08. Berusaha Keluar dari Hutan

13K 1K 33
                                    

Ira mengangguk ragu. Debaran hatinya pun semakin cepat karena ini kali pertama Ira menghadapi situasi seperti itu.

“Ayo!” ajak Bian. Mereka berdiri di balik pintu sabil menunggu Bian memantau situasi di luar.

Sebelum keluar, Bian menggenggam tangan Ira tanpa menoleh.

Deg!

Ira sangat gugup kala tangannya digenggam seperti itu oleh Bian. Ia pun menatap genggaman tangan mereka. Kemudian ia menatap Bian yang serius memantau situasi di luar dari celah pintu.

Kini debaran hati Ira semakin bertambah. Sebab selain karena takut, Ira pun berdebar karena genggaman tangan Bian itu.

‘Ternyata dia baik juga,’ batin Ira sambil menatap Bian dari belakang.

“Di luar sudah sepi. Apa kamu siap?” tanya Bian, sambil menoleh.

Ira yang sedang menatap Bian pun langsung gelagapan. “Heuh? I-iya. Siap,” jawab Ira.

“Tangan kamu dingin sekali. Apa kamu yakin bisa lari?” tanya Bian sambil melihat tangan Ira.

“Bisa kok. Aku kalau gugup emang suka gini. Aku gugup karena situasinya menegangkan,” jelas Ira.

Bian mengelap telapak tangan Ira ke dadanya. Hal itu pun malah membuat Ira semakin gugup.

“Oke, kita keluar sekarang! Usahakan langkah kamu jangan sampai menimbulkan suara. Mengerti?” tanya Bian.

“Ngerti,” jawab Ira. Ia tidak bisa banyak bicara karena dadanya terlalu sesak.

Bian pun membuka pintu secara perlahan. Kemudian mereka mengendap keluar dan mencari jalan belakang.

Sementara itu, anak buah Bian sudah mengepung tempat tersebut. Mereka menyamar menggunakan daun dan rerumputan. Mereka pun membawa senjata dan beberapa alat lainnya.

Beberapa orang berada di atas pohon untuk memantau situasi markas tersebut menggunakan teropong.

“Lapor! Elang (Bian) sudah terlihat. Ia berhasil menyelamatkan sandra. Namun saat ini mereka belum keluar dari tempat tersebut,” ucap salah satu anak buah Bian yang berada di atas pohon.

“Fokuskan ke sekitar! Hadang setiap orang yang hendak menyerang Elang!” sahut leader yang menggantikan Bian.

“Siap! Laksanakan!”

Mereka pun memantau sekitar Bian dan Ira. Dan bersiap membidik siapa pun yang menyerang.

Bian dan Ira jalan sambil membungkuk. Semakin jauh melangkah, kaki Ira semakin gemetar. Ia khawatir tiba-tiba ada orang yang menembaknya.

‘Ya Tuhan, mimpi apa aku bisa nemu situasi kayak gini?’ batin Ira.

Sedangkan Bian sudah tidak sempat memikirkan apa pun. Saat ini ia hanya fokus agar bisa keluar dari tempat itu.

Namun, baru beberapa kali melangkah, Bian dan Ira sudah ditodong senapan oleh seseorang.

“Jangan bergerak! Mau ke mana, kalian?” tanya orang itu. Kebetulan saat itu bos mereka baru saja datang. Sehingga mereka bersiap untuk menyerahkan Bian dan Ira ke bos mereka.

Bian dan Ira pun langsung angkat tangan. Kaki Ira gemetar karena saat ini nyawanya sedang terancam.

‘Ya Tuhan, apa harus berakhir saat ini juga?’ batin Ira. Ia merasa sangat konyol jika nyawanya harus berakhir di tangan penjahat itu.

Mata Bian melirik ke sekitar untuk memastikan bahwa anak buahnya sudah tiba di sana.

‘Syukurlah mereka sudah datang,’ batin Bian. Ia melihat ada anak buahnya di atas pohon dan bidikan laser dari senapan anak buahnya yang siap melepaskan peluru ke arah orang yang sedang menodongkan senjata ke arah Bian.

Komandan TampankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang