"Hehehe, iya mari makan! Kasihan ini pengantin baru pasti udah lapar," goda Muh.
Bian tersipu malu. "Panggilannya siapa, Bang?" tanya Bian, sambil melihat bayi Zein. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Panggil Aydin aja. Palingan nanti kalau gak mau ribet ujungnya dipanggil Adin, hehe," sahut Zein.
"Namanya unik sekali. Artinya apa?" tanya Bian lagi.
"Artinya tampan. Biar dia jadi anak tampan kayak Bapaknya," jawab Zein, pede.
"Hahaha, asal galaknya gak ngikut ke bapaknya aja. Kasihan nanti ibunya tertekan," ledek Ira.
"Oh iya, kemarin Arga nanyain kamu, Ra," celetuk Zein. Ia sebal karena Ira meledeknya terus.
Ira langsung memelototi Zein. 'Apaan sih becandanya gak lucu,' batin Ira, kesal.
"Mau ngapain?" tanyanya, ketus.
"Itu, dia nanya kamu cuti sampe kapan. Terus dia juga minta maaf gak bisa datang karena ada acara keluarga," jelas Zein.
"Ooh," sahut Ira, kesal. Kemudian ia melirik ke arah Bian. Ia khawatir suaminya itu akan cemburu.
Namun ternyata ekspresi Bian biasa saja. Tidak seperti yang Ira pikirkan. 'Dia beneran gak marah apa cuma pura-pura, ya?' batin Ira.
Selesai makan, Ira menghampiri suaminya. "Bi, maaf ya tadi Bang Zein ngomong gitu. Kamu gak marah, kan?" tanya Ira.
Bian tersenyum. "Kenapa harus marah?" tanyanya, santai.
"Ya kamu kan biasanya cemburu sama Arga," ucap Ira.
"Hei! Kamu itu sudah resmi jadi istri aku. Bahkan semalam kita sudah melewati malam yang indah. Jadi untuk apa aku cemburu lagi? Dia sudah tidak ada harapan," jelas Bian.
Saat ini Bian merasa bangga karena telah memiliki Ira. Sehingga ia tidak takut Ira akan diambil orang lagi.
"Dasar! Jadi bener nih kamu udah gak cemburu?" tanya Ira.
"Bukan gak cemburu, Sayang. Aku cuma berusaha ngertiin kamu. Jadi kamu juga harus ngertiiin aku. Jangan karena aku bebasin, terus kamu kebablasan! Tetap harus ada batasan," jelas Bian.
"Ya iyalah. Aku juga gak mungkin terlalu deket sama cowok lain. Kalau bukan karena urusan kerjaan, aku gak akan berhubungan sama cowok manapun, Bi," sahut Ira.
"Syukurlah kalau kamu bisa menghargai aku. Pernikahan itu kan bukan cuma dijalani setahun atau dua tahun. Tapi seumur hidup. Jadi kita harus terbuka dan saling mengerti. Jangan ada yang ditutupi. Kalau ada masalah dibicarakan baik-baik!" pinta Bian.
"Kamu tuh! Siapa yang kemarin nutupin masalah dari aku lama banget?" ucap Ira, kesal.
"Kemarin itu kan kita belum nikah. Kalau sekarang insyaaAllah aku akan lebih terbuka. Tapi tetep kalau ada misi khusus lagi aku gak bisa jelasin detil ke kamu, hehe," jelas Bian.
"Emang bakalan ada misi lagi, Bi?" tanya Ira, memelas.
Mendengar kata misi, Ira sedikit trauma. Ia khawatir akan keselamatan suaminya.
"Sementara belum ada, Sayang. Tapi aku harus siap kapan pun jika memang atasanku memberikan tugas seberat apa pun tugasnya," jelas Bian.
Ira langsung memeluk suaminya. "Semoga gak ada tugas berat lagi ya, Bi. Aku gak sanggup kalau kamu kenapa-kenapa. Apalagi kalau harus pisah," ucap Ira, manja.
"Aamiin ... tapi kamu juga harus siap dengan kenyataan terpahit, Sayang. Kamu ingat, kan? Prioritas utama aku bukan kamu, tapi kepentingan negara," jelas Bian dengan berat hati.
"Gini amat ya nikah sama TNI. Padahal kalau profesi lain mah istri selalu nomor satu," ucap Ira sambil menekuk wajahnya.
"Terus kamu nyesel nikah sama aku? Kan dari awal juga kamu udah janji sama atasan aku kalau kamu siap nerima aku dalam kondisi apa pun," ucap Bian.
"Ya gak nyesel, lah. Masa nyesel. Cuma agak berat aja, hehe," jawab Ira, jujur.
"Mungkin karena sekarang kamu masih adaptasi. Tapi setahu aku, istri-istri yang sudah menikah lama dengan TNI pun akan merasa berat jika suaminya harus pergi tugas dalam waktu yang lama," ucap Bian.
"Mereka akan sedih, tetapi mereka tetap tegar dan sabar menghadapinya. Itulah kenapa untuk jadi istri TNI gak mudah. Harus menjalani beberapa proses supaya bisa kuat mental," jelas Bian.
Ira mengangguk. "Aku kuat, kok," ucapnya, ragu.
Bian terkekeh. "Kuat kok meluknya makin erat. Takut aku pergi, ya?" goda Bian.
"Iyaa, hehehe."
"Dasar!" Bian gemas pada istrinya itu.
Sementara itu Zein ditegur oleh Muh. "Kamu tuh kenapa pake bahas Arga di depan Bian, sih?"
"Bercanda, Pah," sahut Zein, santai. Saat ini mereka sedang duduk di taman.
"Hal kayak gitu gak pantes dibercandain, Zein. Apalagi mereka baru nikah. Harusnya kamu bisa menjadi contoh yang baik," nasihat Muh.
"Iya maaf, Pah. Abisnya Ira juga ngeledekin aku terus. Kan aku jadi kelepasan. Tapi kayaknya Bian juga biasa aja, deh," ujar Zein.
"Kita gak pernah bisa tahu isi hati seseorang, Zein. Mungkin di luar dia bisa senyum, tapi hatinya belum tentu. Jadi lebih baik menjaga agar tidak menyakiti. Sebab, hati yang sudah tersakiti akan sulit diobati," ujar Muh.
"Iya, Pah. Semoga hubungan mereka langgeng terus. Aku bersyukur kalau memang Bian adalah yang terbaik untuk Ira. Kasihan selama setahun lebih Ira sedih kayak gitu," ucap Zein.
"Iya. Sebenarnya Papah tahu. Tapi cuma sebatas tahu dia itu ada misi. Misinya seperti apa, Bian tidak menjelaskan karena sudah disumpah. Sebenarnya dia pun terpaksa mengatakan itu karena khawatir Papah akan berpikiran buruk tentangnya."
"Jadi dia sering menghubungi Papah untuk menanyakan kabar Ira dan mohon agar menjaga Ira untuknya sampai misinya selesai," jelas Muh, sambil menoleh ke arah Zein.
"Kenapa Papah mau bantu dia?" tanya Zein, heran.
"Karena Papah yakin dia yang terbaik untuk Ira. Papah pun tau Ira hanya mencintai dia. Jadi tidak ada salahnya memberi kesempatan. Kamu tau, Zein. Bian itu sempat kritis dan koma selama beberapa hari," ucap Muh.
"Oya?" Zein terkejut.
"Iya. Orang tuanya hampir pasrah dan Papah pun sempat menjenguknya. Memang saat itu kondisinya terlihat sangat lemah karena luka yang ia alami. Kamu bisa bayangkan bagaimana tersiksanya Ira jika mengetahui Bian mengalami hal seperti itu," jelas Muh.
"Aku gak nyangka ternyata ada hal seperti itu. Aku pikir negara kita aman-aman saja," gumam Zein.
"Itulah. Tugas TNI sebagai garda paling depan untuk menjaga keamanan negara itu tidak mudah. Makanya Papah selalu berusaha memahami kondisi Bian. Apalagi Papah juga tahu bahwa dia sangat mencintai Ira. Tapi mau gimana lagi, tugasnya harus jadi prioritas."
"Tapi apa Papah gak takut misalnya nanti Ira ditinggal-tinggal?" tanya Zein.
"Itu sudah risiko. Ira pun pasti sudah tahu risikonya. Biarkan saja, dia maunya seperti itu. Setidaknya untuk saat ini Ira bahagia. Toh, pekerjaan apa pun pasti ada risikonya, kan?"
"Iya juga, Pah. Kalau memang sudah takdirnya, bukan hanya orang yang berperang, orang yang sedang duduk santai pun bisa celaka," jawab Zein.
"Nah, itu kamu tahu. Sekarang kita doakan saja semoga mereka bahagia selalu!"
"Aaamiin ...."
"Wah, lagi santai, nih?" tanya Bian yang baru saja muncul.
Zein dan Muh menoleh. "Eh, Bi. Setelah ini apa rencana kalian?" tanya Muh.
![](https://img.wattpad.com/cover/311127211-288-k11423.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...