2.50. The Interview

12.2K 1.3K 15
                                    

Mimi membawakan tumpukan amplop coklat batch kedua hari ini ke ruangan bosnya. Seperti biasa, animo masyarakat sangat tinggi ketika The Leisure Treasure Bakery membuka lowongan pekerjaan.

Wajahnya Ares berubah nelangsa melihat setumpuk amplop coklat jatuh di meja kerjanya. Lamaran-lamaran sebelumnya saja belum selesai dia baca.

Kapan akan berakhir? gerutu Ares.

Ares menyesal tidak menyewa jasa konsultan HRD untuk memilih karyawan untuknya. Ares lebih baik bekerja nonstop di dapur daripada memeriksa CV dan melakukan wawancara. Sepertinya dia akan membutuhkan manajer toko.

"Ada berapa, Mi?"

"Lima belas, Mas."

Spontan pria itu menghenyakkan punggungnya ke sandaran kursi. Mimi tersenyum geli.

"Semangat Mas Ares. Jangan kasih kendor!"

"I'm tired, Mimi."

Ares juga bosan. Ares ingin menghias cup cake. Ares ingin memotong-motong adonan croissant yang sudah di laminating menjadi segitiga dan menggulung dengan sempurna. Ares ingin menghidu bau croissant yang baru keluar dari oven. Ares ingin berada di safety bunker-nya di bawah. Ares ingin... Aaah, sudahlah. Tambah mengeluh, pekerjaanmu tambah berat, ARESTA. Dia memperingati dirinya sendiri.

"Mimi tahu kok. Kelihatan dari wajahnya." Ares tersenyum tidak ikhlas.

"Kapan hari terakhir job vacancy kita di buka, Mi?"

"Hari ini, Mas." Ares mendesah lega. "Oh iya, Mas. Salah satu amplop pelamar ada nama Aphrodita Diana Saraswati. Kebetulan nama depannya sama atau memang dia Dita yang kita kenal?" Mimi hanya tahu nama depan Dita dari aplikasi ojek online yang pernah dia pesan.

Telinga Ares langsung sensitif ketika nama tadi di sebutkan. Dita melamar ke sini?

"Oh ya? Nanti saya pastikan."

Selepas pintu ruangannya ditutup, yang dilakukan Ares adalah mencari nama Si Gadis Kecil di belakang amplop.

"Aphrodita Diana Saraswati." Dengkusan kecil sempat keluar diiringi senyum penuh arti pada wajah pria tampan itu. "Dia melamar di tempatku? Menarik." Dan ada yang lebih menarik lagi. Alamat Dita.

"Dita pindah? Rumahnya bukan di daerah ini setahuku."

Setelah berpikir lama, Ares memutuskan membuka amplop Dita duluan dari semua amplop yang datang. Pelamar lain tidak lagi menarik bagi Ares. "Mari kita lihat, apakah gadis kecil ini qualified menjadi asistenku atau tidak."

***

"Ya Tuhan. Ya Tuhan. Gimana ini?" kata gadis itu pada sebuah cermin kecil.

Dita mematut-matut dirinya pada cermin kecil di kamar kosannya yang hanya 2 x 1.5 m. Gadis itu meneliti untuk kesekian kalinya apakah cepolan rambutnya sudah kuat? Apakah wajahnya terpoles sempurna dengan makeup tipis-tipis asal wajah tak berminyak? Apakah kemeja putih dan blazer hitam andalannya untuk melakukan wawancara kerja di beberapa perusahaan yang beruntungnya menolak Dita terus-menerus, sudah rapi?

"Yup. Semua sudah pada tempatnya. Aku siap di wawancara oleh Mas Ares," ucapnya percaya diri.

Setelah 30 menit berkendara, Dita sampai di toko roti yang harumnya sudah semerbak mewangi memanjakan rongga hidungnya. Perutnya keroncongan lagi. Padahal baru diisi dengan sepiring lontong medan di seberang kosnya.

Baru jam 8 pagi, pengunjung sudah memenuhi ruangan display. Ada yang lalu lalang keluar masuk, ada yang berdiri memenuhi etalase kaca tempat memajang begitu banyak roti dan kue menggiurkan, ada yang duduk menikmati sarapan dengan santai di meja-meja.

The Ingredients of Happiness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang