Ira langsung salah tingkah. Saat mendengar Bian mengatakan mereka akan langsung menikah ketika Bian pulang ke Jakarta nanti.
Bian pun tersenyum sambil melirik-lirik ke arah Ira. “Kamu ... mau kan nikah cepat?” tanya Bian, malu-malu.
Ira yang malu itu hanya menjawabnya dengan anggukkan. Ia tak sanggup mengatakan bahwa dirinya mau menikah dalam waktu dekat. Rasanya lidah Ira terasa kelu.
Sejak saat itu, hubungan mereka semakin baik. Mereka bersikap layaknya sepasang kekasih. Mereka pun semakin dekat dan mulai tidak ada rasa canggung lagi. Meski begitu, mereka tetap tahu batasan-batasan.
Bian yang mencintai Ira itu tidak ingin menodainya sebelum halal. Meski beberapa kali mereka sempat ingin melewati batas. Namun mereka masih bisa menahan diri.
“Ternyata sebulan cepet banget ya, Bi,” ucap Ira saat sedang duduk di depan teras.
Kini sebulan sudah berlalu dan besok Ira sudah harus kembali ke Jakarta. Sehingga bisa dikatakan malam ini adalah malam terakhir bagi mereka. Sampai Bian pulang ke Jakarta nanti.
“Iya, perasaan baru kemarin kita duduk di sini dan papah kamu telepon buat kasih info kalau sebulan lagi kamu bisa pulang ke Jakarta,” sahut Bian.
Jika dulu mereka duduk berjauhan. Kini mereka duduk bersebelahan. Bahkan Ira menyandarkan kepalanya di bahu Bian.
“Kalau nanti dokter barunya cewek, kamu jangan nakal, ya!” pinta Ira, sambil menoleh ke arah Bian.
Bian tersenyum. “Siapa yang sebenarnya berpotensi nakal, hem? Kamu di Jakarta akan bertemu jauh lebih banyak lelaki. Sementara aku? Kamu tau sendiri kan di sini seperti apa?” sahut Bian.
Ira menatap Bian, sambil menelisik. “Tapi aku bukan tipe orang seperti itu, Bi. Lagian di Jakarta juga aku pasti sibuk di rumah sakit. Gak ada waktu buat nakal-nakal,” ucap Ira.
“Sekarang gini aja. Hubungan kita kan bukan main-main lagi. Aku pun udah bilang sama orang tuaku kalau aku mau nikah dan mereka sangat senang,” ucap Bian.
“Oya?” tanya Ira.
“He’em. Aku gak mau ngecewain mereka. Jadi pernikahan kita jangan sampai batal. Oke?” pinta Bian.
Saat Bian memberi tahu orang tuanya bahwa ia akan menikah, orang tua Bian sangat senang. Namun mereka pura-pura tidak tahu siapa wanita yang akan bian nikahi.
Mereka sengaja ingin perjodohan Bian dan Ira berjalan secara alami. Jika memang Bian dan Ira akan menikah, maka mereka tidak akan membocorkan perihal perjodohan itu sampai mereka menikah nanti.
“Oke. Pokoknya awas ya kalau kamu nakal. Apalagi sampai kamu ghosting, aku gak akan maafin kamu!” ancam Ira.
Sebagai wanita, berhubungan dengan pria yang baru ia kenal, tentu saja ada perasaan khawatir. Apalagi saat ini Ira masih belum tahu di mana tempat tinggal Bian dan siapa orang tua pria itu. Sehingga Ira pikir bisa saja Bian menghilang tanpa jejak.
Mereka belum memberi tahu siapa orang tua mereka. Sebab belum ada momen yang tepat untuk mengatakan hal itu. Rasanya sangat aneh jika tiba-tiba menjelaskan siapa orang tua mereka. Apalagi sama-sama merupakan orang penting.
Muh pemilik rumah sakit. Sedangkan ayah Bian merupakan petinggi TNI. Jadi jika mengatakan hal itu, khawatir dianggap sombong atau pamer.
“Siap, Jendral!” ucap Bian, tegas. “Ini alamat rumah orang tuaku. Kamu bisa datang ke sana untuk memastikan keseriusanku. Ya, siapa tau kamu mau datang untuk mengenalkan diri sebagai menantu,” ucap Bian.
“Cih! Enak aja. Emang aku cewek apakah? Aku gak mau datang ke rumahmu kalau bukan kamu yang bawa aku ke sana dan ngenalin aku ke keluargamu secara langsung!” ucap Ira.
![](https://img.wattpad.com/cover/311127211-288-k11423.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...