Psssst, dari judulnya udah bisa ketebak nggak sih, apa yang akan terjadi?
---
Makasih udah nge-gibahin Ares dan Glen.
Ngakak bacanya.
Hehehe 😂---
Sudah hampir setengah jam Ares di dalam. Katanya dia menemui Irfan-manajer toko The Leisure Treasure Bakery kedua. Yang bisa Dita lakukan hanya duduk manis di teras toko. Sebab, dia tidak diberi mandat apa-apa selain menunggu dengan sabar.
Lalu untuk apa aku disuruh ikut Mas Ares?
Padahal, tadi dia sedang ditraktir kue buatan toko Bosnya. Kapan lagi makan makanan mahal? Gratis pula. Lalu Glen. Haaa, maaf ya Bang Glen. Dita berdoa semoga dia masih diberi kesempatan untuk meminta maaf dengan benar karena meninggalkannya tiba-tiba.
Ya, baiklah.
Daripada bengong, Dita putuskan mengecek saldo rekeningnya lewat m-Banking. Membaca jumlah digit-nya, Dita malah tertawa kering.
"Haaaah, masih belum cukup untuk setor ke Mas Ares bulan ini," gumam Dita. Bahunya terkulai lemah.
"Kenapa mendesah? Mengeluh tidak akan mengubah apa pun," sindir suara familiar itu, tegas dan menusuk jiwa.
"Astaga naga! Ehem. Sejak kapan Mas berdiri di situ?"
"Sejak kamu mendesah mengenai setoran bulan ini. Ayo kita pulang."
Dasar nggak peka. Bisa nggak sih, nggak terlalu jujur? dumel Dita mengekori Ares ke mobil.
SUV putih Ares begitu wangi. Harum bunga segar membuat indra penciumannya dimanjakan dengan aroma menenangkan. Seperti terapi jiwa. Ditambah belaian AC di wajahnya di tengah jalanan ibu kota yang sedang memanas membuat Dita sempat melayang ke alam mimpi. Sungguh waktu yang tepat untuk TIDUR. Tapi Dita tidak mau tertidur di sebelah Bosnya. Bisa berabe.
Dia harus melakukan sesuatu. Misalnya, mengobrol? Minta maaf lagi? Main tebak-tebakan? Atau, menjahili Bos di sebelahnya?
Tidak-tidak. Opsi pertama lebih bagus, pikir Dita.
"Mita apa kabarnya, Mas?"
"Dia sedang kuliah."
"Whoa... Di mana?"
"Sidney." Dita mendengar nada bangga seorang Kakak.
"Wow. Mita keren," puji Dita sangat tulus. Mita memang sepintar itu.
"Kamu...nggak minat lanjutin S2?" Ares melirik sebentar. Lalu matanya kembali ke jalan. Safety first, Res.
"Boro-boro mikirin kuliah. Nyambung hidup aja udah bikin ngap." Dita tertawa kering.
Jiwa Ares langsung tersentil. Apa lagi mengingat Dita tidak lagi tinggal di rumahnya yang lama.
"Kenapa kamu tinggal di kos-kosan?"
"Rumah Papa di jual Mama waktu kita masih menikah. Jadi saya cari tempat tinggal lain." Dita membuang wajahnya ke jendela, menatap nanar pemandangan mengabur di sisi kirinya.
Ternyata, rasa kecewa itu masih ada. Rumah yang ditinggalinya seumur hidup lenyap begitu saja. Memang benar bahwa rezekinya bersama rumah penuh kenangan itu hanya sampai dua puluh dua tahun. Tapi mengingat bagaimana cara rumah itu raib dan kondisi Dita yang terlunta-lunta tidak mempunyai tempat tinggal setelah bercerai, goresan itu masih menimbulkan nyeri yang membuat tidak nyaman dalam dadanya. Dia masih terluka. Dan luka itu terasa masih segar ketika menceritakannya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ingredients of Happiness [COMPLETED]
RomanceSemua orang pasti sibuk mencari kebahagiaan. Ada yang bahagia di dapur bila bereksperimen dengan tepung, telur, ragi, gula, butter, dan oven. Menghirup bau ragi yang seperti makanan berjamur saja sudah menjadi terapi bagi jiwanya yang lelah. Dengku...