41. Andrew Benci Papah?

834 95 39
                                    

Halo semuanya! Selamat malam.

Siap baca Happier Or Sadder? Spam komen sebanyak-banyaknya biar aku makin semangat ngetik! Komentar kalian bener-bener bikin mood naik💗

Vote dulu sebelum baca. Terima kasih^^

Selamat membaca <3

***

"Perbaiki apa yang masih bisa diperbaiki."

-Andrew Gema Reinner

-🥀-

Seperti ucapan Richard siang tadi bahwa malam ini Arkan, Richard, Wisnu, Sendy, Reza, dan Devon akan berkumpul. Terlihat bahwa Arkan sudah siap untuk berangkat.

"Gue mau pergi," pamitnya pada Radella begitu saja sembari berjalan.

Radella bangkit dari sofa dan mengikuti Arkan sampai depan rumah. "Ke mana?"

Arkan berhenti, ia menoleh dengan malas. "Apa gue harus selalu jelasin ke lo kemana perginya gue tiap keluar? Nggak usah terlalu deh, Ra, gue nggak suka."

"GUE ISTRI LO, ARKAN!" bentak Radella muak, air matanya meluruh, bahkan Radella mengubah gaya bicaranya.

"Apa sih yang buat lo jadi gini? Gue ada salah sama lo? Kalau iya bilang Ar, jangan kayak gini. Lo sendiri 'kan yang bilang kalau ada masalah jangan ngelibatin orang lain," terang Radella masih ingat jelas ucapan Arkan saat dirinya dulu pergi dengan Sem.

"Lo nggak ada salah," jawab Arkan.

"Terus kenapa? Karena aku kekanakan?" tanya Radella, ia mempersiapkan hatinya takut jika Arkan akan mengatakan hal-hal yang membuat hatinya sakit.

"Ya."

Saat itu juga air mata Radella menetes, ia menunduk agar Arkan tidak bisa melihatnya yang begitu cengeng.

"Maaf, aku emang kekanakan, maaf karena selalu nyusahin, maaf karena nggak bisa ngertiin perasaan kamu, dan maaf aku belum bisa jadi yang terbaik."

"Bagus kalau lo sadar, jujur aja Ra, gue muak banget sama tingkah kekanakan lo yang selalu cemburuan dan marah-marah nggak jelas," ungkap Arkan enteng.

Radella meremat ujung kaus yang ia kenakan dengan perasaan takut, cemas, marah, khawatir, semuanya menjadi satu. Radella takut Arkan akan mengatakan kalimat yang sangat tidak ingin ia denger.

Jadi, selama ini Arkan tidak suka, muak, atau mungkin sampai tahap benci pada sifatnya?

Andrew yang baru masuk ke dalam pekarangan rumah langsung memarkirkan motornya, ia melepas helmnya lantas menghampiri sang mamah yang menunduk.

"Mah, Mamah kenapa?" tanya Andrew khawatir, ia mengangkat wajah wanita tercintanya.

Sekarang Andrew bisa melihat pipi basah itu dengan kantung mata yang menghitam. Tangan Andrew mengepal kuat, ini pasti gara-gara papahnya. Tatapannya beralih pada pria yang masih berdiri santai di depannya. Ia menghadap pria itu membuat Radella berdiri di belakangnya.

"Andrew, masuk kamar," suruh Arkan.

Andrew berdecih pelan. "Kenapa Andrew nggak boleh liat orang tua Andrew bertengkar? Andrew udah cukup besar."

"Papah tau nggak, dulu Andrew janji nggak akan tinggal diam kalau ada orang yang nyakitin Mamah, Andrew janji bakalan benci orang itu. Dan sekarang orang itu ternyata Papah, terus sekarang Andrew harus apa, Pah?!"

Happier or Sadder? [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang