33. Friendzone

550 85 21
                                    

"Bagaimana pun juga kita hanya ditakdirkan untuk menjadi seorang teman, tak apa lebih baik seperti ini, aku yang selalu mengagumimu dalam diam, dan kamu yang selalu membanggakannya secara terang-terangan."

-Grace Agnesia Tapiavin

-🥀-

Saat di depan Andrew, Grace langsung jongkok, ia membawa tubuh laki-laki itu ke dalam dekapannya, tak peduli pada tangan Andrew yang mengeluarkan darah hingga mengotori hoodie putih miliknya.

"ANDREW BANGUN BODOH! GUE 'KAN UDAH INGETIN LO PAKAI SARUNG TANGAN! KENAPA NGGAK NURUT?!" teriak Grace ketakutan karena laki-laki itu memejamkan matanya, darahnya mengalir cukup banyak.

Grace menangis histeris, ia mengguncang bahu Andrew kuat.

"ANDREW LO GILA, YA?! BANGUN!"

"GUE BILANG BANGUN, NDREW!"

Dirga dan yang lainnya baru sampai, laki-laki itu mengusap bahu Grace, berusaha menenangkan, padahal biasanya gadis kuat itu jarang sekali menangis.

"PANGGIL AMBULANCE!" perintah Luke.

"LO MAU NINGGALIN GUE, HAH?! GUE BILANG BANGUN, BEGO!"

Grace menggeleng tak percaya. "Ndrew, gue mohon bangun," pintanya lirih, tubuh Grace lemas seketika.

Di tempat lain Claire tengah berduaan dengan Galen di kamar laki-laki itu. Claire memang sudah biasa seperti ini, Claire percaya bahwa sahabatnya sejak SD itu tidak mungkin akan macam-macam dengannya.

"Gal, makan dulu," suruh Claire memegang semangkuk bubur.

Galen menggeleng. "Lo 'kan tau gue nggak suka bubur."

"Tapi lo masih sakit, makan dikit aja, nggak inget kata dokter, hah?" omel Claire.

"Lo aja sini makan, gue suapin," balas Galen.

"Gue tadi udah makan di rumah." Claire menyerahkan satu suap bubur, tetapi Galen masih setia menutup mulutnya.

"Galen!" kesal Claire.

"Gue pengin tidur aja, Claire," jawab Galen.

"Iya, abis minum obat tidur, tapi sekarang makan dulu."

"Janji deh kalau lo makan gue bakal turutin kemauan lo," tawar Claire.

Galen mengangguk. "Setelah makan tungguin gue, gue mau tidur."

"Oke!" jawab Claire tanpa berpikir, ia mulai menyuapi Galen dengan telaten. Sesekali membersihkan sudut bibir laki-laki itu yang kotor.

Setelah selesai makan dan minum obat, Galen menidurkan kepalanya di atas paha Claire, ia memejamkan matanya semakin nyaman saat Claire mengusap halus rambutnya penuh sayang.

"Jangan pergi," pinta Galen dengan mata terpejam.

"Enggak, gue di sini nungguin lo sampai bangun," jawab Claire.

Napas Galen terdengar mulai teratur, laki-laki itu tertidur dengan senyuman.

"Selamat tidur, cepat sembuh Gal."

***

Sejujurnya Andrew mendengar teriakan panik teman-temannya, tetapi pikirannya langsung kosong, kemudian yang ia ingat hanya Claire. Saat itu Andrew sangat sulit membuka matanya, dadanya yang menghantam aspal jalan membuatnya sesak, ia mencium bau anyir dan merasakan cairan kental mengalir dari hidungnya, ditambah ia merasakan sakit ditangannya bagian kiri.

Happier or Sadder? [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang