3.81. Tell Me Your Dreams

12.4K 1.4K 31
                                    

Tujuh Bab lagi menuju tamaaaaaaat!
Yuk ramein yuk.

Doakan ya semoga cerita ini menang (Amiiiiiiin) dan tetap ngehibur nyang baca.

---

Tanpa pikir panjang, malam itu Dita tidur di kamar pemilik hunian yang sedang berjuang di ICU untuk sadar. Entah apa yang merasuki gadis itu untuk bergelung dalam selimut Ares bersama Maple. Dita hanya ingin merasa dipeluk Ares, seseorang yang telah berjanji untuk tidak meninggalkannya.

Sayangnya, malam ini Maple tidak membantu. Dia terus 'mengganggu' Dita dengan tidur berpindah-indah. Kadang di atas dadanya, kadang di kaki, atau Maple akan melesakkan tubuhnya di sudut ketiak Dita. Membuat pergerakannya gamang karena khawatir dengan memar dan luka gores yang belum mengering. Tapi lama-kelamaan, dengkuran Maple membuat pikirannya sedikit terdistraksi, seakan Maple sedang berusaha menenangkan tuannya yang sedang kalut.

Mas Ares, tepati janjimu.

Isakan Dita makin tak terkendali ketika ingatan Ares di dorong dari ruang operasi menuju ruang ICU terus berulang dalam benaknya. Perban di mana-mana. Dan kakinya! Kaki kanannya dipakaikan lebih banyak alat entah untuk apa. Hatinya tersayat melihat pemandangan itu.

Dari semua kejadian itu, pelukan mantan mertuanya membuat perasaan Dita sedikiiit lebih baik. Dia tidak menduga sama sekali tidak ada kilat amarah dari mata Widyawati. Yang ada, sorot keibuan membuat Dita melepaskan beban yang tertahan seorang diri sejak dibawa oleh ambulans dari lokasi kecelakaan.

Setelah Maple berpindah posisi untuk yang ke sekian kali, akhirnya Dita terlelap saat air matanya masih mengalir membasahi bantal Ares.

***

Melihat Widyawati dan asistennya masih duduk di ruang tunggu ICU, hatinya langsung mencelos. Karena hanya berarti satu hal: Ares masih berjuang di dalam sana.

"Tante," sapa Dita. Tanpa canggung dia memeluk Widyawati hangat selama beberapa saat. Dita senang ketika pelukannya dibalas tak kalah erat.

Tuhan, kenapa air mata ini terus mengalir? Cepat-cepat Dita seka dengan punggung tangannya.

Widyawati memaksakan seulas senyum, walau tahu usahanya sia-sia.

"Bagaimana keadaan kamu? Sudah lebih fresh?"

Dita mengangguk. "Dita jauh lebih segeran, Tante. Tante sebaiknya pulang dan istirahat."

Siapa pun bisa menilai, dua wanita beda generasi ini terlihat kelelahan dan berusaha tampak kuat dengan cara mereka sendiri.

"Mbak Dita benar, Buk. Sebaiknya Ibuk pulang," sahut Yayuk.

"Tapi Ares belum sadar, Yuk."

Yayuk tersenyum. "Mas Ares di pantau 24 jam oleh dokter spesialis dan perawat khusus. Mbak Dita juga sudah datang. Jadi Ibuk tidak perlu khawatir. Yayuk yakin Mas Ares akan baik-baik aja. Ibuk juga harus istirahat. Jaga kesehatan biar lebih fit untuk jaga Mas Ares dan... Bapak." Widyawati menghela napas saat diingatkan akan suaminya.

"Iya, Tante. Dita akan di sini. Dita nggak akan ke mana-mana."

Bayangan suaminya membuat Widyawati mengangguk patuh.

Yayuk menarik Dita menjauh dari Widyawati sebelum mereka pergi, membuat Dita keheranan.

"Kenapa, Mbak?"

"Makasih ya, sudah datang walau keadaan kamu saya lihat..." Yayuk memindai Dita sekilas. "...masih butuh istirahat."

"Tidur saya nggak nyenyak semalam selagi Mas Ares masih di ICU, Mbak," Dita meringis malu. "Jadi percuma berlama-lama di tempat tidur."

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang