61. Dibuntuti

7.9K 783 46
                                    

Siang ini ada seseorang yang sedang mengintai rumah Ira. Pagar rumah itu cukup tinggi, sehingga ia merasa aman meski mobilnya terparkir di seberang rumah tersebut.

Saat ia sedang memantau rumah tersebut, tiba-tiba ada orang yang bertanya padanya.

"Permisi! Mas tau alamat ini, gak?" tanya sopir taksi online pada pria itu. Sebab nomor rumah Ira memang tidak terlihat dari luar. Ia pun sungkan bertanya pada satpam rumah tersebut.

Pria itu pun melihat alamat yang dimaksud dan ia membaca nama pemesan taksinya. Seolah mendapat angin segar, ia yang sejak tadi memang sedang memantau itu mendapat kesempatan.

"Oh saya tau alamat ini. Kebetulan saya kenal orangnya. Ini kekasih saya," jawab pria itu.

"Oya? Rumahnya yang mana ya, Mas?" tanya sopir taksi.

"Mas, kebetulan kami sedang bertengkar, makanya dia pesan taksi. Gimana kalau saya yang jemput. Nanti saya tetap bayar Mas, jadi Mas gak perlu khawatir!" jelas pria itu.

Sopir tadi merasa keberatan. Sebab risikonya besar.

"Mas jangan khawatir, saya bukan orang jahat. Ini nomor ponsel saya, Mas pun bisa catat nomor polis mobil saya!"

"Baiklah kalau begitu." Akhirnya sopir itu percaya karena pria tadi menunjukkan KTP-nya.

Setelah negosiasi dan pria itu memberikan sejumlah uang pada sopir tadi, pria itu pun melajukan mobilnya ke arah rumah Ira. Kemudian ia mengatakan pada satpam bahwa dirinya adalah sopir taksi yang dipesan oleh Ira.

Tak lama kemudian pintu jendela mobil pria itu diketuk. Ia pun sedikit panik. Namun dirinya berusaha tetap tenang.

'Untung aku udah pake masker dan topi,' batinnya. Kemudian ia menurunkan jendela mobil secara perlahan.

"Atas nama Humaira, ya?" tanya Ira.

Pria itu hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara.

Ketika sudah di jalan, pria itu menggenggam erat setir mobil. Seolah ia sedang menahan sesuatu. Bahkan ia terlihat menelan saliva, seperti orang yang sedang tertekan.

Ira sendiri masih belum menyadarinya. Ia sibuk melamun sehingga membuat pria itu semakin tertekan.

'Ya Tuhan. Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menjelaskannya sekarang?' batin sopir tersebut. Ternyata sopir itu adalah Bian.

Bian tau, sebagai wanita Ira pasti lebih memakai perasaan. Jika pada Muh ia bisa hanya mengatakan ada misi tanpa menjelaskannya, lain halnya dengan Ira. Ia yakin Ira pasti ingin tahu lebih jauh. Apalagi ini menyangkut dengan keselamatan mereka.

Bian pun ingat dulu Ira sempat nekat terbang ke Surabaya hanya untuk melihat kondisinya. Sehingga Bian khawatir Ira akan melakukan perbuatan nekat lainnya. Ia pun tidak ingin hidup Ira tidak tenang jika tahu bahwa dirinya diincar oleh penjahat.

Setidaknya, jika ia mati pun Bian harap Ira bisa lebih cepat move on. Tidak bersedih terlalu lama. Sebab ia tahu cinta Ira begitu besar, sama seperti cintanya. Ia khawatir jika Ira tahu Bian mati karena misinya, kemungkinan gadis itu akan sulit untuk melupakannya.

Meski begitu, Bian berharap bahwa dirinya akan berhasil dan bisa segera menepati janjinya pada Ira.

'Ra, aku sangat merindukanmu. Bukan hanya kamu, aku pun tersiksa selama setahun ini. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak ada pilihan lain. Keselamatanmu adalah yang utama bagiku,' batin Bian.

'Aku kok familiar sama aroma parfum mobil ini, ya?' batin Ira. Kemudian ia menoleh ke arah sopir dan menatapnya.

Deg!

Komandan TampankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang