"Maaf, lagi dan lagi aku terus mengecewakanmu."
-Andrew Gema Reinner
-🥀-
Andrew melangkahkan kakinya malas saat naik ke tangga jalan menuju kamarnya. Tinggal satu tangga lagi suara seseorang menghentikannya.
"Berantem sama siapa lagi kamu?"
Andrew menoleh, kemudian turun dari tangga dan menghampiri Arkan yang masih berdiri. Sudah jelas, ia pasti akan dimarahi.
"Maaf Pah, Andrew-"
"Papah udah bilang Andrew, berhenti berkelahi! Tidak semua masalah harus diselesaikan dengan cara kekerasan! Lagi-lagi kamu kecewain Papah, kamu pikir Papah nggak tau kalau kemarin kamu terlambat dan masuk gerbang belakang?"
Andrew menunduk, tangannya mengepal kuat, ia benci disituasi seperti ini. Andrew tahu setelah berkelahi, balapan, atau bolos akan berakhir seperti ini, Arkan akan memarahinya.
Sekarang Arkan bahkan tidak mengizinkan Andrew untuk menjelaskan, sepertinya pria itu terlalu muak mendengar penjelasannya.
Biasanya mamahnya yang akan membela Andrew, dan menenangkan Arkan. Hanya Radella satu-satunya orang yang selalu ada di pihaknya dan membelanya tanpa menyalahkan.
Namun, entah ke mana perginya wanita itu sekarang.
"Guru kamu kemarin nelpon Papah, Andrew! Sampai kapan kamu terus seperti ini? Papah tidak pernah menuntut kamu menjadi pintar, tapi seenggaknya jangan menjadi murid bandel."
***
"Andrew, mamah boleh masuk?" izin Radella setelah mengetuk pintu kamar putranya.
Andrew yang sedari tadi melamun tersadar. "Iya Mah, masuk aja, nggak dikunci kok."
Radella membuka pintunya lantas masuk ke dalam kamar bernuansa cat putih abu-abu, wanita itu duduk di ranjang putranya.
"Lukanya udah diobatin?" tanya Radella dengan tatapan hangat.
"Sudah," jawab Andrew dengan senyuman.
"Maaf ya, tadi Mamah nggak bisa bela kamu, Mamah ke rumah Oma Erin bentar," sesal Radella.
Andrew terkekeh pelan. "Apa sih, Mah? Andrew nggak apa-apa, cuman dimarahin biasa doang."
Bohong.
Iya, Andrew berbohong.
Nyatanya ia takut, hatinya sakit saat Arkan memarahinya. Andrew merasa tidak pernah benar di mata papahnya.
"Maaf ya, Mah, Andrew selalu ngecewain Mamah sama Papah."
Radella menggeleng, ia menarik Andrew ke dalam pelukannya.
"Kamu nggak pernah ngecewain Mamah sama Papah, Papah itu sebenernya sayang banget sama kamu, cuman Papah khawatir makanya marah," jelas Radella sembari mengusap rambut putranya.
Andrew tersenyum mendengar itu, hatinya sedikit tenang.
"Udah makan siang? Mau Mamah suapin?"
Andrew melepas pelukannya sembari menggeleng. "Andrew udah makan di kantin tadi."
Radella mengangguk. "Ada sesuatu yang mau diceritain? Sini Mamah dengerin."
***
Andrew tengah mengotak-atik motornya di bengkel Fariz. Geng VR, salah satu musuh Black Eagle nanti malam mengajak balapan, jadi Andrew harus memastikan bahwa kuda besinya baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier or Sadder? [END] ✓
Teen Fiction|| SEKUEL CERITA TEARS OF SINCERITY || ⚠️ Cerita yang bakal bikin kalian suudzon, emosi, dan senyum-senyum sendiri! ⚠️ *** Pernahkah kamu berkhayal? Menghayal menginginkan hidup bersama seorang Pangeran. Namun, sudahkah kamu memikirkan bagaimana keh...