56. Hilang

7.9K 780 53
                                    

Ira jadi merasa seperti dejavu. Sebab, baru kemarin dirinya tidak bisa menghubungi Bian.

Namun, saat Ira hendak melajukan kendaraannya, ponsel dokter itu kembali berdering. Ira pun mengurungkan niatnya. Kemudian ia langsung menjawab panggilan dari kekasinya tersebut.

Telepon terhubung.

“Assalamualaikum, Sayang,” sapa Bian dari seberang telepon.

“Waalaikumsalam. Ya ampun kamu ke mana aja, sih? Kenapa baru hubungin aku?” Ira langsung protes pada kekasihnya itu.

“Maaf, Sayang. Tadi pas baru sampe sini ternyata ponsel aku lowbat. Terus barusan aku abis shalat maghrib dan ponselnya masih dicas,” jelas Bian.

“Ooh, kirain kamu mau ghosting,” ucap Ira. Ia jadi nethink karena ucapan kakak dan papahnya itu.

“Lha, kenapa kamu mikir begitu? Jauh banget sih mikirnya? Gak mungkinlah aku ninggalin kamu gitu aja,” sahut Bian, yakin.

“Ya, siapa tau. Namanya juga jauh di mata,” ucap Ira.

“Tapi dekat di hati, kan,” ucap Bian.

“Mulai deh, gombal. Ya udah aku mau pulang dulu. Yang penting sekarang kamu udah sampe markas dengan selamat. Gak belok ke rumah cewek lain,” canda Ira.

“Yah, kok udahan, sih? Padahal aku udah kangen banget, lho,” ucap Bian.

“Ya kan aku mau nyetir. Bahaya kalau sambil teleponan, Sayang,” sahut Ira.

“Ya udah, nanti kalau udah sampe rumah dan udah santai, langsung hubungi aku, ya? Aku kangen.”

“Iyaa. Ya udah, assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Panggilan terputus.

Ira yang sempat murung pun kini tersenyum. Ia senang karena kekasihnya itu sudah memberi kabar. Ira pun bersemangat, ingin segera sampai di rumah.

Hari-hari berikutnya pun mereka lalui dengan penuh kemesraan. Setiap ada waktu luang, mereka pasti saling berhubungan. Seolah jarak tidak menjadi penggalang bagi dua insan yang sedang dimabuk asmara itu.

Hingga suatu ketika seminggu sebelum jadwal kepulangan Bian, pria itu mendadak tidak bisa dihubungi. Seolah hilang ditelan lautan.

“Tumben pagi-pagi belum ada kabar?” gumam Ira saat baru tiba di rumah sakit. Tadi ia kesiangan karena semalam Bian meneleponnya hingga dini hari. Sehingga Ira baru sempat mengecek ponselnya saat dirinya sudah ada di rumah sakit.

Ira yang penasaran pun akhirnya menghubungi nomor ponsel Bian. “Tumben nomornya gak aktif? Ke mana ya, dia?” gumam Ira.

Perasaannya mulai tidak enak. Namun Ira berusaha tetap positif thinking. “Mungkin lobat kali. Semalam kan habis teleponan. Pasti dia langsung tidur terus lupa ngecas hapenya,” ucap Ira. Berusaha menenagkan hatinya.

Akhirnya Ira melanjutkan pekerjaannya. Ia melakukan pekerjaan seperti biasa. Hingga tiba waktu istirahat. Ia pun langsung mengecek ponselnya lagi.

Hati Ira semakin gelisah karena sampai siang hari Bian masih belum ada kabar. “Dia ke mana, sih?” keluh Ira.

Berulang kali Ira berusaha menghubungi ponsel Bian. Bahkan ia menghubungi nomor satunya, tetapi kedua ponsel pria itu tidak ada yang aktif.

“Ya Tuhan, kamu ke mana sih, Bi?” gumam Ira. Wajahnya mulai terlihat pucat. Ia sangat takut terjadi sesuatu pada Bian.

Ira sendiri sangat yakin bahwa Bian tidak mungkin meninggalkannya. Sehingga ketika Bian tidak bisa dihubungi, Ira khawatir pria itu mengalami sesuatu yang berbahaya.

“Ya Allah, tolong lindungi Bian. Semoga dia sehat dan selamat, tidak mengalami kendala apa pun,” gumam Ira.

Saat jam istirahat sudah habis, Ira kembali bekerja. Arga dapat melihat raut wajah Ira yang biasanya ceria karena sedang kasmaran itu kini terlihat murung.

“Dokter Ira lagi sakit?” tanya Arga.

“Heuh? Enggak, Dok,” jawab Ira. Namun ia tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya.

“Tapi mukanya kelihatan pucet banget, deh. Apa kurang istirahat?” tanya Arga lagi.

“Masa, sih? Iya mungkin karena kurang tidur aja, kali,” jawab Ira. Ia tidak ingin ada orang lain yang mengetahui apa yang sedang ia khawatirkan saat ini.

“Kalau emang gak enak badan, istirahat aja dulu! Lagian besok juga kan jadwal off. Jangan sampe nanti malah ngedrop,” ucap Arga.

“Gak apa-apa kok, Dok. Lagian kan tinggal beberapa jam lagi. Justru saya gak enak, besok off masa sekarang mau santai, hehe,” sahut Ira.

Arga tersenyum. ‘Padahal rumah sakit punya orang tuanya. Tapi masih aja bersikap seperti staf biasa,’ batin Arga. Ia salut melihat kegigihan Ira dalam bekerja.

Sejak saat itu, Ira tidak bisa menghubungi Bian. Hari-harinya berubah menjadi kelabu. Ia pun terlihat begitu murung. Terlebih ketika orang tuanya menanyakan perihal kepulangan Bian.

“Bian jadi pulang besok, Ra?” tanya Muh, saat mereka sedang makan malam.

Sebenarnya sudah sejak beberapa hari lalu Muh menyadari ada yang lain dari anaknya. Namun baru kali ini ia mendapat kesempatan untuk bertanya.

Sebanarnya ia menunggu Ira cerita labih dulu. Akan tetapi Ira tetap bungkam hingga Muh melontarkan pertanyaan tersebut.

Gluk!

Ira menelan salivanya. Ia bingung hendak menjawab apa.

“Jadi, Pah,” jawab Ira tanpa menatap Muh.

Melihat sikap Ira, Muh dapat menebak bahwa ada sesuatu di antara hubungan anaknya itu. Selama ini Muh memang tidak ikut campur lagi. Sebab ia pikir hubungan mereka sudah stabil.

‘Sepertinya ada yang gak beres. Aku harus cari tau,’ batin Muh. Ia tidak mungkin diam saja melihat anaknya murung seperti itu. Ia pun tidak tega untuk mencecar Ira dengan berbagai pertanyaan.

Selesai makan malam, Ira langsung kembali ke kamarnya. Di kamar, Ira mengambil ponselnya dan berharap ada notifikasi pesan dari Bian.

“Kamu ke mana sih, Bi?” gumam Ira. Ia sangat lemas karena masih belum juga ada kabar dari pria itu.

Tanpa terasa air mata Ira menetes. Ia takut kehilangan Bian. Ira sudah terlanjur mencintai pria tersebut.

“Bi, aku harap kamu baik-baik aja di sana. Aku yakin kamu gak mungkin ninggalin aku,” gumam Ira.

Sebelumnya Bian pernah menjelaskan perihal risiko pekerjaannya terhadap Ira. Ia mengatakan bahwa kapan pun dirinya bisa saja mendapat tugas rahasia secara mendadak.

Bian memberi tahu hal itu agar suatu saat jika dirinya menghilang, Ira tidak terlalu khawatir. Mungkin Bian memang mendapat tugas itu dan tidak sempat berpamitan dengan Ira karena tidak ada waktu lagi.

Keesokan harinya, Ira bertemu dengan Zein di rumah sakit.

“Katanya hari ini pacar kamu pulang. Kok kamu gak jemput?” tanya Zein. Ternyata ia pun memperhatikan Bian.

“Dia gak jadi pulang hari ini,” jawab Ira, ketus.

Zein mengerutkan keningnya. “Lho, gak jadi gimana? Kan dia udah janji mau ngelamar kamu kalau bebas tugas,” tanya Zein lagi.

“Iya dia mau ngelamar aku kalau bebas tugas dan sekarang dia belum bebas. Lagian aku yang mau nikah kenapa Abang yang ribet, sih?” sentak Ira. Kemudian ia langsung berlalu.

Hilangnya Bian membuat Ira jadi sangat sensitif. Sehingga ia marah begitu saja pada kakaknya tersebut.
***
Sabar, ya. Konfliknya gak akan lama, Kok. Wkwkwk

See u,
JM.

Komandan TampankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang