42. Unforgettable Rain

859 100 48
                                    

Malam ini hujan deras melanda Kota Bandung, sudah mulai masuk musim hujan, akan ada banyak genangan dan kenangan nantinya.

Akankah rumah tangganya dengan Arkan hanya akan menjadi kenangan? Tidak bisakah nantinya Radella mendengar panggilan 'Princess', lagi? Tidak bisakah Radella mendengar omelan saat dirinya diam-diam makan makanan pedas? Tidak bisakah Radella mendengar ucapan tulus dari bibirnya lagi?

Radella menatap hujan dari jendela kamarnya, ia tersenyum simpul. Kemudian Radella kembali menutup tirainya dan naik ke atas ranjang, ia melirik jam weker di atas nakas, sudah pukul 23:40, tetapi putra dan suaminya belum juga pulang. Radella meraih ponselnya, ia kembali mengirimi putranya pesan. Tidak biasanya Andrew selarut ini belum pulang.

Tangannya menekan tombol call pada kontak suaminya, lama menunggu, tetapi panggilan itu tak kunjung diangkat oleh Arkan.

Radella menelepon Dirga, pasti putranya tengah bersamanya. Namun, jawabannya sama, tidak diangkat.

Wanita itu memeluk lututnya sendiri, tatapannya tertokus pada bingkai foto di atas nakas, ada fotonya bersama Arkan dan Andrew. Seulas senyum terbit.

"Maafin Mamah, Ndrew. Mamah nggak bisa pertahanin Papah kamu," lirih Radella, ia membiarkan air matanya jatuh.

Kenangan indah saat dulu bersama Arkan terulang kembali dibenak Radella, rasanya Arkan yang sekarang sangat berbeda dengan Arkan yang dulu Radella kenal.

Masih tidak menyangka pertemuan tidak sengaja karena lemparan bola futsal itu sekarang menjadi takdirnya yang mungkin akan berakhir sebentar lagi. Kisah yang rumit, orang-orang yang masuk ke lingkar takdir mereka akhirnya kedua orang itu bisa mengendalikan takdirnya.

Mungkin setelah Arkan nanti mengatakan kalimat yang tidak pernah ia inginkan itu Radella akan kembali ke rumah orang tuanya bersama Andrew, atau mungkin membeli rumah baru saja.

Radella akan menjadi sosok Ibu dan sosok Ayah yang kuat. Tentang ucapan Sem siang tadi sepertinya Radella belum siap. Ya Radella tahu Sem tampan, sangat. Manik mata biru safir, tubuh tinggi tegap, wajah bule, alis melengkung tegas, bibir yang indah, juga kaya raya.

Namun, dari dulu perasaannya masih tetap sama setelah bertemu dengan Arkan. Laki-laki itu masih tetap menjadi pemilik hatinya meskipun sudah banyak kali Radella tersakiti.

Saat masih khawatir karena suami dan putranya belum pulang, sekarang Radella ditambah takut karena listrik tiba-tiba saja mati. Ia meringkuk memeluk lututnya sendiri dengan ketakutan, lengkap sudah kesedihannya.

Radella kembali menelepon Arkan, tetapi ponsel pria itu sekarang justru tidak aktif. Ia beralih menelepon putranya, tetapi panggilan hanya berdering.

"Astaghfirullah, kamu kemana aja sih, Andrew?"

Dep.

Tiba-tiba saja semua lampu nyala bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka dan suara nyanyian.

"Happy birthday to you."

"Happy birthday to you."

"Happy birthday, happy birthday, happy birthday to you."

Arkan datang membawa sebuah kue kotak berukuran sedang dengan lilin merah angka 38. Sedangkan di sampingnya ada Andrew yang memegang kotak kado berukuran besar.

Air mata Radella kali ini tidak bisa ditahan lagi, tubuhnya lemas, ia merasa ingin pingsan, tenaganya seakan terkuras habis. Ia menggeleng sembari menutup mulutnya tak sanggup, Radella belum bisa mencerna semuanya. Apa maksudnya ini?

"Happy birthday Princess," ucap Arkan dengan senyum jailnya.

"Happy birthday Mamah!" ucap Andrew cengengesan.

Happier or Sadder? [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang