"Seneng saya transaksi sama kamu. Kamu tuh kayak Boby, karyawan Ares yang dulu. Cepat tanggap, ligat, nggak bikin saya nunggu-nunggu. Kalau nggak ada orang saya, kamu langsung angkut barang ke mobil." Ci Lina melakukan dua kegiatan sekaligus: menjumlahkan angka-angka di kalkulator dengan kecepatan cahaya dan ngomel-ngomel.
"Ehm, makasih Ci," sungkan Dita sebenarnya. Risih dipuji-puji terus.
"Nggak seperti si... siapa tuh yang sebelum kamu." Perempuan oriental paruh baya itu sempat berhenti sebentar, mendongak dari kaca mata plusnya. "Ngerokok di toko saya. Datangnya telat. Maunya dilayani macam bos besar karena udah beli bahan jutaan."
"Begitu ya, Ci?" timpal Dita sekenanya. Tidak ada dalam rencananya untuk dibanding-badingkan dengan karyawan sebelum dirinya. Tapi Dita bertekad tidak ingin seperti pendahulunya yang namanya saja dia tidak tahu.
"Iya. Pelanggan saya banyak sekali yang belanja puluhan juta. Tapi nggak kayak dia. Songong banget gayanya, malah Cuma asisten Ares."
Ci Lina, udah dong ngedumelnya. Aku juga asistennya Mas Ares lho, Ci.
"Jangan lupa kertas roti, Ci."
"Ah iya, untung diingetin. ANTO! Kertas roti yang coklat 5 gulung," teriak Ci Lina. "Ada lagi yang kurang Dita?"
"Itu aja, Ci. Eh sebentar Ci. Pak Ares nelepon. Mungkin ada tambahan." Gadis itu menjauh dari pemilik Toko Madam. "Ya Halo, Pak?"
"Pak terus. Memangnya kalau kamu kerja sama saya, mesti panggil saya Pak?"
Ngegas amat, Mas.
"Terus saya mesti panggil apa, Pak? Pak Ares statusnya memang atasan saya."
"Jangan Pak! Panggil saya seperti karyawan lainnya. Seperti panggilan kamu dulu ke saya." Dita jadi mendesah kecil.
Dasar Tukang Roti galak kekanak-kanakan!
"Baik, Mas Ares."
"Sounds much better, Dita." suara Ares jauh melunak. "Anyway, tolong jemput Maple di Muezza Pet and Spa."
"Mapeeeeel. Apa kabar Maple, Mas? Jangan bilang dia tambah gendut? Eh maksud saya, kira-kira dia masih ingat saya nggak, ya?" Terdengar kekehan kecil oleh Dita selama beberapa detik di ujung telepon.
"Maple... Ya. Saya pikir beratnya bertambah gara-gara..." Ares berdehem. "Mungkin dia akan ingat kamu nanti. Sudah-sudah. Buktikan saja sendiri di sana. Saya tutup."
Klik!
***
Dari jauh Maple sudah gelisah dan tidak berhenti bergerak dalam kandang setibanya Dita di Pet Care. Mata Maple mengunci Dita dan terlihat jauh lebih agresif dari biasanya karena ingin menyambut si gadis yang hilang dari apartemennya.
Terharu dong, Dita. Dia ternyata masih diingat dan dirindukan oleh kucing gendut itu. Yeah, gendut. Maple makin berisi sejak terakhir kali mereka bersama. Perutnya seperti punya kantong tambahan. Ada yang bergelayut di sana. Dita amat yakin pasti tidak ada yang mengajak Maple lari-larian di apartemen atau pun jalan-jalan santai di taman apartemen.
"Maple, kangen aku?"
"Miauuuw" Dengkuran Maple makin keras walaupun masih berada dalam keranjang. Mereka sedang di jalan menuju toko roti tuannya.
"Nanti aku boleh izin nggak ya, main sama kamu sebentaaaar aja." Dita sampai menggertakkan giginya hingga ngilu. Dita kelewat gemas.
"Miauuuw."
"Jarang-jarang kan, kamu dibawa ke tokonya Mas Ares. Semoga diizinin ya, Maple."
"Miauuuw."
"Hehe. Good girl."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ingredients of Happiness [COMPLETED]
RomanceSemua orang pasti sibuk mencari kebahagiaan. Ada yang bahagia di dapur bila bereksperimen dengan tepung, telur, ragi, gula, butter, dan oven. Menghirup bau ragi yang seperti makanan berjamur saja sudah menjadi terapi bagi jiwanya yang lelah. Dengku...