"Tau tuh, siapa tadi yang iseng basahin meja, ya?" canda Bian. Ia sengaja ingin membuat istrinya kesal.
Namun kemudian Ira teringat. "Ya ampun, ini karena ulah kamu ya, Bi?" tuduh Ira, sambil ternganga. Ia ingat bagaimana tadi dirinya yang baru naik dari kolam itu langsung direbahkan di atas meja.
"Gak salah? Kan kamu yang tadi rebahan di sini," sahut Bian, santai. Ia sengaja menyudutkan istrinya.
"Tapi kan kamu yang bawa aku ke sini!" Ira tidak mau kalah. Ia tak terima disalahkan seperti itu. Sebab memang Bian yang merebahkannya di atas meja.
"Ya udah, mendingan makan aja jangan debat! Kan udah lapar," ucap Bian. Ia pun membuka makanan tersebut dan menyendoknya.
"Berarti orang itu lihat, dong?" tanya Ira sambil menyendok makanan. Ia masih tidak enak hati memikirkan meja yang basah tersebut.
"Iyalah. Dia kan punya mata," jawab Bian, tanpa dosa. Berbeda dengan Ira, Bian tak peduli. Baginya orang tadi pasti sudah biasa menghadapi hal seperti itu.
"Hiiih, kamu ini!" Ira kesal.
"Udah makan!" ucap Bian, kemudian ia menyuap makanan ke mulutnya. Ia tidak mau ambil pusing untuk masalah sepele.
"Gimana, kamu suka makanannya, gak?" tanya Bian, saat Ira sedang mengunyah makanannya.
"Eum ... enak, Bi," sahut Ira. Ia sangat menyukai makanan tersebut.
"Ya udah, makan yang banyak. Kan nanti kita butuh energi lagi," ucap Bian sambil fokus pada makanannya. Ia yakin Ira pasti akan protes.
Ira langsung mendelik. "Kamu gak capek, Bi?" tanyanya. Tebakan Bian pun benar.
"Sekarang sih lumayan capek. Tapi nanti malam pasti seger lagi," jawab Bian, yakin.
"Kalau aku masih capek, gimana?" tanya Ira. Ia berusaha untuk menolak Bian.
"Kalau kamu capek, pasrah aja! Nanti biar aku yang usaha sendiri," sahut Bian, tanpa dosa. Ia selalu memiliki jawaban yang tidak kalah dari Ira.
"Mana bisa begitu? Emang aku mati rasa?" Ira kesal karena Bian sangat egois.
"Lha, yang penting kan kamu gak perlu usaha. Tinggal terima beres, aku yang kerja keras nanti," sahut Bian.
"Kerja keras apanya? Itu mah kesukaan kamu!" skak Ira.
"Kamu juga suka, kan?" ledek Bian, nakal.
"Tau, ah!" Ira kesal karena pria itu selalu memiliki jawaban.
"Nanti sore mau jalan-jalan di sekitar sini, gak? Kayaknya banyak pemandangan bagus," ajak Bian. Ia khawatir istrinya akan bosan jika di kamar terus.
"Mau, sih. Tapi masih lemas, Bi. Pingin rebahan aja," jawab Ira, manja.
"Lemas, ya? Emang abis diapain?" goda Bian.
"Gak merasa?" sentak Ira. Kesal karena Bian selalu ingin Ira menjelaskan hal yang sudah mereka lakukan.
"Merasa, sih. Tapi aku pingin denger dari mulut kamu, hehe," ucap Bian. Ia lebih bangga jika mendengar dari mulut istrinya sendiri.
"Gak ah! Aku gak mau bilang," sahut Ira.
"Hemm, payah ah!" ucap Bian sambil mencebik.
"Biarin!" jawab Ira, sambil mengulurkan lidahnya.
Selesai makan, mereka pun kembali bersantai. Bian menyalakan televisi untuk melihat berita, sambil merebahkan kepalanya di paha Ira.
"Kamu ngapain lihat berita sih, Bi?" tanya Ira. Ia khawatir ada berita penting dan akan mengganggu bulan madu mereka.
"Emang kamu maunya lihat apa, Sayang?" Bian balik bertanya. Ia memang lebih senang melihat berita. Dengan begitu Bian bisa tahu jika ada sesuatu yang terjadi di negaranya.
"Nonton film, kek! Biar gak bosen," usul Ira.
"Ya udah, kita cari film, ya," ucap Bian. Ia pun mengambil remote-nya kembali.
Saat Bian sedang mengganti channel, tiba-tiba mereka melihat ada berita pesawat hilang di lautan.
"Astaghfirullah, kasihan sekali," ucap Bian.
"Aku gak tega deh kalau lihat kayak gitu, Bi," ujar Ira.
"Iya, Sayang. Pasti keluarga mereka sedih."
Kring-kring!
Ponsel Bian berdering.
"Siapa, Bi?" tanya Ira.
"Atasan aku," ucap Bian. Ia pun langsung duduk.
Wajah Ira langsung lemas. Jika atasan Bian yang menghubunginya, kemungkinan suaminya itu akan mendapat tugas.
Bian pun langsung menjawab teleponnya.
"... siap!" ucap Bian setelah mendengarkan arahan panjang kali lebar.
"Ada apa, Bi?" tanya Ira, saat Bian selesai berhubungan dengan atasannya tersebut.
"Aku diminta memimpin tim pencarian pesawat tenggelam. Sebab beberapa penumpangnya merupakan orang penting dari instansi kami," jawab Bian.
Ira tercenung. Ia tak menyangka suaminya akan mendapatkan tugas saat mereka sedang bulan madu. Ia pun bingung hendak komentar apa.
"Huuh! Ini tugas dari atasan, jadi aku gak mungkin nolak. Apalagi ini menyangkut nyawa orang banyak," jelas Bian dengan berat hati.
"Ya udah, kalau begitu kita pulang sekarang," ucap Ira. Ia tidak dapat menutupi ekspresi kekecewaannya. Bahkan mereka belum sempat bermalam, tetapi sudah harus pulang lagi.
Bian pun rugi karena ia sudah membayar kamar itu untuk tiga malam.
"Aku janji, setelah selesai tugas nanti, kita akan jadwalkan untuk bulan madu lagi," ucap Bian. Ia tidak enak hati melihat wajah Ira seperti itu.
"Udahlah, Bi. Gak usah janji! Lagian nanti juga kan aku belum tentu dapet cuti," jawab Ira, malas.
"Maaf ya, Sayang," ucap Bian.
"Iya, ini bukan salah kamu. Kan udah risiko aku nikah sama abdi negara, jadi harus siap menerima situasi seperti ini," jawab Ira.
Ia pun bangkit dan mulai mengemasi barangnya.
"Tapi ini kan kamarnya udah aku bayar, apa aku tawarin Bang Zein aja buat gantiin, ya?" usul Bian. Ia ingat bahwa tadi pagi Zein sempat mengeluh karena tidak memiliki quality time dengan istrinya.
"Ya udah, coba aja! Siapa tau dia mau," jawab Ira.
"Terima kasih ya, Sayang," sahut Bian. Ia pun langsung menghubungi Zein.
Telepon terhubung.
"Assalamualaikum, Bang!" ucap Bian.
"Waalaikumsalam, Bi. Ada apa?" tanya Zein.
"Ini ...." Bian menjelaskan masalahnya. "Kalau Abang mau gantiin, nanti biar aku konfirmasi ke pihak resortnya. Jadi kamarnya bisa di-keep dulu. Lumayan soalnya masih ada tiga malam," jelas Bian.
"Wah, aku sih mau banget. Tapi aku harus cek jadwal dulu. Kalau gak ada masalah, berarti oke," jawab Zein.
"Alhamdulillah, semoga bisa ya, Bang. Biar gak mubadzir. Soalnya kan gak mungkin di-refund," ucap Bian.
"Oke, nanti aku kabari lagi," sahut Zein.
"Siap, Bang. Terima kasih."
"Aku yang terima kasih, Bi."
Telepon terputus.
Zein melamun sejenak. "Kasihan Ira. Lagi bulan madu aja keganggu karena tugas Bian. Tapi gak beda jauh sama aku juga, sih. Bahkan waktu Intan melahirkan, aku hampir gak bisa nemenin dia," gumam Zein.
Sementara itu Ira dan Bian sedang sibuk berkemas. Beruntung tadi mereka sempat tidur siang, sehingga saat ini mereka sudah cukup fit untuk melakukan perjalanan pulang.
"Sayang, kamu gak marah, kan?" tanya Bian. Sejak tadi Ira hanya diam, sehingga Bian khawatir Ira akan marah padanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/311127211-288-k11423.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
Storie d'amoreIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...