2.43. My Fault, Not Her

13.7K 1.4K 24
                                    

"Om Dadang, Tante Widyawati. Makasih ya, sudah datang ke pesta kakakku," ucap lembut Juanita. Tuturnya halus, terukur, suaranya mendayu aduhai. Widyawati makin kepincut menjadikan Juanita sebagai menantunya.

"Tentu. Masa kami tidak datang ke nikahan anaknya Bang Wilmar?" jawab Dadang dengan tawa khas pejabat senayan. Istrinya ikut tertawa kecil. Dadang berhasil masuk ke senayan lagi. Betapa lega Widyawati skandal kecil anak sulungnya ternyata tidak sampai tercium media.

Mereka semua sudah duduk di meja VIP bersama keluarga Juanita, namun anak sulung Sasongko seperti sedang berada di dimensi lain, tidak ikut berbasa basi dengan si empunya pesta. Sebab, pandangan matanya hanya tertuju pada satu titik saat ini.

"Hai," sapa Juanita lembut.

"Ya? Oh, hai," jawab Ares sekenanya. Dia terpaksa mengalihkan matanya dari gadis yang sedang sibuk mengecek persediaan makanan di setiap meja dan bicara pada alat HT (Handy Talky).

Tidak ada sambutan hangat seperti pada Dadang dan Widyawati. Juanita justru tiba-tiba kaku sekaligus kikuk. Itu karena Ares bersikap dingin namun menantang di saat yang sama. Sedangkan Ares tidak menunjukkan keramah-tamahan sejak detik pertama mereka bertemu kembali setelah malam itu.

Ya. Makan malam perjodohan memang terjadi. Malahan Wilmar terang-terangan menawarkan anaknya pada Ares. Penyatuan dua keluarga demi kekuatan politik yang lebih besar nampaknya menjadi latar belakang keluarga ini memutuskan untuk saling berbesan. Dadang dan Widyawati tentu senang. Ares? Menggerutu tanpa bisa angkat suara.

"Res, cobain deh soto Padangnya. The best dish so far dari WO-nya."

Juanita kembali membuka jalan untuk mengobrol setelah salam selamat datang tadi terasa terlalu dingin. Dan lagi, dia juga tidak mau ikut membahas daerah pemilihan atau soal yayasan apa pun itu dengan para orang tua. Juan tidak suka topik politik. Dia lebih suka menaklukkan Ares yang dingin dan misterius.

"Baik, nanti aku coba."

Gadis itu ke mana?

"Aku suka lho, strawberry short cake toko kamu. Sering aku pesen kalau ada acara di rumah."

"Akan aku sampaikan pujiannya ke cake specialist-ku. Dia yang buat." Ucap Ares merendah. Padahal resep original-nya berasal dari Ares.

"Kalau aku datang ke toko kamu, boleh?"

"Tentu. Tapi aku akan sangat sibuk di dapur." Ares langsung memberi peringatan.

Mau buat batas tak kasat mata, Res?

"Ya iya lah. Kamu chef. Tentu kerjanya di dapur, buka jadi pramuniaga toko." Gema tawa Juan mangalun merdu di tengah lantunan musik jazz lembut yang sedang di mainkan live di atas panggung. Tawa itu sangat manis, apalagi dibarengi dengan gerak tubuh yang luwes, paras yang ayu, dan senyum menggoda. Siapa yang tidak akan tertarik dengan Juanita Gunawan?

Itu dia!

"Mbak!" Panggil Ares pada salah seorang petugas WO yang baru melewatinya. Ares tidak repot-repot membalas tawa Juan.

Juan dikacangi!

Yang dipanggil terkejut bukan kepalang. Padahal gadis itu ingin ke kamar kecil sekaligus beristirahat sebentar karena kakinya makin perih. Tapi gara-gara panggilan itu, semua rasa yang mendesak tadi tergantikan oleh debaran aneh, takut, was-was, curiga, entah untuk alasan apa. Dan yang pasti ada rasa lain yang muncul. Rasa yang sedikiiit menyenangkan? Dita juga tidak tahu pasti.

Tapi, kenapa Mas Ares panggil aku 'Mbak'? Apa jangan-jangan dia nggak tahu ini aku? Nggak lihat wajahku, apa?

"Ya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?" Dita dalam mode senyum profesional. Tapi sayang, senyumnya hanya bertahan beberapa detik sebab gadis itu kini membelalak menyadari ada mantan mertuanya di sana. Gawat!

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang