Holaa ... baca dulu sampe kelar, ya. Jangan ngambek dulu. Hihihi.
***
Sementara Bian sedang menjalankan misinya, Ira menjalani harinya seperti biasa. Ia sudah terlanjur kecewa pada Bian, sehingga Ira memutuskan untuk move on dan tidak ingin memikirkan Bian lagi.
Bahkan, semua foto Bian sudah ia hapus dari ponselnya. Padahal gadis yang bertemu Bian di mall kala itu adalah adik Bian. Namun, karena Bian tidak menjelaskannya Ira pun jadi salah paham.
"Mau ke mana, Ra?" tanya Muh saat melihat anaknya hendak pergi.
"Mau nonton, Pah," jawab Ira, santai.
Muh senang karena saat ini Ira sudah tidak murung lagi. Namun ia penasaran Ira hendak pergi dengan siapa. "Sama siapa?" tanyanya.
"Sama Arga," jawab Ira.
Tak lama kemudian terdengar suara Arga. "Assalamualaikum," ucap Arga saat berada di depan pintu rumah Muh.
"Waalaikumsalam," sahut Muh dan yang lain.
"Nah, tuh dia orangnya udah datang. Aku pergi dulu ya, Pah," ucap Ira.
"Malam, Pak," sapa Arga pada Muh. Ia pun bersalaman dengan Rani.
"Eh, dokter Arga. Mau ke mana, nih?" tanya Muh.
"Maaf, Pak. Kalau diizinkan saya ingin mengajak Ira untuk nonton," ucap Arga. Ia sungkan karena Muh adalah pemilik rumah sakit.
"Ooh, begitu. Silakan aja, tapi pulangnya jangan terlalu malam, ya!" pinta Muh.
"Baik, Pak. Kalau begitu kami jalan sekarang," ucap Arga.
Mereka pun pamit pada Muh dan Rani.
Arga senang karena Ira sudah mulai berusaha membuka hati untuknya. Meski begitu, Arga tidak ingin bertindak terlalu jauh. Ia berusaha melakukan pendekatan lebih dulu. Sehingga saat ini dirinya masih bersikap layaknya teman.
Walaupun berusaha move on, tetapi nyatanya tidak mudah bagi Ira untuk menerima Arga di hatinya. Jika pergi sebagai teman, mungkin Ira masih bisa. Namun, lebih dari itu, ia belum merasa nyaman dengan pria tersebut.
Saat Arga sedang serius menonton, Ira menoleh ke arahnya dan menatap wajah Arga yang terkena pantulan cahaya layar bioskop tersebut.
'Dulu, jangankan natap wajahnya. Baru lihat postur tubuh Bian aja udah bikin hati aku berdebar. Tapi kenapa Arga sama sekali gak bikin aku berdebar?' batin Ira. Tanpa sadar ia membandingkan Arga dengan Bian.
Sikap Arga dan Bian memang jauh berbeda. Sebagai dokter, Arga terlihat lebih serius dan formal. Berbeda dengan Bian yang santai, pecicilan dan agresif. Mungkin hal itulah yang membuat hati Ira sulit menerima Arga.
Bahkan, meski Arga berusaha santai dan ingin menyenangkan hati Ira dengan berbagai cara pun tetap tidak bisa menyentuh hatinya. Sepertinya bukan hanya karena sikap, tetapi memang hanya Bian lah yang bisa membuat hati Ira bahagia.
"Kamu mau makan apa, Ra?" tanya Arga, saat mereka sudah selesai menonton.
"Eum ... apa aja, deh," sahut Ira.
"Kok apa aja, sih? Nanti kalau aku pilih ternyata gak sesuai selera kamu, gimana?"
"Aku gak pilih-pilih, kok. Udah biasa makan apa aja di perbatasan," jawab Ira, kelepasan.
Mendengar kata perbatasan, Arga langsung teringat pada Bian. 'Sepertinya dia masih belum move on dari pria itu,' batin Arga. Ia sedikit kecewa karena Ira masih mengingat tentang Bian.
"Tapi kayaknya aku lagi pingin makan ramen, deh," ucap Ira. Ia sadar telah salah berucap. Sehingga Ira mengalihkan pembicaraan agar Arga tidak kecewa.
"Ya udah, ayo!" sahut Arga. Mereka pun mencari restoran ramen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...