"Tidak! Kita harus bisa segera keluar dari hutan ini sebelum malam!" ucap Bian. Kira kira berapa jauh lagi jarak yang harus kita tempuh agar bisa keluar dari hutan ini?" tanya Bian pada anak buahnya itu.
Tadi Bian berjalan sambil dibuntuti oleh dua orang penjahat yang menyandranya. Sehingga ia lupa seberapa jauh jarak yang telah ia tempuh sampai tiba di markas tersebut.
"Kurang lebih 2 km, Ndan," jawab anak buah Bian.
"Kalo hanya kita saja mungkin masih bisa dengan berjalan cepat. Tapi kan ada dokter Ira yang harus kita lindungi. Rasanya mustahil bisa keluar dari hutan ini sebelum gelap," timpal temannya.
"Maaf, ya. Gara-gara aku semuanya jadi repot repot," ucap Ira. Ia tidak enak hati karena telah merepotkan banyak orang. Bahkan sudah seperti ini saja Ira merasa menjadi penghalang bagi mereka.
"Kamu enggak perlu minta maaf. Ini sudah kewajiban kami untuk menolong setiap warga sipil yang terancam keselamatannya," jawab Bian.
"Terima kasih," ucap Ira, kemudian ia memalingkan wajah.
Entah mengapa ia sedikit kecewa. Saat Bian mengatakan bahwa hal yang ia lakukan hanyalah sebatas kewajiban sebagai tim keamanan
Ya sudah kalau begitu mari kita lanjut jalan ajak Biyan
"Lalu bagaimana dengan tim yang lain? Apakah mereka kita tinggal?" tanya Ira. Ira memikirkan anak buah Bian yang sedang melawan penjahat itu.
"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan mereka! Mungkin nanti bisa jadi mereka duluan yang keluar dari hutan ini," ucap Bian. Ia yakin anak buahnya sudah terlatih. Sehingga mampu menghadapi situasi seperti itu.
"Iya juga, ya. Mereka pasti bisa bergerak lebih cepat daripada aku," gumam Ira.
Mereka pun menyusuri hutan itu melalui tapi sungai menuju ke hilir. Mereka yakin di hilir nanti akan menemukan pemukiman. Setidaknya jika belum bisa keluar dari hutan itu mereka bisa berlindung di rumah warga.
Mereka lupa bahwa saat ini sedang ada di perbatasan. Sehingga kemungkinannya sangat kecil untuk adanya penduduk di tengah hutan tersebut.
"Tinggal setengah perjalanan lagi, Ndan," ucap anak buah Bian.
"Apa kamu masih kuat jalan?" tanya Bian pada Ira.
"Masih," jawab Ira. Padahal kakinya sudah terasa sakit. Ini kali pertama ia berjalan sangat jauh di tengah hutan. Seandainya Ira pernah berjalan jauh pun, mungkin di mall atau di kota sehingga tidak terlalu terasa capai.
"Kalau kamu enggak kuat, jangan dipaksa!" ucap Bian.
Ira pun mengangguk. Ia sudah terlalu lelah Sehingga tidak ingin banyak bicara. Apalagi kali ini dirinya pun lapar.
Di tengah perjalanan tiba-tiba kaki Ira tersandung dan terkilir. "Aww!" pekiknya.
Mereka semua menoleh ke arah Ira. "Kamu kenapa?" tanya Bian.
"Kaki aku terkilir," jawab Ira, sambil meringis.
Biar berjongkok untuk mengecek kondisi kaki Ira. Ia melepaskan sepatu yang Ira kenakan. Kemudian melihat kakinya ternyata benar kakinya terlihat memar.
"Kamu tidak mungkin bisa berjalan dalam kondisi kaki seperti ini. Biar aku gendong lagi!" ucap Bian.
"Jangan! Tadi kamu udah jalan jauh sambil gendong aku. Aku bisa jalan sendiri," jawab Ira. Ia tidak enak hati jika harus digendong oleh Bian lagi.
"Tolong bekerjasamalah! Jangan merepotkan kami! Sebab, jika kamu terus menolak, justru kami akan repot," ucap Bian.
Akhirnya Ira menurut. Ia kembali naik ke punggung Bian untuk digendong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...