Jam sudah menunjukkan pukul 6:15, keluarga yang dari luar tampak sempurna itu tengah sarapan dengan tenang sebelum sang putra memecah keheningan.
"Oh, iya Mah, hari ini Andrew ...."
Kalimat Andrew menggantung kala manik matanya bertubrukan dengan manik mata tajam milik Arkan.
Andrew menunduk dan melanjutkan makannya, ia lupa tata tertib saat makan, bahwa dilarang berbicara sebelum selesai. Arkan tidak suka jika ada orang yang berbicara saat makan.
Setelah sesi sarapan selesai Andrew mencium punggung tangan Radella.
"Andrew berangkat sekolah dulu, Mah."
"Hati-hati, ini rambut kamu udah panjang, pulang sekolah harus dipotong," perintah Radella.
"Iya Mamah." Andrew mengecup kening sang Ibu.
Kemudian ia beralih menyalimi punggung tangan Arkan.
"Andrew pamit Pah, maaf tadi lupa, Andrew janji nggak akan ngulangin lagi," kata Andrew begitu patuh.
Arkan selalu mendidik Andrew menjadi orang yang terhormat, tetapi Andrew sering mengecewakan Hero-nya. Hubungan Andrew dengan Arkan tidak sedekat yang kalian kira. Andrew lebih dekat dengan Radella. Tidak pernah terbuka atupun bercerita dengan sang Papah, padahal Andrew hampir menceritakan semua kejadian sehari-harinya pada mamahnya.
Saat dengan Arkan, Andrew sedikit merasa canggung, papahnya terlalu pendiam, begitu tegas sampai Andrew takut salah berbicara. Jika ditanya manusia di bumi ini siapa yang Andrew takuti, jawabannya adalah papahnya.
Jarang berbicara sekali berbicara membuat Andrew merasa takut, ditambah tatapan yang mampu melemahkan lawannya, begitu dingin, tajam. Sejujurnya meskipun Andrew berani melawan preman-preman, geng mafia, tetapi ia takut saat Arkan sudah marah.
"Hm, minta uang tambahan nggak?" tawar Arkan.
"Nggak perlu Pah, ini juga udah lebih dari cukup, makasih Pah," tolak Andrew sopan.
"Jangan bolos, jangan kecewain Papah sama Mamah lagi."
***
Seharusnya Andrew tidak telat untuk hari ini, tetapi karena tadi Andrew menolong anak kecil yang jatuh dari sepeda, jadilah Andrew telat lima belas menit.
Ia memarkirkan motornya di minimarket depan sekolahnya karena parkiran sekolah sudah tutup. Tatapannya tertuju pada satu gadis yang berdiri di depan gerbang sekolah sembari berteriak keras meminta seseorang untuk membukakan gerbang.
"Ngapain si Bonsai di luar?" gumam Andrew, ia melangkahkan kakinya menghampiri Claire.
"Eh, Bonsai!" panggil Andrew.
Claire menoleh, ia menghela napas kasar. "Plis Gem, kali ini aja jangan ngajak ribut!"
"Apaan sih? Siapa yang mau ngajak ribut coba? Yang ada lo yang dikira ngajak ribut, mana koar-koar nggak jelas."
"Lo telat?" tanya Andrew setelahnya.
"Pake ditanya lagi! Iyalah!" sewot Claire.
"Jiakkk, baru pernah dalam sejarah waketos yang suka hukum orang telat ikut telat juga, mana nggak pakai dasi lagi."
"Jadi, siapa nanti yang bakal hukum lo? Gue aja gimana?" Andrew menaik-turunkan alisnya.
"Nggak berat-berat kok, paling jadi calon istri gue," lanjut Andrew enteng.
Alih-alih baper, Claire justru menatap Andrew ngeri.
"BANGUN WOI UDAH SIANG!" jawab Claire kejam.
"Mending lo bantuin gue panggil satpam aja daripada mimpi nggak jelas," kata Claire.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier or Sadder? [END] ✓
Teen Fiction|| SEKUEL CERITA TEARS OF SINCERITY || ⚠️ Cerita yang bakal bikin kalian suudzon, emosi, dan senyum-senyum sendiri! ⚠️ *** Pernahkah kamu berkhayal? Menghayal menginginkan hidup bersama seorang Pangeran. Namun, sudahkah kamu memikirkan bagaimana keh...