"Mau ngapain, sih?" tanya Ira. Ia yakin suaminya pasti menginginkan sesuatu.
Bian langsung menarik Ira. "Biasakan sama suami itu langsung nurut! Jangan suka ngebantah, nanti tuman!" ucap Bian, gemas.
"Ya abisnya kamu suka aneh-aneh, sih," ucap Ira, manja.
"Apanya yang aneh? Namanya suami istri begini tuh wajar, Sayang," ucap Bian, sambil merangkul pinggang Ira. Kemudian merapatkan tubuh mereka.
Ira tersenyum. Ia sangat gemas melihat tingkah suaminya itu. "Tuh, kan. Kamu maaah. Emang wajar, sih. Tapi ini masih siang. Aku risih mesra-mesraan siang hari begini, ihh," keluh Ira.
"Dulu waktu masih pacaran, kamu gak risih. Kenapa sekarang malah menghindar," bisik Bian, nakal. Kemudian ia menggigit telinga istrinya itu.
"Bi!" tegur Ira. Ia malu disebut seperti itu oleh suaminya. Ketika sedang berpacaran mereka memang cukup sering bermesraan. Namun hanya sebatas bibir, tidak lebih. Mungkin karena belum halal, jadi mereka masih sangat menggebu-gebu.
Sedangkan saat ini mereka sudah menikah dan sudah sering melakukannya. Sehingga Ira merasa Bian berlebihan karena semalam pun sudah.
"Sayang, kamu harum banget, sih. Bikin aku jadi pingin usel-usel terus," ucap Bian sambil mengendus leher Ira.
"Kamu mah gak harum juga diusel terus," skak Ira.
"Hehehe, makanya jadi orang jangan bikin aku berdebar-debar terus! Kan aku jadi susah napasnya," ujar Bian.
"Lha, apa urusannya?" tanya Ira.
"Ada, dong. Kalau disalurkan debarannya berkurang. Jadinya lega," sahut Bian.
"Idih, dasar! Itu mah bisaan kamu aja. Mana ada kayak gitu?" Ira tidak percaya dengan apa yang Bian katakan.
"Lho, ada. Emang kamu gak ngerasa kalau udah disalurkan jadinya lega? Aku juga jadi bisa istirahat, tidur nyenyak banget kayak semua beban udah diangkat," ujar Bian.
Sejak tadi Bian sedang menggerayangi tubuh istrinya. Sementara Ira terus berusaha menepis tangan suaminya itu.
"Kan semalem udah diangkat bebannya. Jadi harusnya kamu gak punya beban lagi, dong!" ucap Ira.
"Lho, selama ada di dekat kamu, aku akan terbebani terus, Yank. Jadi kamu harus tanggung jawab," canda Bian.
"Ooh, jadi kamu nganggep aku beban?" tanya Ira sambil menekuk wajahnya.
"Iya. Beban yang menyenangkan, hehe," jawab Bian, salah tingkah. Ia takut istrinya itu marah.
"Ya udah kalau gitu jangan deket-deket aku! Biar gak terbebani lagi!" sindir Ira. Ia kesal karena disebut sebagai beban oleh istrinya.
"Jangan, dong! Justru kalau kamu jauh, aku makin tersiksa. Emang belum cukup kita pisah setahun?" tanya Bian.
"Ya abisnya kamu tuh kalau ngomong sembarangan banget!" Ira marah.
"Itu kan cuma bercanda, Sayang. Udah ah jangan ngambek terus. Dari pada berdebat, mending berantem, yuk!" ajak Bian.
Ira mengerutkan keningnya. "Berantem?" tanyanya.
"Iya, berantem," sahut Bian, sambil menaikturunkan alisnya.
"Haish!" Ira pun semakin kesal.
Meksi begitu Ira tak menolak ketika Bian mencumbunya. Saat bibir Bian mendarat di bibirnya, pria itu mendekapnya hingga tubuh mereka merapat.
"Enak, Sayang?" tanya Bian, setelah mereka selesai bergulat dan mengeksplorasi seluruh ruangan bungalow tersebut.
"Enak banget, Bi. Makasih, ya," sahut Ira sambil mengatur napasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
Storie d'amoreIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...