Ira mengerutkan keningnya. “Apa sih, gak jelas,” ucapnya, kesal. Kemudian ia melanjutkan kegiatannya tanpa menghiraukan Bian.
Bian yang kesal pun langsung menggebrak meja. Sampai membuat Ira mengejat.
Brug!
“Dokter macam apa, kamu? Pasiennya komplain malah diabaikan seperti itu,” bentak Bian.
Ira yang terkejut pun langsung menoleh ke arah Bian. “Lalu kamu pikir pasien macam apa yang mengusir dokternya? Tadi kan saya sudah katakan kalau saya tidak mau tahu tentang keluhan kamu lagi. Kamu yang mengusir saya jadi tanggung sendiri akibatnya!”
Ira pun membalas Bian dengan membentaknya. Ia tidak terima disalahkan seperti itu oleh Bian.
“Tapi saya yakin ini terjadi sebelum saya mengusir kamu!” ucap Bian sambil menunjukkan tangannya yang lebam-lebam.
Lebam di tangan Bian diakibatkan oleh tusukan jarum infus. Sebab, kemarin malam Ira sempat kesulitan untuk menemukan pembuluh darah Bian.
Ia yang sudah paham mengenai hal itu pun menganggapnya sepele. Namun Ira yang masih kesal pada Bian enggan untuk menjelaskannya.
“Whatever,” gumam Ira, sambil tetap melanjutkan pekerjaannya.
Bian pun naik pitam. Ia tidak habis pikir mengapa ada dokter yang sangat menyebalkan seperti Ira. Ia menarik krah jas Ira sampai dokter yang sedang duduk itu harus berdiri karena terangkat oleh Bian.
“Kalau kamu tidak becus menangani pasien. Lebih baik jangan jadi dokter,” desis Bian di hadapan Ira. Bahkan saat ini wajah mereka sangat berdekatan.
“LEPAS!” sentak Ira. Darahnya mendidih menghadapi Bian yang seperti itu.
Bian yang disentak oleh Ira pun langsung melepaskan tangannya. Hingga Ira hampir terjatuh. Beruntung suster sigap menangkapnya.
Setelah itu, Bian langsung pergi dari tempat tersebut tanpa berkata-kata lagi.
“Argh!” pekik Ira. Ia sangat kesal pada Bian sampai tidak dapat menahan air matanya lagi.
“Dok, yang sabar, ya!” Suster itu sudah mengetahui kronologinya karena saat tiba di sana, Ira sempat curhat padanya.
“Kok ada sih orang kayak gitu? Dia yang ngusir aku. Tapi dia juga yang nyari-nyari kesalahanku,” keluh Ira sambil menangis.
“Sabar ya, Dok. Mungkin Komandan Bian sedang ada masalah. Jadi seperti itu. Padahal biasanya beliau ramah. Apalagi waktu ada dokter Intan di sini. Komandan Bian sering datang ke sini meski hanya mengantarkan sarapan,” jelas suster.
Ira yang sedang berlinangan air mata itu menoleh ke arah suster. ‘Oooh, pantesan Abang ketar-ketir pingin ngajak istrinya pulang. Jadi itu alasannya,’ batin Ira.
Ia dapat menebak bahwa Bian menyukai kakak iparnya.
***
Sebenarnya hari ini adalah hari libur. Namun Ira harus menghadiri acara bakti sosial yang diadakan oleh kepala desa.Mau tidak mau Ira pun pergi ke tempat itu. “Duh, padahal capek banget pingin libur. Tapi gak mungkin juga mangkir. Dokternya di sini cuma gue doang,” gumam Ira, kesal, sambil berjalan menuju tempat acara.
Saat hampir tiba di pertigaan, Ira melihat ada Bian berjalan dari arah berlawanan. “Ya Tuhan, kenapa harus ketemu dia lagi, sih? Nyebelin banget, deh,” gumam Ira. Ia kesal karena Bian selalu muncul di hadapannya.
Akhirnya Ira memilih untuk mempercepat langkahnya agar bisa segera berbelok.
“Huuh, untungnya aku belok duluan sebelum papasan sama dia,” gumam Ira.
Namun, saat ia sudah berbelok, ternyata Bian berjalan ke arah yang sama.
Awalnya Ira tidak risih. Namun lama-lama ia merasa Bian seperti membuntutinya. Sebab saat ia berbelok, Bian pun ikut berbelok lagi.
‘Ck! Ni orang mau ngapain, sih?’ batin Ira.
Ia berusaha tidak peduli. Namun tetap saja hatinya tidak nyaman. Apalagi orang yang membuntutinya itu adalah orang yang ia benci. Sehingga Ira khawatir Bian akan menjahatinya.
Akhirnya Ira menghentikan langkahnya dan langsung balik badan. Dengan kesal, ia menghampiri Bian lalu langsung menyemprotnya.
“Lo ngapain ngikutin gue?” tanya Ira, ketus. Sejak kejadian tempo hari, Ira sudah tidak mau bicara sopan lagi pada Bian.
Bian yang juga merupakan orang Jakarta pun tidak heran dengan bahasa itu. “Pede banget, lo? Emang jalanan ini punya lo doang?” skak Bian. Kemudian ia langsung berlalu mendahului Ira.
Ira ternganga. Ia sangat malu karena ternyata Bian tidak membuntutinya. ‘Dia beneran gak ngikutin gue atau itu cuma ngeles aja, sih?’ batinnya. Perlahan ia balik badan dan melihat Bian benar-benar melanjutkan langkahnya tanpa menoleh.
“Ya ampun, gue bodoh banget, sih. Harusnya tadi tuh biarin aja dia jalan duluan. Jangan main semprot begitu,” gumam Ira. Rasanya ia ingin menghilang dari tempat itu karena terlalu malu.
“Semoga gue gak pernah ketemu dia lagi,” ucap Ira. Ia tidak memiliki wajah jika harus bertemu dengan Bian lagi.
Setelah tiba di tempat bakti sosial, ternyata Bian sudah tiba lebih dulu di sana. ‘Mampus gue! Kenapa dia bisa ada di sini?’ batin Ira. Sebisa mungkin ia tidak menoleh ke arah Bian dan pura-pura tak melihatnya.
Ia sangat canggung sekaligus malu.
Sementara itu Bian menyunggingkan sebelah ujung bibirnya. Ia puas melihat Ira malu seperti itu. Bian pun merasa menang darinya.
Ia berjalan ke arah Ira dan pura-pura melayani masyarakat. “Jadi sebenarnya siapa yang ngikutin siapa?” ucap Bian tanpa menoleh.
Sontak Ira terbelalak saat diledek seperti itu oleh Bian.
Set!
Ia menoleh ke arah Bian. Lalu Bian malah menjulurkan lidahnya dan kembali berlalu.
Ira pun ternganga dibuatnya. Ia sangat kesal karena Bian dengan sengaja meledeknya. ‘Sialan! Sengaja banget dia ngeledek gue. Oke, kali ini gue kalah. Tapi awas lo, ya! Suatu saat lo yang bakalan kalah,’ batin Ira.
Hidungnya sampai kembang kempis karena terlalu kesal.
Selesai acara bakti sosial, kepala desa mengajak mereka makan bersama di rumahnya. Mereka pun pergi ke sana bersama-sama.
“Ndan! Dokter itu juga gak kalah cantik dari yang kemarin,” bisik anak buah Bian.
Bian menyunggingkan sebelah ujung bibirnya. “Buat apa cantik kalau bad attitude,” sahut Bian dengan nada suara yang sengaja dikeraskan agar Ira mendengarnya.
Ira yang merasa tersinggung pun balas menyindir Bian. “Sus, warga sini ramah-ramah, ya. Tapi sayang, malah ada pendatang yang sok berkuasa dan gak ramah. Kalau kayak aplikasi, udah pasti aku kasih bintang satu,” ucap Ira.
“Makanya kalian itu kalau nyari cewek jangan asal cantik! Lihat dari kepribadiannya dulu. Punya istri cantik tapi galak yang ada malah tekanan batin,” ujar Bian. Ia tidak sadar orang yang ia sebut galak itu akan menjadi istrinya.
Ira pun semakin panas. “Makanya, Sus. Jadi orang itu yang ramah. Gimana mau laku kalau jutek begitu. Pantes aja sih ditinggal nikah. Orang juga mikir kali mau dideketin yang kayak gitu,” balas Ira.
Ira telah menyinggung hal paling sensitif. Sehingga Bian terpancing dan langsung menghampirinya.
“Maksud lo apa ngomong begitu?” tanyanya, kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...