2.38. What A Freakin' Nice Life

13.4K 1.4K 24
                                    

"Bila kriteria dan spesifikasi anda cocok dengan profil The Leisure Treasure Bakery, pemberitahuan diterima atau tidak akan disampaikan melalui email. Terima kasih."

"Oh, jadi nggak langsung hari ini ya Pak, hasilnya?" Si pelamar kecewa sekali. Ares terpaksa tersenyum seadanya.

"Ada beberapa lamaran yang masuk. Tentu harus melalui proses seleksi. Sepertinya kita sudah selesai. Tunggu pengumunannya saja ya, Mbak Melati," pungkas Ares cepat. Sungguh dia tidak mau berlama-lama mewawancarai pelamar lagi. Ares sudah mencapai titik jenuh. Terpaksa gadis muda bernama bunga itu keluar dengan wajah pasrah.

Memang hanya helper yang diminta dan klasifikasi pendidikan yang dibuat minimal SMA jurusan Tata Boga. Tapi sebagai asisten Ares, tidak semudah itu menerima mereka. Sampai detik ini, belum ada yang menyamai kualifikasi Boby.

"Gimana, Mas? Ketemu yang oke?" tanya Sandy sesaat setelah Ares masuk ke dapur. Jangan lupakan wajah lelah bosnya. Sekali lihat Sandy sudah tahu jawabannya.

"Belum. Mereka kelihatan lembek."

"Kalau Mas carinya yang persis kayak Boby ya, susah Mas."

"Tapi bukannya nggak mungkin, kan?"

"Iya sih."

"Timer roti sourdough udah bunyi, San?"

"Belum. Nah Itu bunyi."

"Itu bunyi ponsel saya, Sandy." Sandy mengangkat kedua tangannya yang berlumuran tepung ke udara dan menyeringai.

"Ya, Mike?"

"Lo nggak akan pura-pura lupa lagi, kan? Tonight at 10. It's been a while, Man," kata Mike dengan bahasa Indonesianya yang patah-patah. Papa Mike dari negeri Paman Sam, sedangkan mamanya dari Medan, maka lahirlah seorang anak campuran ini.

Pria itu menghembuskan napasnya pelan. Ares tidak bisa menghindari sahabat-sahabatnya selamanya dengan cara mengelak.

Sudah lama Ares menarik diri dari lingkungan sosialnya. Mungkin sejak sering pulang tepat waktu dan mendapati seorang gadis bercelemek dan spatula di tangan sedang sibuk di kompor apartemennya. Kebiasaan ini sudah menjadi kegiatan yang asik dan tidak membosankan. Selalu ada sebuah tudung saji bunga-bunga teronggok apik di meja makan beserta isi menggiurkan untuk menyambutnya. Berkumpul bersama sahabatnya tiba-tiba jadi terasa aneh. Dia tidak seharusnya berada di luar ketika apartemennya sendiri lebih hangat dan lebih nyaman. Ada yang salah dengannya. Dia yakin itu.

"Kapan gue pura-pura?" Ares percaya suaranya tedengar sangat meragukan oleh Mike.

"Just prove me wrong, then," tantang Mike.

"I'll wrap up my kitchen first, Mike. I'll see you guys at 10." Ares kalah. Dia terpaksa memberikan apa yang Mike inginkan.

"Sounds good, Man. Indra dan Tobi kangen kumpul-kumpul sama lo."

Setelah menyudahi telepon tadi, Sandy memperhatikan kelakuan bosnya diam-diam sambil memelintir adonan roti. Sepertinya jiwa bosnya melayang sepersekian detik karena memasukkan roti sourdough yang belum diapa-apakan ke oven berikut dengan banneton-loyang khusus proofing-nya.

"Setop, Mas!" teriak Sandy.

"Hm?"

"Itu adonan mau langsung di panggang?" Mata bingungnya mengikuti telunjuk Sandy yang mengarah pada oven.

Ares malah tergelak sendiri dan mengusap tengkuknya. Malu. Untuk pertama kalinya Ares, seorang chef profesional melakukan kesalahan konyol.

"Aku perlu ngopi sama mereka," kekeh Ares. Dia sampai geleng-geleng kepala.

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang