1.8. The Breeze Before The Storm

16.3K 1.5K 18
                                    

Kenapa punggungku terasa dingin? Tapi tak masalah. Nina sudah cukup menghangatku. It's been a while since... God like months ago we never cuddling each other like this. I miss you Karenina.

Ares makin mengeratkan pelukannya dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Dita dengan mata terpejam.

Gadis itu bergeming, masih tertidur karena tidak ada alarm atau telepon dari Yayang yang biasa membangunkannya setiap pagi.

Tapi kenapa kali ini aroma Nina berbeda? Biasanya harum sitrus dan manis. Tapi kali ini...asem? Sejak kapan sitrus berubah menjadi asem seperti bau baju bekas olah ragaku yang tak tersentuh selama tiga hari di keranjang pakaian? But her smell won't affect my love, anyway. I still and always love her. It's not gonna change.

Ares malah semakin menggesekkan hidungnya ke leher anak gadis yang masih terlelap di pelukannya. Sesekali ia menyapukan bibirnya, membuat Dita menggeliat tak nyaman, karena ada yang menggelitiki kulit lehernya. Sapuan lembut dari bibir Ares tak jua berhenti, membuat gadis itu mulai menggapai kesadaran.

Satu rasa yang baru Dita rasakan seumur hidupnya sebagai gadis, Dita meremang aneh.

"Geli... Berat...," desah Dita lirih.

Kini jilatan-jilatan kasar mampir di telinga Dita, diiringi dengkuran lembut merambat ke gendang telinganya. Memberi efek menenangkan, sejujurnya. Namun tak hanya di telinga, jilatan dari sesuatu yang basah dan kasar juga mampir ke pipi dan puncak hidungnya.

Dita diserang dari dua sisi: sapuan halus yang membuatnya meremang di leher dan geli-geli basah di seluruh wajahnya!

"Iiih, siapa yang jilat-jilat?" ucap Dita dengan suara serak khas bangun tidur. Gadis itu mencoba meregangkan tubuh semampunya karena merasa ruang geraknya terbatas. Belum tahu saja Dita kalau dia sedang terkungkung dalam belitan hangat tangan dan kaki seseorang.

Setelah berusaha keras membuka mata yang terasa direkat lem super, Dita dapati matanya bertubrukan dengan kepala berbulu yang sesekali mengeong dan menjilatinya. Kucing? Kenapa ada kucing di wajahku? Duuh, dadaku berat. Kali ini dia mengangkat kepala, lalu melihat badan kucing yang, obesitaskah? Yang pasti sangat besar. Membuat dadanya terhimpit sesak. Sejak kapan aku perlihara kucing? Mama kan nggak suka kucing. Atau ini hanya mimpi?

Dia mengusap kepala si kucing. Terasa sangat nyata. Berarti aku nggak bermimpi. Apa kucing tetangga?

Setelah beberapa saat, Dita baru sadar ada himpitan berat di perutnya, membuat Dita meraba apapun itu dari tubuhnya. Hangat? Apa ini?

"Tangan?"

"Kenapa, Babe? Aku masih kangen sama kamu. Jangan pergi dulu," kata suara serak itu. Eeeh, suara laki-laki?!

Kecupan-kecupan ringan mampir di lehernya. Membuat tubuhnya bergidik, menegang, bulu romanya meremang takut. Seketika gadis itu membelalakkan mata, menegakkan badan dan melihat ke sekeliling. Kini Dita sadar sesadar-sadarnya bahwa dia tidak sedang bermimpi.

"ARES?!" ucap seorang ibu-ibu.

"SAYANG?!" teriak seorang wanita cantik.

"AAAA!!!" Dita memekik histeris pada pria di sampingnya.

"Kamu siapa?" Tanya wanita yang lebih tua.

"Iya, kamu siapa?" ulang si wanita yang lebih muda dan cantik.

"Ada apa sih?" Suara serak Ares memutus kontes saling tatap Dita dan dua wanita tadi. Kendati masih terpejam, si lelaki menegakkan badannya. Tiga pasang mata menoleh bersamaan pada si pria setengah sadar.

"Pak Ares?!" lalu Dita beralih ke dua wanita tadi. "Kalian siapa?" Nyawa Dita masih setengah terkumpul dan setengah kaget, jadi pertanyaannya sangat tidak bermutu, membuat si dua tamu darah tinggi.

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang