13. Stalking

14.6K 1K 34
                                        

“Bukannya stalking. Sebagai pengawas wilayah ini, aku kan harus tahu siapa aja yang datang ke sini dan tujuannya apa aja. Jadi kamu jangan heran kalo aku tahu sedikit banyak tentang kamu,” jelas Bian.

“Ah masa? Bilang aja kalau emang stalking! Pake alasan segala,” ledek Ira.

“Jangan-jangan kamu emang pengen aku stalk, ya?” tanya Bian. Ia tidak mau kalah dari Ira.

“Yee! Enak aja, jangan nuduh sembarangan, deh!” keluh Ira.

“Nah! Enggak enakan dituduh? Sendirinya tadi nuduh duluan. Makanya jangan suka nethink! Mau? Ribut lagi kaya waktu itu,” tantang Bian.

“Hehehe, jangan dong! Capek tahu berantem terus. Mending temanan aja, deh,” jawab Ira sambil tersenyum kikuk.

Bian mengulurkan tangannya ke arah Ira. “Oke deal! Jadi mulai sekarang kita temanan,” ucap Bian sambil menatap Ira.

Ira pun tersenyum. “Deal! Temanan, ya?” sahutnya.

Mereka jadi seperti anak kecil yang baru memiliki teman.

“Kenapa enggak langsung pacaran aja, Ndan?” tanya anak buah Bian. Pertanyaan itu terdengar seperti ledekan.

Bian jadi salah tingkah dibuatnya. “Kamu kalau ngomong jangan sembarangan! Aku lempar ke sungai, baru tau!” ancam Bian.

Bagaimana pun pengalaman mereka cukup berkesan. Sehingga sedikit banyak Bian mulai ada rasa pada Ira.

“Hehe bercanda kali, Ndan. Lagian enggak ada salahnya, kan? Sama-sama jomlo. Nanti pulang ke Jakarta tinggal diresmiin, deh,” jawab anak buah Bian.

“Emangnya kamu tahu dokter Ira ini jomlo apa enggak?” tanya Bian. Sebenarnya ia pun pensaran.

“Ya enggak tahu, sih. Kan tinggal ditanya. “Dok! Udah punya pacar, belum?” tanya anak buah Bian, pada Ira.

Sebenarnya anak buah Bian sengaja memancing. Agar hubungan Bian dan Ira semakin dekat. Sebab mereka dapat menebak bagaimana perasaan komandannya itu terhadap Ira.

Ira pun tersenyum. “Rahasia, dong. Kepo deh,” jawab Ira. Ia sengaja ingin membuat mereka penasaran.

Hal itu berhasil membuat mereka semua jadi semakin penasaran.

“Iiih, dokter. Kasihan lo ini Komandan kita jomlo menahun. Kalau sama-sama jomblo kan enggak ada salahnya buat coba siapa tahu cocok.” Anak buah Bian masih berusaha.

“Udah! Kalian jangan banyak ngomong! Lebih baik kita segera pulang! Kasihan ini dokter Ira pasti capek,” ucap Bian. Sebenarnya ia tidak enak hati jika anak diwakili anak buahnya seperti itu. Sehingga ia terkesan seperti pengecut.

“Tuh kan! Kurang apa coba Komandan kita? Udah diselamatin, ditemenin semalaman, diperhatikan pula. Sayang banget sih kalo enggak sampai jadian,” ucap anak buah Bian.

Bian langsung memelototi anak buahnya itu. Ia kesal kan mereka sangat cerewet.

“Kamu jangan kaget, ya! Mereka emang anak buah yang kurang ajar! Belum aja aku hukum hukum,” ucap Bian, pada Ira.

“Jangan dong! Kasihan kan mereka udah nolongin kita. Justru harusnya kita berterimakasih. Mungkin kalo enggak ada mereka, pagi tadi kita udah mati kedinginan,” ujar Ira.

Bian tersenyum. Ia senang karena kali ini Ira tidak gampang tersinggung. Padahal sebelumnya ia bicara sedikit saja sudah seperti melemparkan sebuah bumerang.

Setelah beberapa jam, mereka pun berhasil keluar dari hutan.

“Terima kasih ya untuk semuanya. Aku bingung gimana cara ngucapinn makasihnya. Soalnya kalian benar-benar udah nyelamatin nyawa aku,” ucap Ira.

Komandan TampankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang