55. Interogasi

8.5K 785 38
                                        

“Kamu, nih! Dikasih tau malah kayak gitu,” keluh Zein.

“Ya Abang juga gak jelas. Masa cuma karena cemburu terus hubungan aku yang dipermasalahin,” jawab Ira.

“Abang cuma memperingatkan kamu, jangan sampai kamu menyesal nanti. Oke, sekarang kita lihat! Dua bulan lagi dia beneran datang melamar atau tidak!” sahut Zein. Kemudian ia berlalu.

Zein kesal karena Ira malah melawannya. Sedangkan Ira terdiam setelah mendengar ucapan terakhir Zein.

‘Semoga dia gak ngecewain aku,’ batin Ira. Entah mengapa ia jadi khawatir ucapan Zein akan jadi kenyataan. Akhirnya Ira pun masuk menuju ruangannya.

“Pagi, Dok!” sapa Ira saat tiba di ruangan Arga.

“Pagi,” sahut Arga, sambil menoleh ke arah Ira.

“Calon suaminya udah pulang?” ledek Arga sambil tersenyum.

Ira jadi malu saat ditanya seperti itu oleh Arga. “Hehe, udah,” jawab Ira.

“Kapan rencana nikahnya?” tanya Arga lagi.

Ira bingung hendak menjawab apa. Sebab rencananya belum matang. Bahkan lamaran resmi pun belum.

“Dalam waktu dekat, Dok,” sahut Ira. Ia tidak menyebut tanggal pastinya. Sebab ia sendiri tidak tahu kapan dirinya akan menikah.

“Semoga acaranya lancar, ya. Dan semoga pernikahan kalian langgeng,” doa Arga.

“Aamiin,” sahut Ira.

Ira jadi semakin tidak tenang. ‘Awas aja kalau sampe kamu bohongin aku ya, Bi!’ batin Ira.

Jika belum ada yang mengetahui perihal rencana pernikahan mereka, mungkin Ira tidak akan terlalu khawatir. Namun kini sudah terlanjur banyak yang tahu. Sehingga Ira khawatir Bian tidak menepati janjinya.

Sebab, jika sampai Bian ingkar janji, dirinya akan sangat malu. Terlebih di hadapan Zein yang memang belum merestui hubungan mereka. Sebab, Zein sendiri masih sangat meragukan Bian.

Setelah itu mereka melanjutkan pekerjaan seperti biasa. Bahkan Arga tetap mengajak Ira makan bersama. Namun Ira berusaha menolaknya sehalus mungkin.

“Dok, mau makan bareng lagi, gak?” tanya Arga.

“Maaf, Dok. Saya ada janji sama Papah, mau makan bareng di ruangannya,” sahut Ira.

Ia tidak mungkin berkata jujur. Sebab dirinya tidak ingin mempermalukan Bian di hadapan orang lain.

“Ooh, ya udah kalau begitu. Saya duluan, ya,” ucap Arga. Sebenarnya ia dapat menebak mengapa Ira menolak makan siang bersamanya. Namun Arga tidak mungkin mengatakan apa yang ia pikirkan.

‘Belum jadi suami aja udah ngekang kayak gitu. Gimana kalau udah nikah?’ batin Arga. Ia sedikit kesal karena Bian keterlaluan. Apalagi ketika Bian menjawab teleponnya. Menurut Arga, hal itu sangat tidak sopan.

“Huuh! Untung dia gak banyak nanya,” gumam Ira. Ia lega karena Arga langsung pergi begitu saja.

Ira pun meninggalkan ruangan tersebut, kemudian ia menuju ruangan papahnya.

“Duh! Ini mah judulnya lari dari kandang buaya, masuk ke kandang singa,” gumam Ira.

Ia baru ingat bahwa papahnya sudah mengetahui hubungan Ira dengan Bian. Sehingga Ira khawatir dirinya akan diintrogasi oleh Muh mengenai hubungan mereka.

“Ya udahlah, pasrah aja,” gumam Ira. Ia pun tetap berjalan menuju ruangan Muh.

“Assalamualaikum, Pah,” ucap Ira saat memasuki ruangan papahnya.

Komandan TampankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang