11. Lagi-lagi Harus Berpisah

837 98 38
                                    

"Hal yang paling menyakitkan adalah ketika kamu menyadari perasaanmu, tetapi orang itu telah pergi dari hidupmu."

-Radella Maurillea Reinner

-🥀-

Radella sedari tidak bisa tidur, sudah pukul sembilan malam, tetapi Arkan belum juga pulang.

Air matanya mengalir, ia bingung dengan perasaannya. Di satu sisi Radella sangat mencintai Arkan, takut kehilangannya. Namun, di sisi lain Radella nyaman saat bersama Yang Shee, Radella juga tidak mau kehilangan laki-laki itu untuk kedua kalinya. Radella tahu ini perasaan yang salah.

Pintu kamar dibuka oleh Arkan, Radella dengan segera menghapus air matanya. Bisa-bisanya ia tidak mendengar ada suara mobil.

"Kenapa belum tidur?" tanya Arkan.

"Nggak bisa tidur," jawab Radella.

Arkan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Gue ngantuk, mau tidur," ucap Arkan tidak mempedulikan Radella. Laki-laki itu merebahkan tubuhnya, satu tangannya terlipat menutupi mata.

Radella terkejut mendengarnya, ia kira Arkan akan menanyakan apa yang sedang dipikirkan, berusaha membuatnya tertidur, atau mungkin menemaninya begadang.

Apa Arkan marah padanya?

Radella tidak bisa menahan air matanya lagi, ia bangun dan pergi keluar kamar.

Tepatnya Radella pergi ke ruang keluarga. Ia menangis tanpa suara. Wajar jika Arkan marah padanya, tetapi Radella sangat takut. Arkan tidak pernah tidak peduli dengannya. Ia takut Arkan akan meninggalkannya. Meskipun seperti itu untuk menolak permintaan Yang Shee, Radella tidak bisa.

Wanita itu memejamkan mata, kedua tangannya menjambak rambutnya kuat. Sial, sifat itu kembali hadir disaat seperti ini. Radella menggigit bibir bawahnya, dadanya terasa sangat sesak.

Sebuah pikiran buruk terlintas di benaknya. Mungkin jika dirinya tidak ada, Radella tidak perlu merasa sebingung dan sesakit ini. Ia tersenyum lemah membayangkan kejadian itu. Kemudian kepalanya langsung menggeleng.

"Del, ini cuman efek dari sifat sialan itu. Lo nggak boleh nyakitin diri sendiri, masih ada malaikat kecil di dalam perut lo," batinnya sembari memukul kepalanya sendiri, berusaha menghilangkan pikiran itu.

"Gue emang bodoh!" makinya pada diri sendiri.

Tanpa pikir panjang lagi Radella langsung bangkit, mengambil cutter yang ada di laci lemari. Ia mengeluarkan benda tajam itu dari tempatnya.

Senyum jahatnya terbit saat membayangkan kejadian selanjutnya, tangannya bergerak perlahan hendak menggoreskan pada pergelangannya.

Namun, belum sampai tergores, cutter itu sudah terlempar jauh.

Tangis Radella pecah saat ada tubuh kekar memeluknya. Radella membenamkan wajahnya pada dada bidang yang sudah beberapa hari ini tidak ia peluk. Rasanya sangat nyaman. Laki-laki itu begitu pandai memeluknya, mungkin dia menyalurkan rasa kasih sayang, cinta, dan ketulusan.

"Jangan pernah lakuin hal bodoh lagi," pinta Arkan dengan suara serak. Nadanya terdengar begitu ketakutan.

Jantung Arkan berdegup kencang, tubuhnya melemas, ia memejamkan mata menetralisir rasa sesak di dadanya. Entah apa yang akan terjadi jika dirinya tidak melempar benda tajam itu.

"Maaf."

Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Radella, terlalu banyak kesalahan yang telah ia buat. Termasuk kembalinya perasaan pada Yang Shee dan membohongi suaminya sendiri.

Happier or Sadder? [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang