Awalnya Muh dan Irawan sepakat menunggu Bian dan Ira sambil berbincang di ruang tamu. Namun mereka sangat pensaran karena dua insan itu berbincang cukup lama.
Mereka pun ingin tahu apakah Ira memaafkan Bian atau tidak. “Bagaimana kalau kita lihat mereka?” usul Muh.
“Boleh,” sahut ayah Bian.
Mereka pun berjalan ke arah ruang tengah yang jendelanya mengarah ke taman. Tiba di sana, mereka mengintip dari balik jendela dan Muh terkejut saat melihat Bian membuka kancing kemejanya.
“Tunggu! Sepertinya dia hanya ingin menunjukkan bekas lukanya,” ucap Irawan, sambil menahan Muh yang hendak berlari ke arah mereka.
Sebagai orang tua, Muh tidak ingin anak gadisnya disentuh oleh pria yang bukan mahrom. Sehingga reaksinya cukup berlebihan ketika melihat tindakan Bian yang mencurigakan.
Namun ternyata tebakan Irawan benar. Sebagai Jenderal, tentu Irawan sangat pintar menebak situasi. Sehingga ia bisa tahu apa yang akan anaknya lakukan.
Awalnya Muh lega karena Bian hanya menunjukkan luka. Namun kemudian ia terkejut saat melihat mereka berpelukan. Muh pun langsung berlari, hendak memisahkan mereka.
“Pak, tunggu!” ucap Irawan sambil menahan Muh. Ia bicara dengan suara pelan.
“Mereka belum halal,” ucap Muh dengan wajah serius.
“Iya saya tahu. Tapi kita kan pernah muda, Pak. Mereka itu sudah terpisah cukup lama. Pasti saling merindukan. Selama masih dalam batas wajar, kita maklumi saja!” ucap Irawan.
“Tapi bagi saya itu tidak wajar,” sahut Muh.
“Saya minta maaf atas nama Bian. Tapi jika sampai dia melewati batas, baru kita tegur!” usul Irawan.
“Ya sudah,” sahut Muh. Kemudian ia memperhatiakan mereka dengan terliti. Tidak ada sedikit pun gerakan Bian yang lolos dari pandangan Muh.
Hingga akhirnya Muh melihat wajah mereka semakin mendekat. Pria paruh baya itu terbelalak. Jika ia berlari ke sana, rasanya tidak akan sempat. Sehingga Muh langsung berdehem dengan cukup kencang.
“EHEM!”
Ira dan Bian terperanjat saat mendengar suara Muh. Mereka sangat malu karena ketahuan hampir khilaf lagi. Mereka pun langsung memisahkan diri.
“Belum halal! Jangan macam-macam!” ucap Muh, tegas.
Bian salah tingkah. Ia tidak enak hati karena belum mendapat restu, tetapi sudah ketahuan macam-macam.
“M-maaf, Om ....” Lidah Bian terasa kelu. Ia bingung harus menjawab apa.
“Masuk!” ucap Muh lagi. Ia sangat kesal pada mereka berdua. Sedangkan Irawan malah tersenyum melihat Muh seperti itu. Ia tahu, meski marah, tetapi Muh tetap merestui hubungan mereka.
“Baru juga baikan, udah nyosor aja! Dasar anak muda zaman sekarang. Gak ada akhlak,” gerutu Muh sambil berjalan ke arah ruang tamu.
“Bukannya zaman kita dulu juga begitu, Pak?” bisik Irawan.
“Dulu kan kita belum paham betul masalah agama. Kalau sekarang kan semuanya sudah jelas,” sahut Muh.
“Ya sudah, kita langsung nikahkan saja mereka,” ucap Irawan.
“Kamu, sih!” tegur Ira, pada Bian.
“Namanya juga kangen banget. Kamu juga sama, kan?” sahut Bian.
“Ya iya. Tapi harusnya gak kayak gitu. Kalau Papah aku langsung nolak kamu, gimana?” tanya Ira.
“Waduh! Masa iya?”
![](https://img.wattpad.com/cover/311127211-288-k11423.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...