"DITAAA."
Dulu, setiap teriakan seakan mengurangi usianya beberapa tahun, membuat nyawanya terbang sepersekian detik dan kembali ke raganya dalam keadaan gemetar, takut kejadian di bentak dan dimaki terulang. Tapi, tidak ada terjadi. Ares berteriak karena murni menginginkan Dita segera berada dihadapannya, seperti sekarang.
Ajaib. Telinganya tak lagi berdenging gara-gara teriakan itu. Yang ada Dita nyaman dan terbiasa. Justru, tidak ada teriakan membuat harinya terasa kurang.
"Ya, Mas." Dita muncul secepat Flash. Sedikit ngos-ngosan sebab baru saja membantu Arip bersih-bersih halaman. Terlalu banyak daun kering yang berjatuhan dan kebetulan Dita sedang tidak ada kerjaan.
"Ada telepon. Tolong bawa ke mari."
"Siap, Mas."
Peneleponnya perempuan?
"Mas, ada telepon dari Juanita."
"Kenapa dia suka sekali menelponku di jam sibuk begini?" gumam Ares. Tangannya sibuk membuat sayatan membentuk daun dan pohon pada permukaan roti sourdough bulatnya.
"Jawab dan bilang saya sedang sibuk di dapur."
"Ya?" Dita hanya mau memastikan pendengarannya tidak salah.
"Lakukan apa yang saya perintahkan, Dita."
"Ba-baik, Mas." Sebelum menyentuh tombol hijau, Dita menarik napas dan membuangnya pelan bersiap-siap untuk siapa pun yang yang bernama Juanita.
"Halo Res. Maaf ganggu kamu pagi begini."
Gilak. Suaranya merdu.
"Halo. Saya Dita asisten Mas Ares. Ada yang bisa saya bantu?"
"Dita?" Juan menjeda sebentar lalu kembali bersuara. "Kenapa kamu yang menerima teleponku?"
"Saya disuruh Mas Ares karena beliau sedang sibuk di dapur, Mbak."
"Oh."
"Ada pesan untuk Mas Ares?"
"Nanti saya telepon lagi."
"Baik Mbak. Kalau begitu saya tutup-"
"Tunggu-tunggu." Untung Dita tidak jadi memutus hubungan teleponnya.
"Ya, Mbak?"
"Apa kamu kenal dengan pemilik Restoran Amaranggana?"
"Kenal."
"Maksudku apa kalian dekat?"
"Kami... tidak sedekat itu. Dia dulu guru memasak saya."
"Aaah. Ya sudah."
Klik.
"Kalian ngobrolin apa? Lama sekali. Kenal juga enggak," tukas Ares tidak suka. Ares beralih ke roti sourdough kedua dan melakukan proses sayatan yang sama.
Dita mengembalikan gawai Ares ke tempatnya. "Mbak Juan akan menelepon Mas Ares lagi nanti. Terus Mbak Juan tanya saya, apa saya kenal dengan Mas Radhi."
Kening bosnya berkerut dan seketika menghentikan pekerjaannya. "Untuk apa Juan menanyakan itu?"
Dijawab Dita dengan gelengan kepala dan bahu yang naik sedetik.
Aah, Radhi dan Dita. Sebuah ingatan muncul.
"Radhi mau traktir kamu."
"Oh ya?" Hampir saja Dita berteriak girang. Tapi Dita masih sadar diri sedang berada di mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ingredients of Happiness [COMPLETED]
RomanceSemua orang pasti sibuk mencari kebahagiaan. Ada yang bahagia di dapur bila bereksperimen dengan tepung, telur, ragi, gula, butter, dan oven. Menghirup bau ragi yang seperti makanan berjamur saja sudah menjadi terapi bagi jiwanya yang lelah. Dengku...