"Kamu aja sana sendiri! Aku gak mau. Aku maunya di tempat yang nyaman dengan fasilitas lengkap!" ucap Ira, jujur. Ia sudah trauma tinggal di perbatasan dengan segala keterbatasannya.
Apalagi jika mengingat bahwa dirinya pernah diculik. Ira tidak pernah ingin kembali ke sana lagi meski banyak view yang bagus.
"Wah, ternyata selera istri aku tinggi juga, ya?" ujar Bian, sambil menggodanya.
"Iyalah. Kalau gak tinggi, mana mungkin aku milih kamu jadi suami," jawab Ira, ketus.
"Ohh, jadi maksudnya aku ini high quality?" tanya Bian, bangga. Senyumannya mengembang sempurna karena dipuji Ira secara tidak langsung.
"Duh, nyesel deh aku ngomongnya." Ira pun jadi malas melihat suaminya narsis seperti itu.
"Ya udah, sih. Ngaku aja!" ucap Bian sambil mencolek-colek istrinya.
"Hem ... lumayan, lah. Menengah ke atas," ledek Ira. Ia tidak ingin suaminya itu semakin ge'er.
"Dih, mana ada menengah ke atas? Emangnya ekonomi?" Bian tak terima disebut seperti itu.
"Lagian kamu ge'er," cibir Ira.
"Itu namanya bukan ge'er. Tapi percaya diri. Lagian cewek kayak kamu, mana mungkin mau sama cowok yang gak berkualitas. Iya, kan?" tanya Bian.
"Gak juga, tuh. Mau aja kalau lagi khilaf," sahut Ira, kemudian ia mencebik.
"Untung kamu gak khilaf. Jadi bisa dapetin aku," ucap Bian, kemudian ia mengedipkan sebelah matanya.
"Ya, paling kalau kamu telat dikit, aku udah disamber orang."
"Oh, si dokter genit itu?" tanya Bian, sebal.
"Dih, kok dokter genit?" Ira langsung mengerutkan keningnya.
"Iyalah. Soalnya dia godain calon istri aku. Padahal udah dari tahun lalu aku bilang kalau kita itu mau nikah. Masa dia masih berani deketin kamu?" keluh Bian, tanpa dosa.
"Hey! Bukan dia yang genit, tapi itu mah kamunya aja yang kebangetan! Siapa suruh ngilang?" Ira protes.
"Kok kamu jadi belain dia, sih?" Bian tak suka melihat Ira membela Arga.
"Aku bukan belain dia. Tapi aku cuma bicara sesuai fakta. Lagian kamu ngapain bawa-bawa orang lain, sih? Kalau aku mau tergoda sama dia, pasti udah dari dulu aku nikah sama dia, Bi!" ucap Ira, kesal.
"Gak mungkinlah. Kamu kan cintanya cuma sama aku," sahut Bian percaya diri.
Ira tidak menjawab Bian. Ia hanya menatapnya dengan tatapan jijik. Ia sudah malas berdebat dengannya.
"Kok gitu?" tanya Bian.
"Narsis!" skak Ira. Lalu ia kembali balik badan.
Bian terkekeh. "Baru sehari jadi istri aja udah marah-marah terus. Gimana kalau udah punya anak, ya?" tanya Bian.
"Aku berubah jadi singa! Nanti kamu aku terkam kalau berani macem-macem," sahut Ira.
"Hiii, atuutt!" Bian mengusel-usel wajahnya ke tengkuk Ira.
"Biii, geliii," keluh Ira sambil mendongak agar Bian tak menyentuh tengkuknya.
"Abis wangi, sih," ucap Bian.
"Iyalah, aku kan ...."
Belum sempat Ira melanjutkan ucapannya, Bian langsung berkata, "Wangi acem," ledeknya.
"Sebel!" sentak Ira. Kemudian ia mengangkat ketiaknya dan menyodorkannya ke hidung Bian. "Nih makan nih asem. Biar kamu mabok sekalian!" ucap Ira, gemas.
Akhirnya mereka pun malah bercanda di tempat tidur.
"Hihihi, geli, Bi! Ampuunn," ucap Ira sambil cekikikan. Saat itu Bian sedang menggelitiknya.
"Biarin! Siapa suruh gak sopan sama suami sendiri, hah," sahut Bian, bercanda. Namun ia masih tetap menggelitiknya.
"Iya, ampun, aku gak akan gitu lagi!" ucap Ira dengan napas terengah-engah karena lelah tertawa.
Akhirnya Bian pun memeluk Ira dan mengecup kepalanya.
"Abis kamu ngatain aku. Emang aku bau, ya?" tanya Ira, manja.
"Itu bukan ngatain, Sayang. Tapi aku suka banget sama aroma tubuh kamu. Kayak gini, nih!" sahut Bian sambil mengendus-endus aroma tubuh istrinya.
"Apalagi yang di sebelah sini," bisik Bian sambil menyentuh bagian bawah sana.
"Hemm, mulai deh, mulaaiiii!" tegur Ira. Ia sebal karena tangan suaminya itu sangat aktif.
"Hehehe, aku kan cuma ngasih tau, Sayang," ujar Bian sambil tersenyum.
"Ya udah, katanya mau pergi bulan madu. Mendingan kita cari tempatnya, terus siapin semua akomodasinya!" usul Ira.
"Ayo!" sahut Bian. Ia pun mengambil ipad miliknya agar bisa melihat-lihat bersama Ira.
"Kamu mau yang naik pesawat apa enggak?" tanya Bian.
"Apa aja, sih. Pokoknya sesuai dengan kriteria yang tadi aku sebutin, Bi," jawab Ira.
Bian pun berpikir sejenak. "Kalau begitu kita coba yang deket aja dulu, ya. Biar waktunya gak habis di jalan. Kan lumayan bisa lebih lama, hehe," usul Bian.
"Boleh!" jawab Ira.
Akhirnya Bian pun membuka kolom pencaharian dan mengetik kata kunci 'tempat bulan madu terdekat'.
Setelah Bian menekan tombol cari, langsung muncul banyak artikel yang menunjukan referensi tempat bulan madu di sekitar kotanya.
"Kalau di daerah sini sih gak begitu dingin, Sayang. Paling kalau gak ke Puncak, ya ke Bandung," ucap Bian.
"Bandung juga boleh tuh, Bi. Kan lumayan gak begitu jauh dari sini," ujar Ira.
"Kamu gak minat ke Bali?" tanya Bian lagi.
Ira pun berpikir sejenak. "Di Bali sih ada banyak tempat sejuk, kayak Kintamani juga sejuk. Tapi aku tanya kamu, deh. Kamu kalau bulan madu itu mau keliling kotanya, gak?" tanya Ira.
Bian mengerutkan keningnya. Kemudian ia menjawab. "Aku sih maunya di kamar aja, hehe," ucapnya jujur.
"Nah! Percuma kan jauh-jauh ke Bali kalau kita cuma diem di kamar? Udah mending ke Bandung aja! Gak ribet juga naik pesawat. Bawa mobil sendiri, lewat tol paling tiga jam nyampe," ujar Ira.
"Kamu pinter juga, hehe," sahut Bian. Ia pun senang karena Ira sepemikiran dengannya.
"Soalnya sekarang aja aku lemas, Bi. Pasti nanti aku males ke mana-mana. Maunya rebahan aja," jawab Ira apa adanya.
"Good! Berarti selama bulan madu kita di kamar aja ya, Sayang," ucap Bian, genit.
"Hem!" jawab Ira. Sebal.
Bian pun kegirangan karena bisa menghabiskan waktu berdua Ira lebih lama. Tanpa ada yang mengganggu satu pun.
"Kalau ini gimana, Sayang? Kayaknya enak, nih. Suasananya jungle gitu, viewnya juga oke. Ada private pool pula," ucap Bian sambil menunjukkan gambar sebuah resort.
"Wah, cakep nih. Dia temanya kayak di tengah hutan gitu, ya?"
"Iya. Posisi cottage-nya juga agak tinggi, jadi model rumah panggung gitu. Cuma view kolam renangnya oke banget ini," sahut Bian.
"Boleh, deh. Ini di mana?"
"Di Ciwidey. Setahu aku di sana emang dingin banget."
"Ya udah, di situ aja!" jawab Ira, antusias.
"Oke, sip!"
Bian pun membuka website resort tersebut. Kemudian ia menghubungi kontak tertera untuk melakukan reservasi.
Bian memilih tipe kamar paling bagus agar istrinya itu nyaman. Ia pun ingin pengalaman bulan madu yang berkesan.
"Oke, done! Kita berangkat besok ya, Sayang," ucap Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomansIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...