50. Mengukir Kenangan

541 80 31
                                    

"Claire, ini gue beliin bubur ayam, gue suapin, ya?" tawar Galen duduk di samping Claire.

Sejak pagi tadi Claire masih tetap diam, bahkan saat ditanya guru untuk menjawab soal Claire menjawabnya salah, seperti tidak biasanya. Kantung matanya menghitam tanda bahwa ia menangis semalaman.

"Gimana kalau makan sandwich stroberinya aja?" tanya Mika.

Meskipun Andrew tidak ada, Claire tetap membuatkan makanan kesukaan laki-laki itu.

"Ini buat Gema, Mik, nanti biar gue makan bareng dia kayak biasanya," jawab Claire seperti orang linglung.

"Claire-"

"Galen!" potong Mika cepat, ia tahu apa yang akan diucapkan Galen, tentu saja perkataan yang tidak baik untuk Andrew.

Galen menghela napas pasrah.

"Claire makan dulu ya, Andrew 'kan udah ke Sydney, lo nggak perlu buatin sandwich lagi, dimakan aja."

"Nggak mau Mik, nanti kalau Gema minta sandwich-nya gimana? Kasihan dia," celetuk Claire membuat Mika semakin tidak tega.

"Ya udah seenggaknya lo makan dulu bubur yang dibeliin Galen," pinta Mika, Claire menggeleng.

Mika menghela napas, jalan satu-satunya hanya Andrew yang bisa membujuk Claire.

"Jaga Claire bentar Gal, gue mau buang sampah," pesan Mika keluar membawa bekas kulit kuaci yang telah ia kulum.

"Mau sampai kapan lo kayak gini? Lo harus inget Andrew udah berangkat ke Sydney, dia udah tinggalin lo, jadi lo juga harus tinggalin dia," jelas Galen, Claire diam, pandangannya kosong meskipun Claire mendengar ucapan Galen.

"Galen, ini tanggal berapa?" tanya Claire.

Galen mengernyit bingung. "Satu Desember," jawabnya kemudian.

"Ulang tahun gue kan 20 April, udah lewat jauh. Gema bikin kejutan buat gue ya, Gal?" tanya Claire seperti anak kecil, tatapannya begitu sendu.

Galen diam, ia bingung sendiri, Claire yang ada di depannya sangat berbeda jauh dari Claire biasanya.

"CLAIREEE!" teriak Mika masuk ke dalam kelas dengan heboh, ia langsung menarik tangan Claire, tetapi Claire masih diam di tempat.

"Claire lo harus ikut gue!" paksa Mika.

Claire melepaskan tangan sahabatnya. "Gue nggak mau, gue mau nunggu Gema biar nanti kalau dia ke sini nggak perlu nyari gue," jawab Claire.

"Ngomong apa sih lo? Udah cepetan ikut gue! Ini penting!"

"Udahlah Mik, kalau Claire nggak mau jangan dipaksa," ujar Galen.

"Galen, diam deh lo, ini urusan ciwi-ciwi."

"Ayo Claire cepetan keluar!" paksa Mika, tenaga Mika yang lebih besar dari Claire membuatnya mau-tak mau ikut berdiri.

Mika membawanya keluar kelas, tubuh Claire melemas, kakinya seperti tidak ada tulang yang kuat untuk menahan tubuhnya, air matanya tak bisa ia bendung lagi melihat laki-laki bertubuh tegap, mata elang, hidung mancung, rahang tegas, dan alis hitam itu kini berada di depannya tengah tersenyum.

"GEMA!"

***

Sejak pertemuan di depan kelas tadi Andrew membawa Claire ke rooftop, gadis itu sedari tadi tidak mau Andrew melepaskan pelukannya, padahal tangan Andrew sudah pegal terus memeluk Claire dari samping, bahkan Claire memegang erat tangan Andrew, seakan takut Andrew akan pergi lagi.

"Bonsai, udahan ya peluknya? Lepasin tangan gue, ntar copot dipeluk erat gitu, pegel juga gue meluk lo terus," ujar Andrew.

Claire menggeleng. "Nggak mau! Gue takut lo pergi lagi," jawab Claire dengan nada yang terdengar menggemaskan di telinga Andrew.

Happier or Sadder? [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang