04. Ketulusan Arkan Reinner

1.3K 186 26
                                    

"Sesekali egois itu perlu, karena terus-terusan memikirkan perasaan orang lain sama saja seperti menyiksa diri."

- Arkan Reinner

-🥀-

"Siang Bu," sapa barista yang bekerja di kedai kopi milik Arkan saat Radella menghampiri meja pemesanan.

"Siang, buatkan saya ice coffee latte, antarkan ke atas."

"Tapi Bu, Pak Arkan melarang kami membuatkan kopi untuk Ibu," jawab laki-laki itu.

Wajah istri bosnya kali ini tidak seperti biasanya yang ramah. Kali ini rautnya dingin, seperti tidak ada tanda-tanda semangat dan keceriaan di wajah cantik itu.

"Buatkan saja." Setelah mengatakan itu Radella langsung pergi menuju kamar khusus.

Kakinya menaiki tangga, mood Radella sedang tidak baik, ia butuh segelas ice coffee latte untuk mengembalikan mood-nya. Persetan dengan larangan Arkan.

Wanita itu pergi ke balkon, kemudian duduk di sana. Poni rambutnya yang sedikit panjang diterbangkan oleh angin, tatapan matanya kosong.

Barista tadi bertanya pada teman-temannya.

"Gimana nih? Kalau gue buatin, nanti gue dipecat sama Pak Bos, kalau gue nggak buatin, gue juga bisa dipecat sama Bu Bos," jelasnya serba salah.

"Telepon Pak Bos aja, Bu Bos juga lagi hamil. Kalau dia kenapa-kenapa mau tanggung jawab lo?" saran temannya.

Satu teman lainnya menimpali. "Bener tuh, ingat mereka keluarga Reinner. Bisa-bisa kalau Bu Della kenapa-kenapa, urusannya bakalan ribet."

Keluarga Reinner adalah salah satu marga yang dihormati banyak orang. Selain karena dari kalangan orang kaya raya, mereka juga keluarga yang terkenal kedermawanannya.

Seorang pengusaha muda yang tampan menikah dengan putri cantik keluarga Vinky, terlebih hubungan mereka sempat melibatkan putra pengusaha terkenal, Vyandra. Tentu saja membuat mereka semakin terkenal.

Jika ada yang mengusik salah satu anggotanya, maka tidak segan-segan Arkan akan membuatnya membalas atas perbuatannya.

Banyak orang mengira keluarganya terlihat sempurna. Namun, nyatanya masih banyak kekurangan di dalamnya.

"Ya udah deh, gue telpon Pak Arkan aja." Laki-laki itu merogoh ponselnya dan menelepon Arkan.

"Siang Pak. Lapor, Bu Bos tadi minta dibuatin ice coffee latte, saya sudah mengingatkan bahwa Bapak tidak mengizinkan. Tapi Bu Della tidak menghiraukan," jelasnya.

"Radella masih di sana?" tanya Arkan di seberang sana.

"Masih Pak."

"Jangan buatkan, saya ke sana sekarang," pungkas Arkan langsung menutup panggilannya.

***

Suara pintu terbuka, Radella yang tadinya sedang berperang dengan pikirannya sendiri menoleh sebentar. Ada Arkan yang menghampirinya dengan raut wajah dingin.

Alih-alih terkejut, Radella hanya diam. Tatapan matanya kembali lurus ke depan. Radella pasrah jika Arkan akan memarahinya.

"Kenapa, hm?" tanya Arkan setelah berdiri di samping istrinya.

Ternyata dugaan Radella salah, ia kira Arkan akan memarahinya karena berniat mengabaikan larangannya.

"Nggak papa," jawab Radella.

"Coba cerita." Arkan duduk di samping Radella.

"Aku nggak apa-apa, Mas. Kamu seharusnya nggak perlu nyamperin ke sini, kerjaan kamu pasti masih banyak."

Happier or Sadder? [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang