Ira mendorong Bian secara perlahan. "Berarti nanti kamu bisa gak pilih aku, dong?" tanyanya, saat Bian melepaskan tautan bibir mereka.
Bian menatap Ira. "Kamu kan tau kalau aku sudah bersumpah untuk menjadikan tugas negara sebagai prioritas?" Ia balik bertanya.
Wajah Ira langsung murung. "Iya," lirihnya. Ia tidak bisa protes untuk hal itu. Apalagi mereka sudah beberapa kali membahas hal itu.
"Maaf ya, Sayang," ucap Bian sambil menangkup pipi Ira. Ia pun bingung karena tidak bisa berbuat apa-apa. Mengatakan janji manis pun tidak mungkin jika tak sesuai kenyataan.
"Yah, mau gimana lagi. Udah risiko aku," ucap Ira, pasrah.
Sebenarnya ia hanya ingin jawaban gombal. Namun nyatanya Bian tidak bisa seperti itu. Sehingga Ira kecewa.
"Dari pada mikirin yang enggak-enggak. Mending kita kerjakan yang iya-iya," ucap Bian, genit.
Ira mengerutkan keningnya. "Apa?" tanyanya.
Bian melirik ke arah tempat tidur.
Ira langsung menyipitkan matanya. "Ya ampun, Bi. Ini masih siang, lho," keluh Ira.
"Masalahnya di mana? Kan gak ada waktu khusus untuk iya-iya. Jadi bisa kapan aja. Lagian sekarang kita lagi bulan madu. Harus bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin," jelas Bian.
"Huuh! Dasar, bisa aja. Tapi ini kan baru nyampe, kita santai aja dulu lah, Bi!" sahut Ira. Ia sebal karena di otak suaminya hanya ada hal 'seperti itu'.
"Ya udah, gimana kalau santainya sambil berendam di jacuzzi?" usul Bian.
Ira memicingkan matanya. "Itu mah sama aja. Paling ujungnya juga ke 'sana'," tuduh Ira.
Bian tersenyum lebar. Ia seperti maling yang tertangkap basah. "Kamu jangan marah-marah terus, dong! Nanti aku makin pingin," bisik Bian.
"Dih, aneh!"
"Lho, beneran. Makin kamu marah, makin gemesin. Aku jadi pingin bergulat biar kamu gak bisa marah lagi. Kan kalau lagi begitu kamu cuma pasrah, atau palingan ikut goyang," canda Bian.
"Bi!" sentak Ira. Ia malu membahas hal itu.
"Yuk!" Bian seolah tak peduli dengan ucapan istrinya.
"Hish!" Ira kesal, tetapi ia tetap mengikuti keinginan suaminya itu. Akhirnya siang itu mereka berendam di jacuzzi yang ada di balkon cottage mereka.
Kebetulan balkonnya menghadap ke hutan. Sehingga tidak ada orang lain yang bisa melihat ke arah sana.
"Aku ganti baju dulu ya, Bi," ucap Ira.
"Lho, ngapain ganti baju?" tanya Bian.
"Ya kan mau berendam," sahut Ira, heran.
"Gak usah pake baju, Sayang! Biar makin hangat," ucap Bian sambil menaikturunkan alisnya.
"Hei! Mana ada orang gak pake baju jadi hangat?" tanya Ira, gemas.
"Ada, dong. Kalau lagi begitu kan jadi hangat," jawab Bian, sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Kamu mah bener-bener, ya! Lagian aku malu keluar gak pake baju, ah," ucap Ira, kesal.
"Ini kan bisa pake bath robe. Nanti pas di sana langsung lepas," usul Bian.
"Kayaknya kamu niat banget, ya?" tuduh Ira.
"Lho, iya jelas. Semua kan harus direncanakan dengan baik. Sebelum ke sini aku udah punya banyak planing," jawab Bian, jujur.
Ira mengerutkan keningnya. "Planing apa?" tanyanya.
"Planing berbagai macam gaya," bisik Bian, nakal.
Ira ternganga. "Bian! Kamu ihhh. Sebenernya kamu tuh udah pengalaman apa belum, sih? Kok kayaknya ahli banget buat masalah begituan?" tanya Ira.
"Udah, dong," jawab Bian.
Bola mata Ira hampir melompat.
"Udah sama kamu, Sayang. Kan kemarin kita sempat beberapa kali main. Jangan nethink, deh!" ucap Bian sambil mencubit hidung istrinya.
"Bohong!" tuduh Ira.
"Ya ampun, gak percaya banget. Bener, kok. Aku tuh kan bukan anak ingusan. Aku pernah bilang, kan. Kalau selama ini suka nonton film dewasa. Dari sana aku banyak belajar. Nah, sekarang waktunya praktikum. Masa belajar terus tapi gak praktek," ucap Bian.
Ira menjebik. "Pantesan otak kamu kotor. Kayaknya karena keseringan nonton, deh!" cibir Ira.
"Mungkin. Namanya juga mantan bujang tua. Aku kan normal, punya kebutuhan batin. Mending cuma nonton, gak sampe ngelakuin. Makanya sekarang waktunya aku melampiaskan yang selama ini terpendam," ucap Bian. Setelah itu Bian langsung memeluk Ira dan mencumbunya.
Ia selalu berusaha menyerang Ira. Namun Ira yang merasa belum siap itu selalu menghindarinya.
"Bi, aku belum siap. Ini kan habis perjalanan jauh, aku mau bersih-bersih dulu, biar wangi," ucap Ira, sambil mendorong tubuh Bian.
"Ya ampun, Sayang. Kamu itu udah wangi. Udah, langsung aja, yuk! Aku udah gak sabar, nih," rengek Bian, manja.
"Sebentar aja! Kamu tunggu aku di sana, nanti aku nyusul, oke?" pinta Ira.
"Tapi jangan lama-lama, ya?" pinta Bian, memelas.
"Iya ... cuma bersih-bersih terus pake parfum. Biar kamu makin nafsu," bisik Ira.
Bian pun tersenyum. "Oke, kalau gitu aku tunggu di sana," sahutnya.
Mendengar ucapan terakhir Ira, Bian jadi sangat senang.
'Dih, dasar! Giliran dibilang begitu aja baru semangat,' batin Ira. Ia sengaja menggoda Bian dengan kata nakal agar suaminya itu menurut padanya.
Akhirnya Bian menunggu Ira di jacuzzi. Sedangkan Ira masuk ke kamar mandi untuk bersiap.
Sambil menunggu Ira, Bian berendam tanpa mengenakan pakaian. Ia sengaja ingin menikmati momen romantis yang panas bersama istrinya itu.
"Kayaknya kalau malam lebih seru, deh," gumam Bian sambil melihat pemandangan sekitar. Posisi cottage-nya berada di tebing, sehingga pemandangannya begitu memanjakan mata.
Tak ada satu orang pun yang terlihat dari sana. Sebab di sana hanya ada hutan yang lebat. Sementara cottage di sebelahnya menghadap ke arah lain. Sehingga tidak akan ada yang bisa melihat mereka.
Bian tersenyum membayangkan apa saja yang akan mereka lakukan di sana. Ia pun jadi semakin tidak sabar menanti istrinya.
"Sayang, udah belum?" tanya Bian.
"Sebentar!" sahut Ira dari dalam kamar mandi.
"Hiih, kayak main petak umpet aja pake nanya udah belum." Ira menggerutu.
Beberapa saat kemudian ia sudah selesai dan menghampiri Bian dengan menggunakan bath robe. Menyadari ada istrinya, Bian pun menoleh. Senyumannya mengembang sempurna kala melihat Ira di sana.
"Sini, Sayang!" ajak Bian.
Ira mendekat ke arahnya. Kemudian ia ikut bergabung dengan Bian ke dalam jacuzzi berisi air hangat itu.
Set!
Bian menarik tali bath robe Ira. Seketika tubuh Ira pun ter-ekspose.
"Bi!" keluh Ira. Ia langsung menutupinya dan celingukan. Ira khawatir ada orang lain yang melihat.
"Udah, tenang aja! Aku gak mungkin berani seperti itu kalau ada orang lain, Sayang," ucap Bian. Ia pun menarik bath robe Ira, untuk membantu melepaskannya.
Akhirnya Ira pun pasrah. Ia berjongkok, kemudian melepaskan bath robe-nya. Setelah itu Ira pun masuk ke dalam kolam.
"Wooow, istriku memang seksi," puji Bian saat melihat tubuh istrinya.
"Kamu nih!" ucap Ira, sebal.
"Udah, jangan banyak protes! Sini deket aku!" Bian menarik Ira agar mendekat ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komandan Tampanku
RomanceIra yang merupakan seorang dokter dijodohkan dengan Bian yang merupakan komandan angkatan darat. Namun pertemuan pertama mereka kurang baik, sehingga Ira dan Bian saling membenci satu sama lain. Ira sengaja dikirim ke perbatasan oleh papahnya agar b...