"Apa?!"
"Ma!" ucap Ares dan Dita serentak.
Mama apa-apaan? Dita meremas rambutnya sendiri. Ia tidak percaya pada pendengarannya. Tapi sepertinya tidak ada salah dengan gendang telinganya.
"Heh! Tidak ada ceritanya anak saya menikah dengan..." Pandangan mata Widyawati memindai Dita dari ujung kepala sampai ujung kaki, sungguh pandangan meremehkan. "...anak anda. Lagian anak saya sudah mempunyai tunangan."
Safarina geleng-geleng kepala. "Punya tunangan tapi mabuk dan meniduri anak saya."
"Ma, nggak gitu ceritanya."
"Maaf Tante. Saya bisa pastikan tidak terjadi hal buruk pada anak anda." Ares menggertakkan rahangnya menahan emosi.
"Ma, Pak Ares benar. Dita baik-baik aja, kok," bujuk Dita. Tapi Safarina tidak berpikir demikian. Wajahnya mengeras dan bola matanya melotot tidak terima.
"Kamu perempuan, Nak. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, siapa yang tanggung jawab? Kalau kamu sampai hamil gimana?" Hamil? Itu apa lagi.
"Ma, nggak mungkin."
"Diam Dita!"
"Tapi Ma..." Dita terpaksa bungkam oleh tatapan tajam dan nada perintah sang Mama yang sangat Dita kenal tidak boleh di bantah.
"Kamu diam aja. Biar Mama yang bereskan semuanya." Lalu Safarina beralih ke Widyawati. "Jeng, saya nggak mau tahu. Pernikahan harus tetap dilangsungkan. Saya nggak mau terjadi apa-apa dengan anak saya satu-satunya ini. Kalau sampai anak saya hamil karena perbuatan anak Jeng, saya pastikan kejadian ini akan sampai ke media dalam hitungan jam!"
Jedeeeer!!!
Bagai di hantam petir di siang bolong. Widyawati kaget tak terkira. Skandal. Satu kata yang amat dihindarinya. Dia tidak ingin keluarga Sasongko di terpa skandal, bahkan yang kadarnya ringan sekalipun. Suaminya tidak boleh terkena masalah. Pemilu semakin di depan mata. Jangan sampai Dadang Sasongko gagal jadi anggota dewan gara-gara kejadian tidak penting ini.
"Res...," ucap Widyawati memohon. Sekali lihat Ares tahu pasti apa makna tatapan barusan. Mama apa-apaan? protes Ares dalam kepalanya.
"Nggak, Ma. Mama ngorbanin Ares? Apa pun yang ada dalam kepala Mama, Ares tidak setuju!"
Widyawati mendesis tajam. "Kamu nggak bisa seenaknya berbuat sesuka hati di saat genting seperti ini. Kalau terjadi sesuatu sama kampanye Papa... bukan hanya Papa yang hancur. Karir kamu juga, Res."
"Ma, solusinya nggak hanya menikah. Mama nggak pertimbangkan hidupku juga?" Ares frustasi. Ia menyugar kasar rambutnya yang mulai kering.
Nggak masuk akal, this whole damn situation, batin Ares.
"Be-betul, Buk. Solusinya tidak mesti menikah. Saya nggak mau nikah. Saya masih kuliah." Dita mencoba peruntungannya, memohon dengan puppy eye-nya pada Safarina. Yang ia dapatkan hanyalah remasan kuat tangan mamanya, menyuruh Dita membungkam keingingannya.
"Saya tetap dengan pendirian saya, Jeng. Mereka harus menikah sebagai bentuk tanggung jawab anak Jeng. Harus gentle jadi laki-laki." Safarina menatap jengkel Ares. "Setelah meniduri anak saya, lalu kamu lari dari tanggung jawab? Iya?"
"Mama..."
"Tante. Bukan begitu-"
"Dita, ayo pulang," potong Safarina. Ibu tunggal itu sudah menarik tangan anaknya. Keputusan sepihak mamanya sungguh membuat jiwanya meronta namun tak berdaya di saat yang sama. Ia tak rela menikah dengan Ares.
"Ma, Please. Ares nggak bisa menikahi orang lain. Apa lagi dia." Dita memutar bola matanya dramatis dan mencibir. Siapa juga yang mau menikah sama Pak Ares? Kenal juga enggak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ingredients of Happiness [COMPLETED]
RomanceSemua orang pasti sibuk mencari kebahagiaan. Ada yang bahagia di dapur bila bereksperimen dengan tepung, telur, ragi, gula, butter, dan oven. Menghirup bau ragi yang seperti makanan berjamur saja sudah menjadi terapi bagi jiwanya yang lelah. Dengku...