2.39. Drama Queen

13.3K 1.4K 14
                                    

"Mike! Lo bisa pastiin tas itu asli atau palsu on the spot?" desak Ares.

"Sure. It should be an easy thing. Why?"

"Buat apa, Res?" Indra ikutan penasaran.

"Man, lo mau apa?" Bahkan Tobias ikut bersuara. "Jangan bilang lo mau bawa Mike ke drama opera sabun di sana?"

"Mike, we don't have time to chit chat. Check that damn bag NOW!" perintah Ares.

Dua pria itu pergi meninggalkan Indra dan Tobi dengan kepala penuh tanda tanya.

***

Tamparan itu membuat telinganya berdenging selama beberapa detik. Matanya memicing spontan. Tak pelak setetes dua tetes bening bukti sakitnya hasil tamparan itu lolos juga dari sudut matanya. Dita meringis membekap pipi kanannya, seakan sedang melindungi barang rapuh. Panas membakar mulai menjalar di bekas tamparan. Denyut nyeri mulai muncul dan rasa anyir mulai menyentuh indra perasanya pertanda ada luka di pipi bagian dalam mulutnya.

Pipinya berdenyut sakit. Tapi hatinya jauh lebih sakit. Dita memang miskin, tapi orang miskin bukan tempat untuk diinjak harga dirinya. Baiklah. Memang benar dulu dia pernah berbohong agar sebuah pernikahan terjadi demi mahar yang tidak tahu rimbanya di tangan sang Mama. Setelahnya, dia bertekad tidak akan pernah melakukan hal hina dina seperti itu lagi. Sungguh pelajaran yang amat berharga!

Tapi Demi Tuhan. Mamanya menghilang sekarang. Hanya sebatas pesan singkat sampai ke Dita yang mengabarkan bahwa orang tuanya masih hidup di suatu tempat belahan bumi lain. Karma? Mungkin. Tapi Dita selalu berdoa, berdoa dan berdoa, semoga Safarina selalu dalam lindungan-Nya.

Dari dulu Dita paling benci jika dituduh melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya. Dulu mantan mertuanya menuduh Dita sebagai wanita kurang ajar. Dita terpaksa bungkam tak mampu membalas karena yang dihadapi adalah orang tua. Tapi kali ini tidak.

Gadis itu maju dalam satu langkah mantap, menantang perempuan cantik yang menamparnya tadi. Bahkan dada mereka saling menempel. Tidak peduli dengan perbedaan tinggi yang mencolok. Dita hanya sedagu perempuan itu.

Belalak membara si waitress membuat bola mata perempuan itu bergetar takut sepersekian detik. Tapi yang di tantang tidak mau mundur. Tas mahalnya lebih penting daripada apa pun!

"HEH! Gue udah bilang. Bukan gue yang numpahin minuman elo. Gimana sih, Mbak?"

"Rin, beneran dia yang nyenggol gelas lo?" bisik temannya takut-takut.

"Kalau bukan dia siapa lagi? Dia yang berdiri dekat gue kok dari tadi. Awas jangan nempel-nempel!" Dorongan kuat di bahu tak menggentarkan Dita untuk tetap berpijak di kakinya. Tamparan tadi membuat adrenalinnya memuncak. Jantungnya berdentam kencang. Dita tidak takut apa pun malam ini.

"Mbak jangan asal ngomong. Cantik tapi minus attitude! Saya nggak nyenggol gelas Mbak."

"Sialan nih cewek. Nggak mau ngaku, hah?! Bilang aja nggak sanggup ganti." Lagi-lagi tangan cantik yang bebas dari tas LV melayang hendak menampar pipi yang sudah memerah itu. Tapi tangan lain menahan di udara. Cengkeramannya kuat sampai-sampai si pelanggan meringis kesakitan.

"Si-siapa kamu?" Perempuan itu terperanjat. Entah karena yang menggenggam tangannya seorang tampan rupawan atau, karena dia seorang selebriti?

"Mas Ares?!" Dita lebih kaget lagi.

"Mike," kode Ares. Mike mengangguk dan tas yang menyebabkan pertikaian itu berpindah ke tangannya.

"HEY! Tas saya!"

"Sebentar ya, Mbak. Saya boleh cek kerusakan tasnya, ya?"

"Buat apa cek-cek? Lepasin tangan saya!" Ares otomatis melepasnya.

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang