Ira pikir perawat tidak memperhatikan Bian dengan baik. Sehingga Ira hendak protes kala melihat selang Bian terlepas.
Ira menekan tombol darurat untuk memanggil perawat. Meski Ira merupakan seorang dokter, tetapi saat ini ia belum tahu diagnosa Bian. Sehingga ia pikir Bian memang membutuhkan oksigen.
‘Duh, dia mau ngapain, ya?’ batin Bian.
Tak lama kemudian seorang perawat datang ke ruangan tersebut. Ira pun langsung protes padanya.
“Sus, ini kenapa selangnya bisa lepas gini? Emang gak dikontrol?” tanya Ira.
Deg!
Bian langsung terkejut kala mengetahui Ira memanggil suster. ‘Mati aku!’ batinnya. Ia yakin Ira akan segera mengetahui bahwa dirinya sedang berakting.
Suster terlihat kebingungan. “Perasaan pasien ini emang gak butuh oksigen deh, Dok,” ucap suster itu. Ia memanggil Ira dokter karena ia masih mengenakan sneli.
Ira mengerutkan keningnya. Kemudian ia memicingkan matanya ke arah Bian. ‘Hem ... oke, lo jual gue beli,’ batin Ira.
“Oya? Tapi suami saya ini punya penyakit asma, Sus. Jadi harus dikasih oksigen,” ucap Ira.
Wajah Bian langsung panas kala disebut sebagai suami oleh Ira. Ia sampai tidak sadar bahwa Ira mengatakan dirinya memiliki asma.
“Asma? Masa sih?” tanya suster. “Tapi saya kok baru lihat dokter ini, ya?”
“Oh, saya istrinya. Kebetulan saya dinas di rumah sakit lain dan baru datang ke sini. Maaf tadi habis praktek jadi lupa lepas jasnya,” jelas Ira.
“Ooh, begitu. Tapi setahu saya pasien ini masih single,” ucap suster.
“Oya? Wah ... berani dia ngaku masih single. Padahal saya ini lagi hamil anaknya, lho. Di rumah juga anak kami sudah ada tiga. Awas kamu, ya!” ancam Ira.
Suster itu jadi salah tingkah. Sementara Bian tidak tahan ingin tertawa melihat akting Ira. Bibirnya mesem-mesem sedangkan hidungnya kembang kempis.
“Jadi gimana, Sus? Ini suami saya masih harus dikasih oksigen, gak? Atau kasih karbon dioksida aja!” usul Ira.
Sontak saja Bian terkekeh. “Hahaha, kamu mau bunuh aku?” tanyanya.
“Iya! Kamu jahat banget ya, bikin aku panik,” ucap Ira, kesal.
“Sus, maaf ya. Ini cuma salah paham,” ucap Bian. Ia mengusir suster itu secara tidak langsung.
“Ooh, kalau begitu saya permisi dulu,” ucap suster. Ia pun pamit. Ia tidak terlalu kesal karena menurutnya mereka menggemaskan.
“Bagus ya! Bisa-bisanya kamu bikin aku terbang ke sini, hah!” ucap Ira, kesal. Ia pun memukuli lengan Bian.
Ira merasa dibohongi karena Bian masih bisa bercanda. Ia pikir info tentang Bian tertembak itu hanya lelucon.
“Awww! Sakit, Sayang,” keluh Bian.
“Eh, mana yang sakit?” Ira pun panik. Meski kesal, Ira tetap perhatian pada Bian.
“Ini yang sakit. Sakit karena rindu,” ucap Bian sambil menyentuh dadanya. Lagi-lagi ia malah bercanda. Membuat Ira kesal.
Plak!
Ira malah memukul dada itu.
“Awww!” Kali ini Bian kesakitan sungguhan.
“Udah, gak usah akting!” ucap Ira, kesal.
“Bian pun melepas kancing bajunya dan menunjukkan luka operasinya yang ada di dekat dadanya.
“Hah? Ya ampun, maafin aku, Sayang. Aku kira kamu akting,” ucap Ira, panik. Ia tidak menyangka bahwa tadi dirinya menepak tepat di sebelah luka Bian.
“Kalau mau akting, ngapain aku harus jauh-jauh terbang ke sini, Sayang?” tanya Bian.
“Iya juga, sih. Tapi kayaknya kondisi kamu gak separah yang aku bayangkan, deh,” ucap Ira.
“Ooh, jadi kamu maunya aku parah?” tanya Bian.
“Eh, bukan begitu. Maksudnya aku kira kondisi kamu kritis sampe harus diperiksa di sini.”
“Alhamdulillah aku masih dilindungi oleh Allah SWT. Kan aku mau menuhin janjiku. Kalau enggak, nanti ada yang ngamuk,” ledek Bian.
“Iya! Aku bakalan ngamuk kalau kamu ghosting. Pokoknya aku gak mau kenal kamu lagi!” ancam Ira, sambil mencebik.
“Cie ... kayaknya ada yang cinta banget sama aku. Sampe pulang kerja aja rela terbang ke Surabaya,” ledek Bian, lagi.
“Dih! Geer banget, kamu. Aku cuma merasa bersalah aja. Tadi kan aku gak jawab pesan kamu, takutnya aku nyesel,” ucap Ira.
“Oooh, jadi kamu gak sayang sama aku?” tanya Bian.
“Ya sayang, sih,” sahut Ira sambil memalingkan wajahnya.
“Punya calon istri gini amat. Mau ngaku sayang aja pake gengsi segala. Apa salahnya sih bilang sayang biar aku seneng?” tanya Bian, heran.
“Iya deh iya ... aku sayang banget sama kamu. Makanya aku bela-belain terbang ke sini demi kamu!” ucap Ira, sebal.
“Gak mau ah. Ucapannya terpaksa. Aku maunya tulus dari hati yang paling dalam,” ucap Bian sambil memalingkan wajahnya.
“Iiih, kamu mah ngelunjak. Dikasih hati minta jantung. Ya udah sana lanjut aja kalau mau ngambek. Biar aku pulang!” ancam Ira, kesal.
“Ya udah, pulang aja sana! Tapi kamu jangan nyesal kalau nanti aku kenapa-kenapa!” sahut Bian.
“Bian!” sentak Ira. Ia benci kala mendengar Bian bicara seperti itu. Bagaimana pun Ira khawatir terjadi sesuatu terhadap Bian.
“Lagian kamu datang jauh-jauh malah ngajak debat. Orang tuh suaminya lagi sakit disayang-sayang!” ucap Bian sambil tersenyum.
“Suami?” tanya Ira. Ia pun jadi ikut tersenyum.
“Ya kan kamu sendiri yang bilang sama suster tadi. Kamu lupa?” tanya Bian.
“Ciee ada yang seneng dibilang suami?” ledek Ira, sambil mencolek dagu Bian.
“Ya senenglah. Malah kalau bisa, aku mau nikahin kamu sekarang juga!” ucap Bian sambil menggenggam tangan Ira dan menatapnya.
Ira menghela napas. “Ya mau gimana lagi. Kamu kan gak bisa sembarangan nikah,” ucap Ira.
“Iya. Kamu yang sabar, ya!”
“Lho kok aku?” tanya Ira sambil mengerutkan keningnya.
“Emang kamu sabar nunggu dua bulan lagi?” goda Bian.
“Ya enggak, sih.”
“Ya udah, ngapain protes?”
“Tapi kan ucapan kamu itu seolah aku aja yang gak sabar. Emang kamu sabar?”
“Ya jelas gak sabar. Kalau sabar, mana mungkin aku sampai lengah seperti ini, hem?” tanya Bian.
“Hehehe, iya juga, ya. Tapi aku ke sini gak bawa apa-apa. Abisnya tadi panik banget, jadi langsung lari aja ke sini,” ucap Ira.
Ia tidak enak hati karena menjenguk Bian dengan tangan kosong.
“Kamu kalau mau nemuin aku tuh gak perlu bawa apa-apa. Bawa badan kamu aja udah lebih dari cukup!” ucap Bian. Ira pun tersenyum.
“Tapi emangnya kamu panik banget tadi?”
“Iyalah!”
“Hehehe, maaf, ya. Abis aku kangen banget sama kamu. Aku juga pingin tau gimana perasaan kamu ke aku. Tapi lihat perjuangan kamu, aku jadi gak perlu ragu lagi,” ucap Bian, bangga.
Ira langsung melepaskan genggaman tangan Bian. “Maksudnya? Selama ini kamu ragu sama aku?” tanya Ira, kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...