Tiba-tiba suara seperti ledakan yang besar terdengar begitu keras memecah keheningan suasana yang mulai menginjak malam.
"Gema! Itu suara apa?! Lo baik-baik aja, 'kan?!" tanya Claire semakin panik.
"Bonsai, tenang oke? Gue nggak tau itu apa, di sini nggak ada apa-apa," jawab Andrew.
Di depannya memang sepi. Tidak ada orang, tidak ada apa-apa. Yang ia lihat hanya langit yang gelap, dan kesunyian.
Claire duduk bersandar di belakang pintu, ia menyandarkan kepalanya di sana. Diam menyelimuti keadaan, sepertinya kedua orang itu tengah berperang dengan isi pikirannya sendiri.
"Bonsai," panggil Andrew pelan, tenang, dan serius, tetapi nadanya sungguh tidak enak didengar.
"Gema, please jangan nakutin gue," pinta Claire, ia sedang ketakutan, bukannya terlalu jahat jika Andrew justru bercerita tentang melihat hantu?
"Asap Claire, ada asap!"
Asap putih seperti asap kebakaran yang entah darimana asalnya itu mulai menutupi sekitarnya, Andrew terbatuk.
"Onta! Apa maksud lo?" panik Claire berdiri.
"Kebakaran, bunyi tadi bunyi ledakan!" kata Andrew, ia langsung berdiri mendobrak pintu ruang musik dengan kuat.
Namun, hasilnya tetap sama, justru kaki Andrew yang merasa sangat sakit. Laki-laki itu tidak menyerah, ia kembali mendobrak, menendang dengan sekuat tenaga, sampai memukul pintu itu.
Hingga sudah merasa lelah, tetapi hasilnya tetap sama. Tidak, tidak boleh seperti ini. Claire harus bisa keluar. Jika apinya merambat bagaimana?
"Gema cukup Gema! Gue udah bilang ini pakai pintu keamanan! Justru kaki lo bisa patah!" teriak Claire.
Andrew terbatuk, dan itu membuat air mata Claire meluruh dengan deras. "Gema, gue mohon lo pergi sekarang juga," mohon Claire.
"Nggak, kalau lo nggak bisa pergi, gue juga nggak akan pergi," jawab Andrew tegas.
"GEMA, PERGI SEKARANG!" bentak Claire sembari memukul pintu itu.
"Dan biarin lo di sini ketakutan sendirian?" balas Andrew.
"Please dengerin gue kali ini aja. Lo harus pergi dari situ, gue takut lo kenapa-kenapa, gue di sini aman, Gema. Gue nggak akan kena asap," jelas Claire sembari menangis ketakutan.
Ruang musik memang tertutup, kemungkinan terkena asap hanya sedikit.
"GUE BILANG GUE NGGAK AKAN TINGGALIN LO, CLAIRE!" teriak Andrew, ia menjadi frustrasi sendiri.
Andrew menjambak rambutnya, tubuhnya merosot, ponselnya mati sejak jam pelajaran terakhir karena batrainya habis.
Tangan mungil Claire yang bergetar menekan tombol call pada kontak Mika. "Jaringannya hilang, gue nggak bisa nelpon seseorang, Gema," jelas Claire.
"Lo masih punya gue, tenangin diri lo sampai bantuan datang," ujar Andrew berusaha untuk tenang, ia menutupi hidungnya menggunakan seragamnya, asap tebal semakin membuatnya sesak.
Claire pasrah, seharusnya memang Claire tidak mengajak ke tempat ini. Andai saja Claire menurut pada Andrew, ini semua tidak akan terjadi. Kata andai sekarang membuat Claire menyesali semuanya.
"Gema, lo baik-baik aja?"
Andrew tersenyum. "Gue selalu baik kalau sama lo," jawabnya berusaha untuk membuat gadisnya melupakan rasa takutnya.
Terdengar decakan sebal dari mulut Claire. "Udah gini aja masih bisa gombal!"
"Justru disituasi kayak gini kita harus bisa tenang, bercanda, isi dengan obrolan ringan kayak biasanya," kata Andrew.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier or Sadder? [END] ✓
Teen Fiction|| SEKUEL CERITA TEARS OF SINCERITY || ⚠️ Cerita yang bakal bikin kalian suudzon, emosi, dan senyum-senyum sendiri! ⚠️ *** Pernahkah kamu berkhayal? Menghayal menginginkan hidup bersama seorang Pangeran. Namun, sudahkah kamu memikirkan bagaimana keh...