71. Akhirnya

17.6K 851 35
                                        

Sepulang dari masjid, Bian ingin segera pergi ke kamar. Sebab ia sudah mendapat izin dari Ira untuk melakukannya sore itu juga. Namun sayangnya Muh malah menahannya.

"Bi, kita ngopi dulu, yuk!" ajak Muh saat memasuki rumah.

Deg!

Debaran jantung Bian yang sedang menggebu itu mendadak berhenti sejenak. "Tapi, Pah," ucap Bian.

"Udah, gak apa-apa! Biar Ira istirahat, kita ngobrol aja dulu!" ajak Muh sambil merangkul menantunya itu.

"Oh, iya Pah," sahut Bian. Ia sudah tidak dapat mengelak lagi.

'Duh, gagal lagi, deh. Semoga Papah ngobrolnya gak lama,' batin Bian.

"Mbak, tolong bikinin kopi, ya. Kamu mau kopi gak, Bi?" tanya Muh pada Bian.

"Boleh," sahut Bian.

Mereka pergi ke taman samping rumah dan duduk di kursi.

Muh berbincang panjang kali lebar dengan Bian. Ia pun menyampaikan beberapa pesan pada menantunya itu.

Meski bisa menjawab ucapan Muh, tetapi pikiran Bian tidak fokus. Ia gelisah karena ingin segera kembali ke kamar.

Namun sayangnya Muh tidak memberi celah Bian untuk pergi dari sana. Bahkan hingga azan magrib berkumandang pun Muh tetap berbicara.

"Alhamdulillah, ayo kita ke masjid lagi, Bi!" ajak Muh.

"Iya, Pah," sahut Bian. Ia pun kecewa karena gagal melanjutkan 'misinya'.

Bahkan hingga ba'da magrib, Bian masih belum bisa masuk ke kamar. Sebab setelah shalat maghrib mereka langsung makan malam.

Sejak tadi Ira senyum-senyum melihat tampang Bian. Bahkan ketika makan pun Ira selalu meledeknya.

"Katanya mau abis ashar," bisik Ira, yang duduk di samping Bian.

"Udah, deh! Gak usah ngeledek," sahut Bian, kesal.

Setelah makan malam, Muh mengajak Bian ke masjid kembali untuk shalat isya.

"Alhadmulillah. Ya sudah, kamu istirahat, sana!" ucap Muh saat pulang dari masjid.

"Iya, Pah. Terima kasih. Kalau begitu aku permisi dulu," ucap Bian, tanpa basa-basi. Ia lega karena bisa lepas dari mertuanya itu.

Saat itu Ira sudah siap menyambut Bian di kamarnya. Ia mengenakan lingerie yang ditutupi oleh kimono satin. Seluruh tubuhnya begitu harum, tanpa terkecuali. Ia pun merias sedikit wajahnya agar terlihat segar.

"Assalamualaikum," ucap Bian saat memasuki kamar Ira.

"Waalaikumsalam," sahut Ira, yang sedang duduk di sofa kamar tersebut.

Mata Bian langsung berbinar kala melihat pemandangan yang begitu menggairahkan tersebut.

Ia tersenyum sambil melepas pecinya. Kemudian ia menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam.

"Wooow, seksi sekali," puji Bian sambil menaruh peci di meja. Kemudian ia hendak duduk di samping Ira.

"Ganti baju dulu!" ucap Ira, sambil menahan Bian.

"Ya ampun, Yank. Aku udah nahan dari tadi. Kamu masih tega buat ngelarang aku lagi?" keluh Bian.

"Ganti baju kan cuma sebentar. Terus jangan lupa pakai parfum biar aku makin semangat," ucap Ira, genit. Kemudian ia mengedipkan sebelah matanya.

Melihat Ira genit, Bian jadi semakin bersemangat. "Oke! Tunggu aku ya, Sayang," sahutnya, sambil mencolek dagu Ira.

Bian pun melepas sarung dan masuk ke kamar mandi.

Komandan TampankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang