57. Hadir Kembali

8.3K 788 83
                                    

Zein ternganga melihat sikap adiknya seperti itu. “Lha, kenapa ngamuk? Apa hubungan mereka bermasalah?” gumam Zein.

“Kenapa, Mas?” tanya Intan saat melihat suaminya sedang melamun sambil menatap ke arah Ira yang semakin menjauh.

“Itu, katanya kan calonnya Ira mau pulang besok. Tapi aku cuma nanya ke dia, Ira-nya malah marah-marah,” jawab Zein. Kemudian mereka berjalan ke arah ruangan Zein.

“Marah-marah? Lagi berantem kali. Makanya dia sensi,” ucap Intan.

“Itu dia. Aku juga mikirnya begitu. Cuma aku khawatir aja kalau ternyata cowok itu nyakitin Ira,” ucap Zein.

Ia terkesan menyebalkan karena terlalu ikut campur pada hubungan adiknya. Namun sebenarnya Zein melakukan hal itu karena sangat peduli pada Ira. Ia tidak ingin adiknya disakiti oleh pria mana pun.

Sejak awal, Zein tidak setuju Ira berhubungan dengan Bian. Selain karena Bian pernah mendekati Intan, tetapi profesor itu khawatir Bian tidak setia karena hubungan jarak jauh mereka.

“Ya udah, sekarang kita doain yang terbaik aja untuk mereka. Semoga apa yang Mas khawatirkan tidak terjadi,” ucap Intan.

“Aamiin,” sahut Zein.

“Zein!” panggil Muh yang berpapasan dengan Zein.

“Iya, Pah?” tanya Zein.

“Bisa ke ruangan Papah sebentar?” tanya Muh. Ia ingin membahas mengenai proses peralihan jabatan.

“Sayang, aku ke ruangan Papah dulu, ya,” ucap Zein pada Intan. Kemudian ia meninggalkan istrinya tersebut.

Saat tiba di ruangan Muh, pria itu langsung duduk. Namun ia bukan membahas mengenai pekerjaan, tetapi Zein malah menanyakan perihal hubungan adiknya.

“Pah! Itu calonnya Ira jadi pulang besok?” tanya Zein.

Muh mengerutkan keninganya. “Entahlah, kenapa kamu tanya ke Papah?” Muh balik bertanya.

Sebenarnya ia sudah menghubungi orang tua Bian. Muh pun sudah mendapatkan jawabannya. Namun ia tidak ingin memberi tahu Zein mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

“Ya Papah kan kenal sama orang tua cowok itu. Siapa tau Papah dapat info,” ucap Zein. Ia tidak ingin menyebut nama Bian.

“Zein, Papah manggil kamu ke sini untuk bahas pekerjaan. Masalah hubungan adikmu dengan kekasihnya, biarlah jadi urusan dia! Toh mereka belum menikah. Kalaupun gagal, mungkin bukan jodohnya,” jelas Muh.

Zein heran karena papahnya itu terlihat santai. “Papah gak peduli sama Ira?” tanya Zein. Zein seperti itu karena tidak tahu apa yang papahnya lakukan di belakang mereka.

“Bukan gak peduli, Zein. Sebagai orang tua, Papah tahu kapasitas Papah. Jadi kamu tidak perlu khawatir, ya! Saran Papah, kamu juga jangan terlalu menekan Ira. Kita gak tau apa yang sedang dia rasakan saat ini,” nasihat Muh.

“Papah gak mau nantinya Ira malah stress karena terlalu kita tekan. Sekarang anggap aja kita gak tau kalau dia pernah punya rencana mau nikah. Kalau memang Bian memenuhi janjinya, alhamdulillah. Kalau enggak, kita doakan yang terbaik untuk Ira,” lanjut Muh.

“Iya, Pah,” sahut Zein. Ia sudah tidak bisa berkata-kata lagi.

“Keluarga itu harus jadi support sistem terbaik. Jadi jangan sampai kita justru menjadi beban karena memberi tekanan padanya. Kalau bukan kita yang mendukung Ira, siapa lagi?” tanya Muh.

Zein mengerutkan keningnya. “Perasaan dulu Papah gak gitu ke aku? Aku malah ditekan terus masalah Intan. Apa Papah lupa?” tanya Zein, sebal.

“Kamu dan Ira beda kasus. Papah push kamu supaya anak lelaki Papah ini lebih gentel dan gak cuma mengandalkan gengsi. Kalau kamu sadar apa yang sudah papah lakukan untuk hubungan kalian, pasti kamu akan berterima kasih,” ucap Muh.

Komandan TampankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang