2.65. Bitter Pill to Swallow*

11.5K 1.2K 50
                                    

"Yep, it's me. Aku boleh masuk?"

"Yeah, Sure."

Mbak Juan tuh, yang di pesta pernikahan waktu itu? Diam-diam Dita melirik kedatangannya. Dia... cantik.

"Tumben datang ke toko."

"Nggak boleh?" sahut Juan cemberut.

"Boleh, tapi-"

"Masa aku nggak boleh ke tempat kerja calon suamiku, sih?" potong Juan.

"Uhuk uhuk uhuk."

Tersedak nggak pada tempatnya, Dita!

"Makan itu yang bener." Ngomel-ngomel, tapi Ares bergegas mengambilkan Dita botol air mineral. "Minum," perintah Ares selanjutnya.

"Makasih."

Wajahnya memanas. Dita sungguh malu. Dia tidak suka menjadi pusat perhatian dua manusia di depannya. Terlebih perempuan cantik itu. Juan menatap Dita sangat intens.

Mau jadi semut ajaaaa, teriak Dita dalam kepalanya.

"Dia... siapa, Res?" Juan mendekat dan memilih duduk di sisi Ares. Satu belaian di lengan Ares seakan memberi Dita peringatan, Dia milikku.

"Dita asistenku."

"Aaah, kamu pasti Dita, kan?"

"Iya."

"Saya Juanita. Calonnya Ares." Sebuah tangan terulur menunggu Dita untuk membalasnya.

"Juan...," protes Ares. Tapi Juan tidak menggubrisnya tangannya mantap terulur pada si asisten yang tampak... terkejut.

Calonnya Ares? Is she out of her mind? Kami bahkan tidak mempunyai hubungan apa-apa.

"Di-Dita." Dita menyambut tangan itu.

Gilak. Tangannya halus banget. Eh lidah. Nggak perlu gagap juga, dong.

"So, sudah siap untuk pulang, Res?" Hanya bertahan sedetik tangan Juan menjabatnya lalu segera beralih ke Ares.

Ares menunjuk Dita dan roti-roti sourdough-nya yang belum habis bergantian. Saat akan bersuara, Dita cepat-cepat mendahului.

"Mas Ares, Mbak Juan, saya pamit pulang. Permisi." Buru-buru Ares lihat jam tangan dan beranjak dari kursi.

"Ayo. Saya iringi-"

"Mas!" sergah Dita. "Saya... duluan. Mari."

Dita menghilang dari dapur dalam hitungan detik. Setengah berlari Dita mencapai parkiran yang hanya ada motornya dan dua mobil. Yang satu SUV putih Ares, dan yang satu lagi sedan merah berlogo empat lingkaran.

Bagus Dita. Kerja bagus. Jangan sampai Mas Ares buntutin aku sampai ke kosan lagi. Apa yang dipikirkannya, sih? Jelas-jelas 'calonnya' Mas Ares ada di sana. Mau nganter aku? Tidak bisa Fernando!

Dengan kecepatan lima puluh km per jam, Dita membelah aspal malam Jakarta demi meredakan hatinya yang bergemuruh.

Pedih.

***

"Pagiiii Mas Ares."

"Dita, kamu..." Kalimatnya menggantung di udara. Betapa kecewanya Ares ketika memutar kepalanya dan mendapati bukan Dita yang muncul di ambang pintu.

"Kok kaget gitu, Mas?" Ana-lah yang menjambangi ruang laminating dengan wajah ceria dan, sok akrab? Kening Ares mengernyit samar.

"Saya pikir Dita. Ada perlu apa ke sini?"

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang