundak.
Tungkai kaki Alfa tak sanggup lagi menopang tubuhnya yang bergetar. Sepuluh jemarinya bahkan tak sanggup mengepal. Otaknya kosong. Ia hanya mampu bernafas, itu pun sesak.
"Cukup Pak!!" Teriak Mbak Arlin setengah menangis. Dipapahnya Alfa ke tempat tidur. Air matanya menetes berkali kali. "Maafin Bapak Al, maafin Bapak. Dia hanya berharap berlebihan sama kamu Al, tapi dia enggak tahu caranya."
"Kalau kau mau lawan saya, kau enggak akan pernah bisa!!" Teriak Bapak sambil menuruni tangga. Sumpahnya masih belum habis terlontar. Tanpa ia sadari ia sudah menanamkan akar pahit yang tertancap dalam dihati putra tunggalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Persahabatan
Storie d'amoreVanya. Mutia. Anggun. Bayu. Ruben. Alfa. Johan. Potret persahabatan dengan sejuta cerita yang terekam dalam seribu bingkai ekspresi.