"Hah? Besok?" Ira terkejut. Ia belum menyiapkan apa pun. Sehingga Ira pikir besok terlalu cepat.
"Iya, kan cuti kita juga terbatas," jawab Bian, santai. Baginya menyiapkan barang tidak butuh waktu lama. Sehingga pergi besok sudah lebih dari cukup untuk bersiap.
"Tapi aku belum nyiapin apa-apa, Bi," sahut Ira. Ia terlihat keberatan.
"Siapin lingerie aja yang banyak! Baju cukup bawa dua buat pergi sama pulang," canda Bian, sambil tersenyum lebar.
Ira langsung menyubit Bian. "Hiih! Sembarangan! Gak gitu juga, kali! Bisa masuk angin aku kalau cuma pake lingerie doang tiap hari," keluh Ira, sambil menggigit bibir bawahnya, gemas.
"Hahaha, ya kan nanti diangetin sama aku, Sayang. Aku jamin kamu gak akan kedinginan. Yang ada keringetan terus," sahut Bian. Ia tidak kesakitan ketika dicubit. Sebab kulitnya cukup kencang, sehingga sulit dicubit.
"Maunya!" skak Ira.
"Iya, dong. Mau banget, hehe." Bian tak mengelak.
"Ya udah kalau begitu aku mau siap-siap dulu!" ucap Ira. Ia tidak ingin ada yang kurang. Sehingga Ira mempersiapkannya dari sekarang.
"Nanti malem aja kali, Yank," ucap Bian, manja.
"Yakin nanti malem kamu gak akan ganggu aku?" tanya Ira, kesal. Ia yakin nanti malam Bian pasti akan menagih janjinya. Sebab siang ini Ira tidak mau melakukan apa yang Bian inginkan.
"Eh iya. Ya udah sekarang aja, deh," ucap Bian sambil tersenyum. Ia mengalah dari pada nanti malam dirinya batal mengambil jatah.
"Dasar!" Ira pun beranjak dan turun dari tempat tidur.
Ia menuju ke lemari untuk memilih pakaiannya. "Pakaian kamu mau diberesin gak, Bi?" tanya Ira.
"Gak usah. Aku mau bawa boxer aja," sahut Bian, santai.
Pluk!
Ira melempar sebuah pakaian ke wajah Bian. "Ditanya serius, juga!" ucapnya, gemas.
"Lho, aku serius. Nanti disana pasti ada bath robe. Itu aja cukup, kok. Biar gak susah lepasnya," jawab Bian.
"Capek ngomong sama kamu, mah!" Ira pun kesal, akhirnya ia membereskan pakaiannya sendiri.
Bian terkekeh. Padahal di kopernya ada beberapa pakaian, sehingga Bian tidak perlu menyiapkannya lagi. Namun ia senang menggoda istrinya itu.
Saat Ira sedang asik berkemas, Bian terlelap. Ternyata ia yang sejak tadi usil itu pun mengantuk. Bagaimana pun tubuhnya merasa lelah karena energinya banyak terbuang.
"Ya ampun, dasar suami kayak anak kecil. Ngoceh dari tadi, taunya pules. Kayak Aydin aja," gumam Ira, sambil geleng-geleng kepala.
Ia ingat betul bagaimana keponakannya itu ketika mengantuk. Biasanya Aydin akan mengoceh atau rewel, kemudian terlelap.
Setelah membereskan pakaiannya, Ira pun keluar dari kamar. Ia membiarkan suaminya itu beristirahat.
"Aydin mana, Mah?" tanya Ira saat tiba di lantai satu.
"Biasa, lagi main sama Popa. Dia kan paling seneng kalau diajak main di luar," jawab Rani.
"Untung ada Aydin, ya. Jadi pas Papah pensiun, bisa punya mainan, hehe," ucap Ira.
"Iya. Apalagi baby seusia Aydin ini lagi lucu-lucunya, kan. Mana bulet banget gitu, jadi gemes."
"Untung juga Papah masih segar. Jadi gak encok gendongnya," canda Ira.
"Iyalah. Papah gitu, lho," timpal Muh yang baru saja masuk sambil menggendong cucunya.
"Aydiin, kok belum bobok, Sayang? Biasanya jam segini kamu udah bobok siang, hem," ucap Ira. Ia mengambil bayi itu dari gendongan Muh, kemudian memangkunya.
"Makanya ini Papah bawa masuk, kayaknya dia udah ngantuk, tuh. Sus, tolong siapin susunya, ya!" pinta Muh.
"Baik, Pak," jawab suster yang stand-by. Ia pun mengambil asi yang ada di dalam freezer.
"Jadi kamu mau berangkat kapan, Ra?" tanya Muh.
"Berangkat ke mana, Pah?" Ira belum paham arah pertanyaan papahnya.
"Itu lho. Katanya kalian mau bulan madu. Bulan madu ke mana?"
"Oooh, Bian udah cerita, ya? Rencananya sih ke Ciwidey, Pah. Biar gak jauh-jauh," jawab Ira.
"Mamah mau ikut?" canda Muh pada istrinya.
Ira terkesiap saat mendengar ucapan papahnya itu. Ia langsung ternganga, seolah keberatan jika mamahnya ikut.
Muh pun terkekeh. "Segitunya kamu takut kami ikut," ledek Muh.
"Papah, Mah," keluh Ira. Ia jadi malu karena ternyata Muh hanya meledeknya.
"Papah juga tau kali, Ra. Masa kita mau ngebuntutin orang bulan madu? Ada-ada aja kamu, nih!" jelas Muh.
"Ya kali Papah sama Mamah mau bulan madu juga, hehe," ledek Ira.
"Emang kamu mau punya adik lagi?" Muh malah membalas ledekan anaknya itu.
"Idih! Ya enggaklah. Gila aja kali aku punya adik. Yang ada aku tuh punya anak," sahut Ira. Ia tidak mau memiliki adik lagi. Bagi Ira itu hal yang memalukan.
"Lagian siapa juga yang mau punya anak lagi. Ngurusin cucu aja udah happy," ucap Rani.
"Kalau mau juga gak apa-apa, Mah," ucap Muh.
"Gak usah macem-macem deh, Pah!" sahut Rani, ketus. Ia memang tidak ingin memiliki anak lagi. Bagi Rani hal itu sangat merepotkan. Apalagi di usia mereka saat ini yang sudah tidak muda lagi.
"Ya udah gak usah berantem!" ucap Ira, sambil menggoda Aydin.
"Oh iya, kata Bian setelah bulan madu nanti kalian mau pindah ke rumahnya, ya?" tanya Muh.
"Iya, Pah. Rencananya sih gitu. Gak apa-apa, kan?" tanya Ira.
"Kamu ni pake nanya segala. Ya gak apa-apa, lah. Namanya juga kamu udah nikah. Papah udah gak berhak untuk ngekang kamu lagi, Ra," jelas Muh.
"Hehehe, basa-basi, Pah," sahut Ira, jujur.
"Dasar! Anak siapa tuh, Mah?"
"Anak Pak Muh," ledek Rani.
"Udah ah, aku mau ngelonin Aydin aja," ucap Ira. Kemudian ia menggendong keponakannya itu dan membawanya ke kamar Zein.
Setiap Aydin ada di sana, ia memang selalu tidur di kamar orang tuanya itu. Jika sedang tidak ada kegiatan, Ira memang sudah terbiasa mengasuh keponakannya tersebut. Sehingga Ira tidak canggung lagi ketika harus mengeloninya.
Kamar tersebut memang sudah lama kosong. Kini difungsikan sebagai kamar bayi. Sehingga siapa pun bisa masuk ke sana. Apalagi Zein dan Intan tidak tinggal di rumah itu.
Beberapa jam kemudian, Bian yang sedang tidur itu terbangun. "Lho, Ira ke mana?" tanyanya. Ia bingung karena istrinya itu sudah tidak ada di kamar.
Bian pun beranjak dari tempat tidurnya, kemudian mencari Ira ke bawah.
"Bi, lihat Ira, gak?" tanya Bian, pada ART di rumah tesebut.
"Non Iranya lagi tidur di kamar Mas Zein," jawab ART.
"Ooh, terima kasih, Bi," ucap Bian. Ia heran mengapa Ira tidur di kamar Zein. Bian pun mencarinya ke sana.
"Kayaknya Bang Zein gak ada di sini. Kenapa dia malah tidur di sana? Apa dia gak mau tidur di kamarnya sama aku?" gumam Bian, heran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...