Ira tersenyum lebar saat mendengar ucapan Bian barusan. Hidungnya pun kembang kempis karena tidak bisa menahan kebahagiaan.
“Bi!” ucap Ira.
“Hem?” sahut Bian.
“Oke kalau kamu bilang gak semua tentara playboy. Tapi kayaknya kalau gombal mah emang iya, ya?” tanya Ira.
“Maksudnya?” Bian balik bertanya.
“Entahlah, aku merasa kamu itu suka banget gombal. Mungkin karena udah kebiasaan. Dan aku taunya emang tentara pada pinter gombal,” ucap Ira.
Beberapa teman Ira ada yang menikah dengan anggota TNI. Termasuk yang tempo hari ia mendapat bucket bunga secara tidak sengaja. Temannya yang dokter itu menikah dengan teman Bian yang merupakan TNI.
Sehingga sedikit banyak Ira mengetahui tentang anggota tersebut. Hal itulah yang membuat Ira sempat sesumbar bahwa ia tidak ingin memiliki pasangan apalagi suami seorang TNI.
“Oya? Emang kamu merasa aku gombalin?” tanya Bian.
“Iyalah. Dari tadi kamu gombal terus!” ucap Ira, sebal. Ucapan Bian terlalu manis. Sehingga Ira merasa digombali olehnya.
“Hem ... padahal aku gak bermaksud begitu, sih. Tapi maaf deh kalau kamu merasa seperti itu. Aku cuma ngomong apa yang aku pikirin, sih,” ujar Bian.
Ira hanya menjebik. Sebenarnya ia senang dengan kata-kata Bian. Namun Ira hanya takut kegeeran.
Beberapa saat kemudian mereka tiba di rumah Ira. “Kalau kamu mau mandi, mandi duluan aja! Aku mau masak mie,” ucap Ira sambil membuka kunci pintunya.
“Emang aku boleh mandi di rumah kamu?” tanya Bian. Ia merasa sungkan jika harus mandi di rumah Ira.
Ira pun menggaruk pelipisnya. “Kalau mandi di markas, kejauhan ya?” tanya Ira.
“Oh, gak apa-apa, aku mandi di markas aja kalau begitu,” sahut Bian. Ia pun langsung balik badan karena tidak ingin Ira merasa tidak nyaman.
“Eh, jangan!” ucap Ira.
“Ya?” tanya Bian.
“Mandi di sini aja! Nanti aku bisa masak mie di luar. Kamu ada kompor portable, kan?” tanya Ira. Ia tidak enak karena Bian sudah tiba di sana. Kasihan jika sampai ia harus pulang ke markas hanya untuk mandi.
“Oh, ada kok. Ya udah aku ambil dulu kompornya, ya,” sahut Bian. Ia pun berjalan menuju tenda untuk mengambil kompor.
Bian begitu bersemangat karena hari ini ia hampir seharian bersama Ira. Apalagi ketika di hutan tadi mereka sempat bermesraan. Rasanya senyuman Bian tak bisa berhenti mengembang.
Pun dengan Ira. Ia seperti mendapatkan imune booster. Bahkan jika harus tinggal di sana selamanya pun sepertinya Ira rela. Asalkan ia bisa tinggal bersama Bian.
Ira mengambil mie di dapur serta beberapa perlengkapan memasak. Kemudian ia membawanya ke luar.
“Nah, ini dia,” ucap Bian sambil membawa kompor mini miliknya. Kemudian ia menyalakan kompor itu dan Ira pun menaruh panci kecil berisi air.
“Bi! Kamu suka nonton drakor, gak?” tanya Ira.
“Aku jarang nonton. Kamu kan tau sendiri di sini susah sinyal,” jawab Bian.
“Oh, iya juga, ya.”
“Emang kenapa?” tanya Bian lagi.
“Itu, kalau di drakor biasanya mereka makan langsung dari panci. Mungkin karena di sana udaranya dingin. Jadi enak panas-panas. Nah, kebetulan di sini juga kan udaranya dingin, kamu mau coba makan dari panci langsung, gak?” tawar Ira.
“Boleh juga, kayaknya seru, tuh.” jawab Bian. Ia senang karena bisa makan sepanci berdua dengan Ira.
“Oke,” ucap Ira. Ia sangat senang karena Bian setuju dengan idenya. Ia jadi merasa seperti sedang memerankan drama korea.
“Ya udah kalau begitu aku mandi dulu, ya. Biar nanti bisa gantian mandinya,” ucap Bian.
“Iyalah gantian. Masa mau mandi bareng,” celetuk Ira.
“Kalau mau juga boleh aja, sih. Hehehe,” gumam Bian sambil berlalu menuju tenda.
“Dasar lalaki,” ucap Ira. Meski begitu ia tetap tersenyum karena bahagia.
Setelah mengambil pakaian di tenda, Bian menuju kamar mandi yang ada di rumah Ira. Ia pun mandi dengan kilat. Sebab Bian sudah terbiasa seperti itu.
Hanya dalam waktu lima menit, Bian sudah keluar dari kamar mandi lagi.
“Kenapa?” tanya Ira.
“Kenapa apanya?” Bian balik bertanya.
“Kamu gak jadi mandi?”
“Udah, kok,” sahut Bian.
Ira memperhatikan Bian. “Eh iya, udah ganti baju. Tapi kok mandinya cepet banget? Kamu mandi apa cuma cuci muka?” tanya Ira, heran.
“Ya mandilah. Aku kan udah biasa menghadapi kondisi darurat, jadi gak bisa mandi lama-lama. Nanti bomnya keburu meledak,” canda Bian. Kemudian ia berlalu ke tenda untuk menaruh pakaiannya.
“Hehehe, bisa aja Pak Tara,” gumam Ira sambil tersenyum.
Setelah menaruh pakaian kotor, Bian kembali ke rumah Ira. Ia pun duduk di kursinya.
“Udah mateng?” tanya Bian.
“Udah, ini baru aja mateng. Mau langsung makan, kan?” Ira balik bertanya.
“Iyalah, udah lapar banget. Seharian gak makan, apalagi tadi di hutan sempat ....” Bian menggantung ucapannya.
“Sempat apa?” tanya Ira, curiga.
“Sempat kehujanan. Kamu gak usah mikir yang aneh-aneh!” sahut Bian sambil menahan senyum. Ia tahu apa yang Ira pikirkan.
“Dih! Siapa juga yang mikir aneh-aneh. Kamu kali! Orang cuma nanya,” ucap Ira. Ia tak mau kalah dari Bian.
“Ya udah lebih baik kita makan! Nanti keburu dingin mie-nya,” ucap Bian.
“Iya,” sahut Ira. Ia pun memberikan sumpit pada Bian. Kemudian mereka mulai menikmati mie tersebut.
“Enak, gak?” tanya Ira.
“Enak, kok. Ternyata dimakan di panci begini emang lebih nikmat, ya. Soalnya masih panas gitu,” ujar Bian.
“Iya, dong. Makanya aku suka makan begini. Keracunan drakor, hehe,” jawab Ira.
“Biasanya kamu makan begini sama siapa? Sama mantan kamu, ya?” tanya Bian.
“Dibilang aku gak punya mantan. Makanya kamu tuh curang banget! Main nyuri ciuman pertamaku aja,” ucap Ira, kelepasan.
Ira langsung terdiam karena merasa ada yang salah dengan ucapannya.
“Oh, aku yang pertama?” gumam Bian sambil tersenyum. Ia sangat bangga setiap kali mendengar bahwa dirinya adalah yang pertama.
“Udah jangan dibahas!” ujar Ira sambil menunduk. Ia tidak sanggup menatap wajah Bian.
“Padahal kamu yang mulai,” sahut Bian.
“Aku kan gak sengaja. Kamu jangan nambahin, dong!” keluh Ira.
“Emang kenapa, sih? Kita kan sama-sama udah dewasa. Hal kayak gitu wajar, kok. Apalagi banyak yang lebih dari itu,” ucap Bian.
Ira langsung menoleh ke arah Bian. “Buat kamu mungkin wajar, tapi enggak buat aku. Aku belum pernah ngelakuin kayak gitu. Jadi aku gak bisa biasa aja!” skak Ira, kesal.
“Ya udah, aku juga sama, kok. Kamu yang pertama,” sahut Bian sambil menatap Ira.
Gluk!
Wajah Ira langsung merona. Ada sebuah kebahagiaan kala mendengar bahwa dirinya adalah yang pertama. Rasanya ia sangat ingin berteriak sambil melompat-lompat.
“Sore, Ndan!” sapa anak buah Bian yang sedang melintas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...