2.60. Doesn't Make Sense

12.5K 1.2K 41
                                    

Welcome, Sweet November

---

"Kenapa kamu yang menurunkan kursi?" Langkah Ares terhenti ketika hendak naik ke lantai dua karena mendapati Dita sibuk sendiri di ruangan display.

"Saya nggak lihat Arip, Mas. Sudah hampir jam setengah 8. Daripada nanti pelanggan keburu datang." Gadis itu tetap melanjutkan pekerjaannya, tak peduli Bos Galak mengernyitkan keningnya.

"Arip ke mana?" tanyanya pada diri sendiri. Pria itu putuskan menelepon Arip. Tidak biasanya Arip tidak datang tanpa memberi kabar.

"Halo Rip, kamu nggak masuk kerja?" tanyanya langsung setelah dering pertama di angkat.

"Mas Ares, maaf Arip lupa kasih kabar. Sekarang Arip lagi di rumah sakit. Ibu tensinya naik, Mas. Nggak sanggup bangun tadi pagi. Arip panik trus langsung bawa ke UGD."

"Astaga. Terus bagaimana keadaan Ibu kamu sekarang?" Dita mendekat dan ikut menyimak. Mereka saling membalas tatap. Padahal Dita hanya penasaran, tapi memang dasar hati manusia mudah baperan, membuat seberkas desiran mampir sebentar di dada Ares. Amat sebentar. Jadi dia cepat-cepat mengabaikannya.

"Alhamdulillah udah mendingan, Mas. Dikasih obat sama dokter. Masih nunggu stabil di UGD."

"Ya udah. Jangan pikirkan toko. Kamu urus Ibu sampai sembuh. Oke?"

Ares benar-benar mengkhawatirkan Ibu Arip. Sebab dia tahu, Arip adalah tulang punggung keluarga yang mengurus ibu dan dua adiknya.

"Makasih Mas Ares. Maaf sekali lagi ya Mas. Mudah-mudahan besok Arip bisa masuk lagi."

"Ya."

Klik.

"Kenapa Ibunya Arip, Mas?" todong Dita langsung

"Tensinya tiba-tiba tinggi."

"Oalah, Arip pernah cerita ke Mimi sih, Ibunya memang punya penyakit hipertensi." Ternyata Mimi juga menyimak. "Mimi juga pasti bakal kalap Mas, kalau Bunda di rumah sempat kolaps gara-gara darah tinggi. Oh iya, kerjaan Arip gimana, Mas?"

Ah iya juga. biasanya Boby yang menggantikan tugas Arip kalau dia nggak masuk.

"Saya aja, Mas."

"Kamu?" Ares menaikkan alisnya sebelah.

Dita mengangguk. "Kerjaan saya di Kafe Kapulaga sama kok kayak kerjaan Arip."

"Waah, beneran multitasking kamu, Dita." Mimi ikutan senang. "Beda sama Danang. Beuh, pemalas tuh lakik."

Ares menatap dua bola mata berapi-api penuh semangat di pagi hari ini. Menimbang sejenak, lalu dia memutuskan, "Oke. Ingat, kalau saya panggil, kamu harus segera datang ke dapur."

"Aye-aye, Bos."

"Bos lagi," gumam Ares. Dita sekarang ikut-ikutan memanggilnya bos. Sebenarnya Ares kesal ditambah sisa kesal gara-gara kecoak masih ada. Tapi gadis itu tidak menunjukkan tanda-tanda keberatan mengerjakan tugas Arip. Ares jadi tidak bisa marah. Dia memutuskan menelan kekesalannya kali ini.

***

"DITAAA!!!"

Tiga puluh detik kemudian sosok yang dipanggil masuk dalam keadaan berkeringat. Beberapa helaian rambut ada yang jatuh di pelipisnya, ada yang lengket di dahinya.

"Ya Mas."

"Lama banget. Tolong..." Ketika mendongak dari pilinan roti babka, Ares mendapati napas si gadis pembohong memburu seolah habis berlari sprint 100 m. "Stop. Jangan mendekat. Kamu habis ngapain? Kenapa tangannya kotor? Kenapa keringatan?"

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang