Bian terperanjat saat ditanya seperti itu oleh anak buahnya. “L-lagi cari angin,” jawab Bian, salah tingkah. Ia pun langsung berdiri.
“Ooh, emang di bawah gak ada angin ya, Ndan? Sampe naik ke atas begitu,” tanya anak buahnya lagi.
“Di bawah anginnya kurang terasa,” jawab Bian. Kemudian ia turun menggunakan tangga yang ada di menara tersebut.
‘Perasaan di sini juga anginnya kenceng. Gimana di atas, ya?’ batin anak buah Bian, heran.
“Ada apa?” tanya Bian saat sudah tiba di bawah.
“Gak ada apa-apa, Ndan. Cuma kebetulan lewat aja, hehe,” jawab anak buah Bian.
“Ck! Kirain ada apa. Ganggu aja!” ucap Bian, ketus. Kemudian ia berlalu kembali ke kamarnya.
“Lha, tumben galak amat,” gumam anak buah Bian. Ia pun membuntuti Bian.
“Perlengkapan aku sudah disiapkan?” tanya Bian sambil berjalan.
“Sudah beres, Ndan. Nanti kami akan ke sana untuk memasang tenda. Kepala desa pun sudah setuju. Jadi tinggal eksekusi saja,” jawab anak buah Bian.
“Jangan lupa tenda toiletnya, ya!” pinta Bian. Ia tidak ingin mengganggu Ira hanya untuk buang air.
“Maaf, Ndan. Di sana tidak ada saluran air. Jadi percuma kalaupun memaksakan untuk memasang tenda toilet. Mungkin hanya untuk buang air kecil masih bisa. Itu pun harus sedia air yang diambil dari kamar mandi dokter Ira,” jelas anak buah Bian.
“Lho, masa gak ada saluran air?” tanya Bian, heran.
“Ya, namanya juga rumah dinas, Ndan. Semuanya serba terbatas,” jawab anak buah Bian.
“Terus kalau saya mau buang air besar tengah malam, bagaimana?” tanya Bian.
“Kan bisa numpang di rumah dokter Ira, hehe.”
“Wah, maksud kamu tengah malam saya harus membangunkan orang yang sedang istirahat?”
“Kan gak mungkin juga Komandan mules tiap tengah malam. Kalau merasa takut ganggu, habis buang air, bisa sekalian tidur di sana aja, hehe,” canda anak buah Bian.
Bian langsung menghentikan langkahnya. “Kamu ini!” ucapnya sambil menepak bahu anak buahnya.
“Pantas aja dokter Ira gak mau ditemani kalian. Ternyata pikiran kalian sangat kotor,” cibir Bian.
“Lho, kami gak mungkin berani melakukan itu, Ndan. Itu kan khusus untuk Komandan,” jawab anak buah Bian.
“Halah! Kalian kan sama saja. Suka mencari kesempatan dalam kesempitan,” tuduh Bian. Ia sudah hafal bagaimana anak buahnya itu.
“Kalau komandan gak akan nyari kesempatan, ya?” tanya anak buah Bian.
“Heeehh, kamu nih!” Bian sangat kesal karena sejak tadi anak buahnya itu selalu mengganggunya.
Sementara itu, Ira yang baru saja selesai mandi hendak beristirahat. Hari ini ia tidak praktek karena baru saja mengalami insiden. Sehingga kepala desa memberikan kesempatan Ira untuk beristirahat.
“Ternyata dia baik juga, ya? Kirain jutek maksimal,” gumam Ira sambil mengeringkan rambutnya.
“Iih, tapi curang banget deh. Masa dia udah nyuri start. Meluk-meluk pas lagi tidur. Rese,” kelu Ira. Namun kemudian ia tersenyum.
“Tapi kan dia meluk karena mau nyelamatin kita berdua. Masa ia sempet mikir macem-macem. Gak kali, ya?” ucapnya lagi. Ia jadi berperang dengan dirinya sendiri.
Satu sisi Ira sebal karena Bian telah memeluknya. Namun di sisi lain ia berusaha mengerti Bian.
“Ya udahlah. Namanya juga di sikon kayak gitu. Mau gimana lagi, coba. Lagian kalau ada cara lain, aku yakin dia pasti pilih yang lain,” ucapnya. Kemudian Ira menggantung handuk dan merebahkan tubuhnya.
“Tapi ada baiknya juga sih, ya. Kan nanti malem aku gak bakalan ketakutan lagi karena ada yang jaga. Coba dari awal dijagain. Kan aku gak perlu nahan buang air kecil tiap tengah malam,” gumam Ira.
Saking takutnya, tiap malam Ira menahan buang air kecil karena lampu emergency sudah mati. Suasana gelap gulita membuat Ira tak berani turun dari tempat tidur.
“Tapi apa iya mereka bakalan datang lagi? Kok horor banget, sih? Pantesan di sini banyak yang jaga. Ternyata gak aman, ya?” gumam Ira. Ia tak menyangka, ternyata situasi di sana lebih ekstrim dari yang Ira duga.
Menjelang sore, ada beberapa orang datang untuk memasang tenda di depan rumah Ira.
“Permisi, Dok. Kami mau memasang tenda untuk Komandan,” ucap anak buah Bian. Kebetulan saat itu Ira sedang duduk di ruang tamu.
“Oh iya, silakan!” jawab Ira. Ia tidak melihat ada Bian, sehingga Ira tidak begitu tertarik untuk keluar.
“Jadi dia beneran mau jagain aku? Hihihi, gak nyangka, ya. Padahal sejak awal datang ke sini, dia yang selalu ngajak ribut. Eh, sekarang malah care begini. Kan jadi so sweet,” gumam Ira sambil tersenyum.
“Eh, ngomong apa sih aku?” Ira berusaha menyadarkan dirinya sendiri dari lamunan.
Sementara itu, para anak buah Bian pun saling berbisik.
“Eh, ini seriusan cuma komandan yang akan jaga di sini setiap malam?” bisik anak buah Bian pada temannya.
“Iya. Katanya dokter Ira gak mau dijaga sama yang lain.”
“Wah, kok bisa begitu? Jangan-jangan mereka emang punya hubungan khusus?”
“Bisa jadi, tuh. Alasan gak percaya sama yang lain. Tapi kenapa bisa percaya sama Komandan, ya? Padahal kan sama-sama lelaki.”
“Ya, kecuali kalau mereka ada hubungan spesial.”
“Tapi waktu pertama datang ke sini, mereka sering bertengkar, kan?”
“Bisa jadi mereka memang sudah lama memiliki hubungan. Nah, pas dokter Ira datang ke sini, mereka sedang ada masalah.”
“Tapi bukannya waktu itu Komandan deketin dokter Intan, ya?”
“Ya mungkin karena itu mereka bertengkar.”
Akhirnya mereka berspekulasi bahwa Ira dan Bian memang sudah memiliki hubungan sejak lama.
Beruntung Ira tidak mendengar obrolan mereka. Jika tidak, mungkin Ira sudah protes.
Malam hari, Bian datang ke rumah Ira sekitar ba’da isya. Ia pun sudah makan malam di markas. Sehingga Bian bisa menjaga rumah Ira dengan tenang.
Ira yang sejak tadi menunggu kedatangan Bian pun masih duduk di ruang tamu rumah tersebut. Entah mengapa ia sangat antuasias menanti kehadiran komandan itu.
“Dia gak bohong, kan?” gumam Ira saat Bian belum tiba di rumahnya.
Ia merasa lehernya mulai panjang karena terus menoleh ke arah luar. Seolah dirinya akan kecewa jika Bian tidak datang.
Jantungnya pun berdebar kala mendengar suara langkah kaki mendekat ke arah rumahnya.
“Itu pasti dia. Ya kali orang lain yang datang,” gumam Ira sambil tersenyum.
***
Maaf kemarin aku diare jadi gak update.See u,
JM.

KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...